Kampanye Pilkada di saat Pandemi
loading...
A
A
A
Kerja Bersama
Tahapan kampanye memang tidak hanya berkaitan dengan hak peserta pilkada untuk menyampaikan gagasannya kepada pemilih. Khusus kaitannya dengan penegakan protokol kesehatan, Bawaslu tidak hanya sendirian. Ada pemerintah, Satgas Penanggulangan Covid-19, Polri, TNI, dan kejaksaan yang menjadi satu dalam pokja yang diinisiasi Bawaslu. Belum lagi tim lain yang juga mempunyai konsentrasi yang sama, yaitu mencegah menyebarnya virus Covid-19.
Dalam melakukan pengawasan kampanye, kerja sama dilakukan Bawaslu dengan banyak lembaga, misalnya saja untuk mengantisipasi kampanye hitam, penyebaran berita bohong, ujaran kebencian, kampanye berbasis isu SARA, Bawaslu menggandeng Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) dan KPU untuk percepatan penindakan, penurunan materi media sosial (take down) yang kontennya dianggap melanggar. Demikian juga dalam upaya antisipasi pelanggaran kampanye di media cetak, penyiaran, Bawaslu menggandeng Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan juga Dewan Pers.
Pada bagian lain, kerawanan netralitas aparatur sipil negara (ASN) yang masuk radar di antara kerawanan tinggi dalam Indeks Kerawanan Pilkada (IKP) 2020. Bawalsu mencatat, sampai tengah Oktober sebanyak 744 temuan ASN yang diduga tidak netral. Dalam konteks ini Bawaslu telah bekerja sama dengan KASN, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemepan RB) dengan nota kesepahaman dan aksi pencegahan bersama.
Kewenangan pengawasan yang sangat luas dan di antaranya kemudian berhubungan dengan kewenangan lembaga lain, membuat Bawaslu harus senantiasa bergandengan tangan dan melakukan sinergi dengan lembaga terkait.
Lantas bagaimana selanjutnya? Mencegah potensi pelanggaran, termasuk potensi pelanggaran protokol kesehatan, sejatinya harus menjadi concern semua pihak. Tidak hanya penyelenggara tetapi juga peserta pilkada dan pemilih. Peran-peran yang bisa diambil dari sisi pencegahan, misalnya, tidak melakukan pertemuan terbatas lebih dari 50 orang dengan tetap menggunakan memakai masker, menjaga jarak, dan lain-lainnya. Sejatinya ini sangat mungkin dikendalikan sendiri oleh peserta pilkada. Komitmen saling menjaga menjadi sangat penting.
Demikian pula dengan pemilih, apalagi penyelenggara. Kalau satu dari tiga pihak ini tidak memegang komitmen bersama, tentu ancaman penularan Covid-19 mengintai kita semua. Kita semua yang akan rugi jika itu terjadi. Pada saat yang sama, kita harus tetap memastikan bahwa pilkada di saat pandemi ini benar-benar patuh pada protokol kesehatan tetapi juga menjamin kualitas prosesnya benar-benar terawasi dan terjaga. Harapan kita, jika kualitas prosesnya minim terjadi pelanggaran, maka diharapkan hasilnya juga akan berkualitas.
Nah, pilkada sehat, pilkada berkualitas yang terawasi proses dan hasilnya adalah keinginan kita bersama. Semoga.
Tahapan kampanye memang tidak hanya berkaitan dengan hak peserta pilkada untuk menyampaikan gagasannya kepada pemilih. Khusus kaitannya dengan penegakan protokol kesehatan, Bawaslu tidak hanya sendirian. Ada pemerintah, Satgas Penanggulangan Covid-19, Polri, TNI, dan kejaksaan yang menjadi satu dalam pokja yang diinisiasi Bawaslu. Belum lagi tim lain yang juga mempunyai konsentrasi yang sama, yaitu mencegah menyebarnya virus Covid-19.
Dalam melakukan pengawasan kampanye, kerja sama dilakukan Bawaslu dengan banyak lembaga, misalnya saja untuk mengantisipasi kampanye hitam, penyebaran berita bohong, ujaran kebencian, kampanye berbasis isu SARA, Bawaslu menggandeng Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) dan KPU untuk percepatan penindakan, penurunan materi media sosial (take down) yang kontennya dianggap melanggar. Demikian juga dalam upaya antisipasi pelanggaran kampanye di media cetak, penyiaran, Bawaslu menggandeng Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan juga Dewan Pers.
Pada bagian lain, kerawanan netralitas aparatur sipil negara (ASN) yang masuk radar di antara kerawanan tinggi dalam Indeks Kerawanan Pilkada (IKP) 2020. Bawalsu mencatat, sampai tengah Oktober sebanyak 744 temuan ASN yang diduga tidak netral. Dalam konteks ini Bawaslu telah bekerja sama dengan KASN, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemepan RB) dengan nota kesepahaman dan aksi pencegahan bersama.
Kewenangan pengawasan yang sangat luas dan di antaranya kemudian berhubungan dengan kewenangan lembaga lain, membuat Bawaslu harus senantiasa bergandengan tangan dan melakukan sinergi dengan lembaga terkait.
Lantas bagaimana selanjutnya? Mencegah potensi pelanggaran, termasuk potensi pelanggaran protokol kesehatan, sejatinya harus menjadi concern semua pihak. Tidak hanya penyelenggara tetapi juga peserta pilkada dan pemilih. Peran-peran yang bisa diambil dari sisi pencegahan, misalnya, tidak melakukan pertemuan terbatas lebih dari 50 orang dengan tetap menggunakan memakai masker, menjaga jarak, dan lain-lainnya. Sejatinya ini sangat mungkin dikendalikan sendiri oleh peserta pilkada. Komitmen saling menjaga menjadi sangat penting.
Demikian pula dengan pemilih, apalagi penyelenggara. Kalau satu dari tiga pihak ini tidak memegang komitmen bersama, tentu ancaman penularan Covid-19 mengintai kita semua. Kita semua yang akan rugi jika itu terjadi. Pada saat yang sama, kita harus tetap memastikan bahwa pilkada di saat pandemi ini benar-benar patuh pada protokol kesehatan tetapi juga menjamin kualitas prosesnya benar-benar terawasi dan terjaga. Harapan kita, jika kualitas prosesnya minim terjadi pelanggaran, maka diharapkan hasilnya juga akan berkualitas.
Nah, pilkada sehat, pilkada berkualitas yang terawasi proses dan hasilnya adalah keinginan kita bersama. Semoga.
(bmm)