Pengacara Magang Gugat Aturan Syarat Usia Advokat ke MK

Selasa, 03 November 2020 - 20:09 WIB
loading...
Pengacara Magang Gugat Aturan Syarat Usia Advokat ke MK
Wenro Haloho yang telah magang sebagai advokat selama lebih satu tahun menggugat syarat usia minimum 25 tahun seseorang menjadi advokat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Foto/SINDOnews/Sabir Laluhu
A A A
JAKARTA - Wenro Haloho yang telah magang sebagai advokat selama lebih satu tahun menggugat syarat usia minimum 25 tahun seseorang menjadi advokat ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Gugatan yang diajukan Wenro Haloho sebagai pemohon prinsipal, yakni uji materil Pasal 3 Ayat 1 huruf d Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat) terhadap UUD 1945.

Gugatannya teregister dengan perkara nomor 83/PUU-XVIII/2020. Wenro didampingi kuasa pemohon Zico Leonard Djagardo Simanjuntak, Dora Nina Lumban Gaol, dkk.

Pasal UU a quo berbunyi, "Untuk dapat diangkat menjadi Advokat harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: d. berusia sekurang-kurangnya 25 tahun."

Persidangan perkara ini berlangsung secara virtual dengan agenda perbaikan permohonan, Rabu (3/11/2020). Perkara ditangani oleh hakim panel konstitusi MK yang dipimpin oleh Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, dengan tiga hakim panel berada di Gedung MK, Jakarta. ( )

Dora Nina Lumban Gaol menyatakan, Wenro Haloho adalah perorangan warga negara Indonesia yang dibuktikan dengan identitas yang hak-hak konstitusionalnya berpotensi untuk terlanggar dengan keberadaan Pasal 3 Ayat 1 huruf d UU Advokat.

Pemohon juga merupakan advokat magang yang telah lulus ujian advokat. Wenro telah melakukan magang secara terus-menerus pada kantor advokat terhitung sejak 23 Februari 2019 dan akan selesai melakukan magang selama dua tahun pada 23 Februari 2021. (Baca: Langsung Ditahan, Tiga Tersangka Baru Korupsi PT DI Dipisah di Tiga Rutan)

Selepas magang, pemohon ingin melanjutkan karier sebagai seorang advokat."Ketentuan norma Pasal 3 Ayat 1 huruf d UU Nomor 18 Tahun 2003 menimbulkan setidak-tidaknya potensi kerugian bagi pemohon untuk menjadi seorang advokat karena norma pasal a quo setidak-tidaknya berpotensi mengakibatkan terhambatnya pemohon untuk menjadi seorang seorang
advokat, oleh karena pengangkatan menjadi seorang advokat harus berumur minimal 25 tahun," kata Dora.

Dia membeberkan, ketentuan dan pemberlakuan pasal UU a quo berpotensi memberikan kerugian bagi pemohon untuk menjadi advokat karena pemohon harus menunggu sampai dengan 29 November 2021 untuk menjadi seorang advokat.

Jadi, lanjut Dora, meski terpenuhinya waktu pemohon melakukan magang di kantor advokat selama dua tahun berturut-turut, maka pemohon belum juga dapat diangkat menjadi seorang advokat.

"Sehingga terdapat sembila bulan pemohon tidak memiliki pekerjaan atau pengangguran. Pemohon adalah calon advokat yang berusia kurang dari 25 tahun yang merasa kedudukan hukumnya tidak sama dengan calon advokat yang berusia kurang dari 25 tahun," ujarnya.

Dora mengungkapkan, dalam perbaikan permohonan ada beberapa hal yang diperbaiki. Di antaranya tambahan uraian atas tugasnya dan kerugian konstitusional. Pasal 51 Ayat 1 UU MK, kata dia, menyatakan bahwa pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang yaitu empat kategori pihak.

Masing-masing huruf a, perorangan warga negara Indonesia. Huruf b, kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI yang diatur dalam undang-undang.

Huruf c, badan hukum publik atau privat. Atau, huruf d, lembaga negara. Pada penjelasan Pasal 51 Ayat 1 UU MK tertera bahwa yang dimaksud dengan ‘hak konstitusional’ adalah hak-hak yang diatur dalam UUD 1945.

"Bahwa sejak Putusan nomor 6/PUU-III/2005, Mahkamah Konstitusi telah menentukan lima syarat adanya kerugian konstitusional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 Ayat 1 UU MK. Bahwa terdapat hak konstitusional pemohon yang diberikan oleh UUD 1945 yaitu Pasal 27 Ayat 1, Pasal 27 ayat 2, Pasal 28D Ayat 1, dan Pasal 28I Ayat 2," ungkapnya.

Dalam petitum, lanjut Dora, pemohon meminta hakim konstitusi MK memutuskan tiga hal. Satu, mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya. Dua, menyatakan Pasal 3 Ayat 1 huruf d UU Advokat bertentangan dengan Pasal 27 Ayat 1, Pasal 27 Ayat 2, Pasal 28D Ayat 1, dan Pasal 28I Ayat 2 UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Tiga, memerintahkan kepada pemerintah untuk memuat putusan ini dalam Lembaran Negara Republik Inodnesia.

"Atau, apabila Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono)," katanya.
(dam)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1007 seconds (0.1#10.140)