Aktif Berorganisasi, Camel Petir Jadi Bendahara KITA

Selasa, 03 November 2020 - 08:05 WIB
loading...
Aktif Berorganisasi, Camel Petir Jadi Bendahara KITA
Artis dan Politikus Camelia Panduwinata atau yang dikenal dengan nama panggung Camel Petir kini punya kesibukan baru. Foto/Istimewa
A A A
BANDUNG - Artis dan Politikus Camelia Panduwinata atau yang dikenal dengan nama panggung Camel Petir kini punya kesibukan baru. Bukan hanya sibuk beraktivitas di partai politik, pemilik nama lengkap Camelia Panduwinata Lubis itu juga terlihat aktif dan bahkan menjabat sebagai Bendahara Umum di organisasi yang bernama KITA (Kerapatan Indonesia Tanah Air).

Baru-baru ini, bersamaan dengan perayaan Hari Sumpah Pemuda, Camel bersama organisasinya KITA menghelat Munas (Musyawarah Nasional) di Hotel Preanger Bandung, beberapa waktu lalu. Di Munas tersebut, Camel juga sekaligus berperan sebagai Ketua Panitia Penyelenggara. (Baca juga: Peringati Sumpah Pemuda, Angkasa Pura I Balikpapan Gelar Kompetisi Panahan Tingkat Nasional)

"Munas ini diikuti oleh perwakilan dari sejumlah wilayah di Indonesia. Ada dari Medan, Banten, Cirebon, Jogjakarta, Pontianak, Papua, Bandung, Kupang, dan Jakarta. Di Munas ini KITA mengemas program yang bakal dijalankan oleh seluruh anggota. Para perwakilan daerah akan membawa program tersebut ke daerahnya masing-masing," ujar Camel Petir dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Senin (2/11/2020).

Ibu kandung dari Raja Muhammad Johan ini mengungkapkan harapannya agar ke depan organisasi KITA yang diketuai KH Maman Imanulhaq dan Sekjen Ayeb Zaki tersebut bisa menjadi semacam mitra bagi pemerintah dalam membangun negara ke arah yang lebih baik lagi.

KITA tak segan untuk mengkritisi kinerja pemerintah dengan cara yang baik dan benar serta membantu memberikan solusi yang tepat bagi persoalan-persoalan bangsa. Camel yang dikenal sebagai seorang artis, politikus, dan pengusaha di bidang alat berat ini pun optimistis, Pemerintah Indonesia ke depan bisa lebih sukses dalam membangun bangsa.

Camel bercerita di sela kegiatan Munas, para peserta juga diajak berjalan kaki dari Hotel Grand Preanger Jalan Asia Afrika menuju Gedung Majestik di Jalan Braga, dalam kegiatan yang bertema “Historical Walk at Asia Afrika”.

"Munas ini digelar sekaligus memperingati Hari Sumpah Pemuda dan 100 tahun Gedung Majestik. Kita juga melakukan Historical Walk at Asia Afrika. Karena seperti yang kita ketahui, Jalan Asia Afrika di Bandung menyimpan sejarah masa lalu Bangsa," tutur lulusan S2 Komunikasi Politik kelahiran Medan, 27 Oktober 1985 ini.

Wanita yang pernah menjadi Duta Seni Budaya Asean di Kamboja untuk Indonesia dan Sekertaris logistik Tim Kampanye Nasional Jokowi-Maruf Amin ini berharap, dari Munas yang baru pertama kali digelar ini nantinya bakal terus eksis demi kebangkitan bangsa.

"KITA hadir di samping pemerintah untuk mendukung upaya dalam membangun bangsa. Ini adalah momen yang tepat, apalagi di momen Hari Sumpah Pemuda. Semoga kita semua bisa bersatu dan menyamakan visi, agar bangsa Indonesia bisa lebih baik lagi kedepannya," pungkas Camel Petir.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum KITA, KH Maman Imanulhaq mengungkapkan Munas ini membahas visi Indonesia KITA, refleksi satu tahun Jokowi-Amin, serta mendengar laporan dari 45 Dewan Perwakilan KITA dari seluruh Indonesia. Laporan akan disampaikan perwakilan dari Medan, Banten, Cirebon, Jogjakarta, Pontianak, Papua, Bandung, Kupang, dan Jakarta.

Sementara itu Ketua Majelis Hikmah KITA, Taufik Rahzen, menyampaikan bahwa ini wacana budaya bertema “Menenun Keselarasan Besar: KITA, Cita, Cipta”.

Taufik Rahzen menyatakan, saat ini bangsa Indonesia sedang menenun kembali kesadarannya. Kain sosial yang digunakan selama ini, kian lusuh dan tersobek. Kain budaya yang dirajut turun temurun dari generasi ke generasi, kini terbilas oleh wabah, tercemar oleh kecemasan dan kehilangan asa. Putus asa, kita membutuhkan pakaian yang baru. (Baca juga:Sumpah Pemuda, Milenial Harus Kritis dan Kawal Perjalanan Bangsa)

“Kita hadir di tempat ini, sesungguhnya sedang menenun kembali kesadaran baru, dengan corak dan pola yang belum ada bentuknya. Pola yang disusun bersama, mencari corak sambil bekerja, menjahit sambil memakainya. Normalitas baru membutuhkan moralitas baru. Sebagaimana kewajaran baru memerlukan tata-ajar dan ajaran baru,” tutup Taufik.
(kri)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1117 seconds (0.1#10.140)