Anggota Komisi IX DPR Ini Ungkap Ada Banyak Masalah di RUU Cipta Kerja
loading...
A
A
A
JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Kurniasih Mufidayati menilai tidak hanya pasal pada klaster ketenagakerjaan yang bermasalah dan merugikan rakyat dalam RUU Cipta Kerja. (Baca juga: Pembahasan Omnibus Law Ciptaker Diminta Pertimbangkan Berbagai Kajian)
"Tapi banyak pasal dan ayat yang berpotensi menimbulkan kerugian bagi para pekerja sebagai akibat adanya potensi ancaman atas regulasi perizinan, pengembangan investasi, pertumbuhan perekonomian, pembangunan infrastruktur yang baru. Pertanahan, pertanian juga diatur di RUU ini," kata dia dalam FGD Omnibus Law Cipta Kerja yang digelar Bidang Pekerja Petani dan Nelayan (BPPN) DPP PKS secara daring, Jumat (8/5/2020).
Termasuk sektor-sektor lainnya. Bahkan sektor transportasi juga terdampak dari RUU Cipta Kerja ini. ”Ada kemudahan Warga Negara Asing (WNA) dalam kepemilikan aset, dalam bekerja di Indonesia. Ini juga cukup memprihatinkan dalam pembahasan RUU ini," tambah Mufida menambahkan. (Baca juga: Picu Penolakan, Omnibus Law RUU Ciptaker Harus Jaga Segitiga Keseimbangan)
Kurniasih juga melihat partisipasi masyarakat atau kelompok sosial kurang dilibatkan dalam pembahasan RUU Cipta Kerja. Bahkan dianggap sebagai penghambat investasi apalagi dalam proses Amdal.
"Mari kita berpikir komprehensif, analisis komprehensif dari setiap pasal dan ayat yang ada di dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja ini agar semangat kita untuk bisa menjaga kestabilan ekonomi yang ada di Indonesia tetap terwujud," kata Sekretaris BPPN DPP PKS ini.
Ekonom senior Instutute for Development of Economics & Finance (Indef) Faisal Basri juga mempertanyakan roh RUU Cipta Kerja dari perspektif hubungan buruh, pengusaha dan pemerintah. "Omnibus Law Cipta Kerja rohnya apa? Seharusnya rohnya adalah hubungan baru antara buruh dan pengusaha dilindungi pemerintah supaya simetris," imbuh Faisal.
Dalam RUU Omnibus Law ini, ungkap dia, negara justru ingin lepas tangan, negara ingin keluar dari arena. "Membiarkan buruh dan pengusaha berunding sendiri, berdua. Jadi itu yang nggak benar!," ujar dia.
Dalam konteks ketenagakerjaan, kata dia, hubungan antara buruh, pengusaha dan pemerintah adalah tiga pihak yang saling membutuhkan. Kembali ke UUD 1945 pasal 27, pasal 28 mengatakan bahwa buruh wajib mendapatkan penghidupan yang layak.
Oleh karena itu, lanjut Faisal, negara jangan membiarkan buruh berhadapan head to head dengan pengusaha. Niscaya buruh akan kalah dan tertindas. "Pengusaha banyak pilihan. Buruh tidak banyak pilihan. Pengusaha tidak bisa di Indonesia, dia bisa ke Vietnam. Buruh tidak bisa," kata dia.
Oleh sebab itu, dia berharap kepada PKS terkait RUU Omnibus Law Cipta Kerja. "Ini pembelajaran luar biasa menurut saya dan kita berharap pada PKS. Kami siap bantu," tegas Faisal.
"Tapi banyak pasal dan ayat yang berpotensi menimbulkan kerugian bagi para pekerja sebagai akibat adanya potensi ancaman atas regulasi perizinan, pengembangan investasi, pertumbuhan perekonomian, pembangunan infrastruktur yang baru. Pertanahan, pertanian juga diatur di RUU ini," kata dia dalam FGD Omnibus Law Cipta Kerja yang digelar Bidang Pekerja Petani dan Nelayan (BPPN) DPP PKS secara daring, Jumat (8/5/2020).
Termasuk sektor-sektor lainnya. Bahkan sektor transportasi juga terdampak dari RUU Cipta Kerja ini. ”Ada kemudahan Warga Negara Asing (WNA) dalam kepemilikan aset, dalam bekerja di Indonesia. Ini juga cukup memprihatinkan dalam pembahasan RUU ini," tambah Mufida menambahkan. (Baca juga: Picu Penolakan, Omnibus Law RUU Ciptaker Harus Jaga Segitiga Keseimbangan)
Kurniasih juga melihat partisipasi masyarakat atau kelompok sosial kurang dilibatkan dalam pembahasan RUU Cipta Kerja. Bahkan dianggap sebagai penghambat investasi apalagi dalam proses Amdal.
"Mari kita berpikir komprehensif, analisis komprehensif dari setiap pasal dan ayat yang ada di dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja ini agar semangat kita untuk bisa menjaga kestabilan ekonomi yang ada di Indonesia tetap terwujud," kata Sekretaris BPPN DPP PKS ini.
Ekonom senior Instutute for Development of Economics & Finance (Indef) Faisal Basri juga mempertanyakan roh RUU Cipta Kerja dari perspektif hubungan buruh, pengusaha dan pemerintah. "Omnibus Law Cipta Kerja rohnya apa? Seharusnya rohnya adalah hubungan baru antara buruh dan pengusaha dilindungi pemerintah supaya simetris," imbuh Faisal.
Dalam RUU Omnibus Law ini, ungkap dia, negara justru ingin lepas tangan, negara ingin keluar dari arena. "Membiarkan buruh dan pengusaha berunding sendiri, berdua. Jadi itu yang nggak benar!," ujar dia.
Dalam konteks ketenagakerjaan, kata dia, hubungan antara buruh, pengusaha dan pemerintah adalah tiga pihak yang saling membutuhkan. Kembali ke UUD 1945 pasal 27, pasal 28 mengatakan bahwa buruh wajib mendapatkan penghidupan yang layak.
Oleh karena itu, lanjut Faisal, negara jangan membiarkan buruh berhadapan head to head dengan pengusaha. Niscaya buruh akan kalah dan tertindas. "Pengusaha banyak pilihan. Buruh tidak banyak pilihan. Pengusaha tidak bisa di Indonesia, dia bisa ke Vietnam. Buruh tidak bisa," kata dia.
Oleh sebab itu, dia berharap kepada PKS terkait RUU Omnibus Law Cipta Kerja. "Ini pembelajaran luar biasa menurut saya dan kita berharap pada PKS. Kami siap bantu," tegas Faisal.
(cip)