Langkah ICW Minta Jokowi Berhentikan Jaksa Agung Dinilai Berlebihan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Langkah Indonesia Corruption Watch (ICW) yang menyurati Presiden Joko Widodo ( Jokowi ) untuk memberhentikan Jaksa Agung , Sanitiar Burhanuddin dinilai berlebihan.
(Baca juga: Komnas HAM Duga Pembunuh Pendeta Yeremia Anggota TNI)
Pakar Hukum Pidana dari Universitas Indonesia, Indriyanto Seno Adji menilai masukan dan kritik memang diperlukan untuk kebaikan Kejaksaan Agung (Kejagung). Namun penilaian ICW terhadap kinerja Jaksa Agung harus secara utuh.
(Baca juga: Pascalibur Panjang Waspadai Kenaikan Kasus Covid-19)
"Saya menilai kritik dan masukan memang diharapkan, tapi tanpa bisa menilai secara utuh kinerja positif Kejaksaan justru tidak dapat dianggap sebagai masukan konstruktif yang solusif, sehingga penilaian subyektif untuk dicopot menjadi sangat tidak perlu diapresiasi dan berkelebihan," ujar Indriyanto kepada wartawan, Senin (2/10/2020).
Sekadar diketahui sebelumnya, Kejagung memaparkan sejumlah catatan dan kinerja selama setahun atau periode Oktober 2019 hingga 2020. Dari bidang Pidana Khusus (Pidsus) Korps Adhyaksa itu telah melakukan penyelidikan sebanyak 1.477 perkara.
Dari rekapitulasi upaya penyelidikan tersebut¸ ada sebanyak upaya Penyidikan sebanyak 986 perkara. Dalam periode yang sama juga telah dilakukan upaya penuntutan perkara sebanyak 1.687 perkara, eksekusi sebanyak 1.523 perkara dan upaya hukum sebanyak 723 perkara.
Kemudian Kejaksaan juga telah melakukan penyelamatan keuangan negara lebih dari Rp19 Triliun yang dilakukan oleh bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan. Sedangkan di bidang Datun, telah berhasil melakukan penyelamatan keuangan negara lebih dari Rp 388 Triliun.
Indriyanto berpendapat, jika berkaca pada setahun kinerja Kejaksaan Agung dibawah ST Burhanuddin sudah menunjukkan prestasinya dan patut diapresiasi, baik di bidang pencegahan maupun penindakan, apalagi diperkenalkan konsep dan ide progresif penegakan hukum melalui Peraturan Jaksa (PerJA) terkait pendekatan restorative justice telah diimplementasikan secara bertahap dengan batasan karakteristik penerapan deliknya.
"Konsep dan pola kinerja Kejaksaan wajar diapresiasi walau kerja keras 1 tahun ini dilakukan dengan cara golden silence, tanpa perlu kegaduhan publisitas, penindakan internal dilakukan secara tegas dalam menjaga integritas kelembagaan, bahkan penindakan ini dilakukan secara equal treatment tanpa memandang levelitas jabatan,” katanya.
Dia pun memberikan saran agar Kejagung dengan kinerja yang profesional sebaiknya tidak dalam kapasitas berpuas diri. Pasalnya, perbaikan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Kejaksaan tetap harus menjadi fokus utama, agar Kejaksaan lebih berbasis profesional dan memiliki integritas dalam menjaga nama baik kelembagaan dan penegakan hukum yang terpercaya.
"Suatu public trust terhadap kinerja Kejaksaan sangat tergantung dari potensi SDM yang berintegritas, profesional dan memiliki kapabelitas moral yang baik, sehingga tetap ada kontinuitas dan konsistensi dalam menyelesaikan perkara besar. Public Trust terhadap Kinerja Kejaksaan hanya dapat terjaga bila ada peningkatan SDM Kejaksaan yang berintegritas dan kapabel," pungkasnya.
(Baca juga: Komnas HAM Duga Pembunuh Pendeta Yeremia Anggota TNI)
Pakar Hukum Pidana dari Universitas Indonesia, Indriyanto Seno Adji menilai masukan dan kritik memang diperlukan untuk kebaikan Kejaksaan Agung (Kejagung). Namun penilaian ICW terhadap kinerja Jaksa Agung harus secara utuh.
(Baca juga: Pascalibur Panjang Waspadai Kenaikan Kasus Covid-19)
"Saya menilai kritik dan masukan memang diharapkan, tapi tanpa bisa menilai secara utuh kinerja positif Kejaksaan justru tidak dapat dianggap sebagai masukan konstruktif yang solusif, sehingga penilaian subyektif untuk dicopot menjadi sangat tidak perlu diapresiasi dan berkelebihan," ujar Indriyanto kepada wartawan, Senin (2/10/2020).
Sekadar diketahui sebelumnya, Kejagung memaparkan sejumlah catatan dan kinerja selama setahun atau periode Oktober 2019 hingga 2020. Dari bidang Pidana Khusus (Pidsus) Korps Adhyaksa itu telah melakukan penyelidikan sebanyak 1.477 perkara.
Dari rekapitulasi upaya penyelidikan tersebut¸ ada sebanyak upaya Penyidikan sebanyak 986 perkara. Dalam periode yang sama juga telah dilakukan upaya penuntutan perkara sebanyak 1.687 perkara, eksekusi sebanyak 1.523 perkara dan upaya hukum sebanyak 723 perkara.
Kemudian Kejaksaan juga telah melakukan penyelamatan keuangan negara lebih dari Rp19 Triliun yang dilakukan oleh bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan. Sedangkan di bidang Datun, telah berhasil melakukan penyelamatan keuangan negara lebih dari Rp 388 Triliun.
Indriyanto berpendapat, jika berkaca pada setahun kinerja Kejaksaan Agung dibawah ST Burhanuddin sudah menunjukkan prestasinya dan patut diapresiasi, baik di bidang pencegahan maupun penindakan, apalagi diperkenalkan konsep dan ide progresif penegakan hukum melalui Peraturan Jaksa (PerJA) terkait pendekatan restorative justice telah diimplementasikan secara bertahap dengan batasan karakteristik penerapan deliknya.
"Konsep dan pola kinerja Kejaksaan wajar diapresiasi walau kerja keras 1 tahun ini dilakukan dengan cara golden silence, tanpa perlu kegaduhan publisitas, penindakan internal dilakukan secara tegas dalam menjaga integritas kelembagaan, bahkan penindakan ini dilakukan secara equal treatment tanpa memandang levelitas jabatan,” katanya.
Dia pun memberikan saran agar Kejagung dengan kinerja yang profesional sebaiknya tidak dalam kapasitas berpuas diri. Pasalnya, perbaikan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Kejaksaan tetap harus menjadi fokus utama, agar Kejaksaan lebih berbasis profesional dan memiliki integritas dalam menjaga nama baik kelembagaan dan penegakan hukum yang terpercaya.
"Suatu public trust terhadap kinerja Kejaksaan sangat tergantung dari potensi SDM yang berintegritas, profesional dan memiliki kapabelitas moral yang baik, sehingga tetap ada kontinuitas dan konsistensi dalam menyelesaikan perkara besar. Public Trust terhadap Kinerja Kejaksaan hanya dapat terjaga bila ada peningkatan SDM Kejaksaan yang berintegritas dan kapabel," pungkasnya.
(maf)