Vaksin Covid-19 dan Proses di WHO
loading...
A
A
A
Tjandra Yoga Aditama
Guru Besar Paru-paru FKUI, Mantan Direktur WHO SEARO, Mantan Dirjen P2P & Ka Balitbangkes
DUNIA kini sedang berupaya keras untuk mendapatkan vaksin Covid-19 sebagai salah satu upaya mengendalikan pandemi yang masih terus merebak ini. Ada lima proses yang dewasa ini sedang dijalankan dalam hal vaksin ini. Pertama tentu uji klinis yang masih terus berjalan dan kita perlu menunggu bagaimana hasilnya nanti, baik untuk efektivitas maupun keamanannya. Kedua, komunikasi ke publik yang baik dan terus-menerus agar masyarakat mendapat informasi yang benar dan akan menerima penggunaan vaksin Covid-19 ini. Hal ketiga adalah persiapan terperinci distribusi vaksin ke jutaan penduduk di pelosok negeri dan hal keempat tentu menjamin keberadaan vaksin itu sendiri kalau nanti memang sudah terbukti secara ilmiah. Hal kelima adalah upaya mendapat pengakuan internasional, antara lain dari World Health Organization (WHO).
PQ & EUL
PQ dan EUL adalah dua istilah yang perlu dikenal dalam hubungan dengan pengakuan WHO terhadap vaksin serta untuk obat dan alat diagnostik. Kegiatan prakualifikasi WHO (WHO prequalification-PQ) dikoordinasikan oleh Department of Regulation and Prequalification (RPQ) WHO kantor pusat di Jenewa. Tujuan proses penilaian PQ adalah agar produk (dalam hal ini vaksin) memenuhi standar rekomendasi WHO dalam hal mutu, keamanan, dan efektivitas, termasuk memenuhi standar WHO dalam bidang good manufacturing practice (GMP) dan good clinical practice (GCP). Hal ini untuk menjamin bahwa vaksin yang digunakan di berbagai negara di dunia memang aman dan efektif serta tepat untuk target populasi yang dipilih sesuai dengan pola penyuntikan vaksin yang ada dan sesuai dengan produk yang tersedia. Kalau sudah “lulus PQ” dapat dikatakan bahwa vaksin tersebut memang sudah mendapat semacam “pengakuan” dari WHO. Sesudah mendapat PQ, masih akan berjalan pengawasan selanjutnya dalam bentuk post marketing surveillance yang akan menilai penggunaan vaksin dalam skala amat besar di banyak negara.
Di sisi lain Department of Regulation and Prequalification (RPQ) WHO juga dapat mengeluarkan emergency use listing (EUL). Proses ini bertujuan mempercepat keberadaan produk (termasuk vaksin) yang memang belum dapat lisensi, tapi amat diperlukan dalam keadaan gawat darurat. EUL akan membantu negara-negara dalam menilai kemungkinan penggunaan vaksin dalam konteks kegawatdaruratan kesehatan (public health emergency-PHE) dengan mempertimbangkan data esensial tentang mutu, keamanan, dan efikasi/imunogenisitas.
Prosedur EUL oleh WHO meliputi langkah-langkah penilaian terperinci yang akan WHO lakukan untuk menjamin kelayakan vaksin yang belum dapat lisensi dan PQ WHO. Berikutnya informasi esensial yang diperlukan. Selanjutnya proses yang akan dilakukan dalam penilaian agar vaksin yang belum mendapat lisensi ini akan dapat persetujuan EUL dalam kurun waktu yang ada sambil terus mengumpulkan dan mengevaluasi data yang mungkin berkembang.
Bukan Menggantikan
Pada awal Oktober 2020 ini WHO sudah mengeluarkan edaran pertama kepada produsen vaksin di dunia untuk memasukkan expression of interest (EOI) bagi vaksin produksi mereka untuk dievaluasi oleh WHO untuk mendapatkan prakualifikasi (PQ) dan atau EUL. Beberapa produser vaksin sudah memprosesnya ke WHO.
Dalam hal ini haruslah disadari bahwa EUL bukanlah sama atau merupakan pengganti dari PQ. Perlu ditegaskan kembali bahwa EUL adalah suatu prosedur khusus bagi vaksin yang belum dapat lisensi pada keadaan kegawatdaruratan kesehatan di mana penentu kebijakan publik akan mempertimbangkan penggunaan vaksin yang baru punya informasi kritikal dasar tentang efektivitas dan keamanannya. EUL dimaksudkan untuk penggunaan vaksin yang belum dilisensi dalam jangka waktu terbatas saja. Sambil EUL berjalan, produsen vaksin harus menyelesaikan proses pengembangan vaksin sampai final dan lalu mengajukan untuk lisensi WHO melalui proses prakualifikasi (PQ-prequalification).
Sekarang ini, sesuai dengan perkembangan uji klinis yang ada serta data mutu, keamanan, dan efikasi yang tersedia serta kemungkinan sudah ada persetujuan dari otoritas negara tertentu, WHO akan menentukan apakah suatu kandidat vaksin masuk proses PQ atau EUL.
Analogi yang kurang lebih sama juga dapat dipertimbangkan di suatu negara. Otoritas pengawasan obat (dan vaksin) negara itu dapat memberi izin edar suatu vaksin atau sementara mengeluarkan yang namanya emergency use of authorization (EUA). Tentu bukti ilmiah yang nyata dan prinsip kehati-hatian harus jadi pertimbangan utama dalam mengambil keputusan apa pun, sebab jelas akan berpengaruh pada kesehatan rakyat di suatu negara.
Guru Besar Paru-paru FKUI, Mantan Direktur WHO SEARO, Mantan Dirjen P2P & Ka Balitbangkes
DUNIA kini sedang berupaya keras untuk mendapatkan vaksin Covid-19 sebagai salah satu upaya mengendalikan pandemi yang masih terus merebak ini. Ada lima proses yang dewasa ini sedang dijalankan dalam hal vaksin ini. Pertama tentu uji klinis yang masih terus berjalan dan kita perlu menunggu bagaimana hasilnya nanti, baik untuk efektivitas maupun keamanannya. Kedua, komunikasi ke publik yang baik dan terus-menerus agar masyarakat mendapat informasi yang benar dan akan menerima penggunaan vaksin Covid-19 ini. Hal ketiga adalah persiapan terperinci distribusi vaksin ke jutaan penduduk di pelosok negeri dan hal keempat tentu menjamin keberadaan vaksin itu sendiri kalau nanti memang sudah terbukti secara ilmiah. Hal kelima adalah upaya mendapat pengakuan internasional, antara lain dari World Health Organization (WHO).
PQ & EUL
PQ dan EUL adalah dua istilah yang perlu dikenal dalam hubungan dengan pengakuan WHO terhadap vaksin serta untuk obat dan alat diagnostik. Kegiatan prakualifikasi WHO (WHO prequalification-PQ) dikoordinasikan oleh Department of Regulation and Prequalification (RPQ) WHO kantor pusat di Jenewa. Tujuan proses penilaian PQ adalah agar produk (dalam hal ini vaksin) memenuhi standar rekomendasi WHO dalam hal mutu, keamanan, dan efektivitas, termasuk memenuhi standar WHO dalam bidang good manufacturing practice (GMP) dan good clinical practice (GCP). Hal ini untuk menjamin bahwa vaksin yang digunakan di berbagai negara di dunia memang aman dan efektif serta tepat untuk target populasi yang dipilih sesuai dengan pola penyuntikan vaksin yang ada dan sesuai dengan produk yang tersedia. Kalau sudah “lulus PQ” dapat dikatakan bahwa vaksin tersebut memang sudah mendapat semacam “pengakuan” dari WHO. Sesudah mendapat PQ, masih akan berjalan pengawasan selanjutnya dalam bentuk post marketing surveillance yang akan menilai penggunaan vaksin dalam skala amat besar di banyak negara.
Di sisi lain Department of Regulation and Prequalification (RPQ) WHO juga dapat mengeluarkan emergency use listing (EUL). Proses ini bertujuan mempercepat keberadaan produk (termasuk vaksin) yang memang belum dapat lisensi, tapi amat diperlukan dalam keadaan gawat darurat. EUL akan membantu negara-negara dalam menilai kemungkinan penggunaan vaksin dalam konteks kegawatdaruratan kesehatan (public health emergency-PHE) dengan mempertimbangkan data esensial tentang mutu, keamanan, dan efikasi/imunogenisitas.
Prosedur EUL oleh WHO meliputi langkah-langkah penilaian terperinci yang akan WHO lakukan untuk menjamin kelayakan vaksin yang belum dapat lisensi dan PQ WHO. Berikutnya informasi esensial yang diperlukan. Selanjutnya proses yang akan dilakukan dalam penilaian agar vaksin yang belum mendapat lisensi ini akan dapat persetujuan EUL dalam kurun waktu yang ada sambil terus mengumpulkan dan mengevaluasi data yang mungkin berkembang.
Bukan Menggantikan
Pada awal Oktober 2020 ini WHO sudah mengeluarkan edaran pertama kepada produsen vaksin di dunia untuk memasukkan expression of interest (EOI) bagi vaksin produksi mereka untuk dievaluasi oleh WHO untuk mendapatkan prakualifikasi (PQ) dan atau EUL. Beberapa produser vaksin sudah memprosesnya ke WHO.
Dalam hal ini haruslah disadari bahwa EUL bukanlah sama atau merupakan pengganti dari PQ. Perlu ditegaskan kembali bahwa EUL adalah suatu prosedur khusus bagi vaksin yang belum dapat lisensi pada keadaan kegawatdaruratan kesehatan di mana penentu kebijakan publik akan mempertimbangkan penggunaan vaksin yang baru punya informasi kritikal dasar tentang efektivitas dan keamanannya. EUL dimaksudkan untuk penggunaan vaksin yang belum dilisensi dalam jangka waktu terbatas saja. Sambil EUL berjalan, produsen vaksin harus menyelesaikan proses pengembangan vaksin sampai final dan lalu mengajukan untuk lisensi WHO melalui proses prakualifikasi (PQ-prequalification).
Sekarang ini, sesuai dengan perkembangan uji klinis yang ada serta data mutu, keamanan, dan efikasi yang tersedia serta kemungkinan sudah ada persetujuan dari otoritas negara tertentu, WHO akan menentukan apakah suatu kandidat vaksin masuk proses PQ atau EUL.
Analogi yang kurang lebih sama juga dapat dipertimbangkan di suatu negara. Otoritas pengawasan obat (dan vaksin) negara itu dapat memberi izin edar suatu vaksin atau sementara mengeluarkan yang namanya emergency use of authorization (EUA). Tentu bukti ilmiah yang nyata dan prinsip kehati-hatian harus jadi pertimbangan utama dalam mengambil keputusan apa pun, sebab jelas akan berpengaruh pada kesehatan rakyat di suatu negara.
(bmm)