Bawaslu Beberkan Tren Pelanggaran Netralitas ASN
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Abhan mengatakan menyebut temuan Bawaslu terkait pelanggaran netralitas ASN mencapai 790 orang. Di mana laporan yang berasal dari masyarakat sebanyak 64.
(Baca juga: Dalam 1 Tahun Bekerja, Jaksa Agung Selamatkan Uang Negara)
“Dari temuan tersebut yang sudah direkomendasikan kepada KASN sebanyak 767 kasus. Dimana 87 kasus diantaranya bukan pelanggaran,” kata Abhan dalam Webminar Netralitas ASN dalam Pilkada Serentak, Selasa (27/10/2020).
(Baca juga: Waspada Hujan dan Angin Dampak Siklon Tropis Molave)
Abhan membeberkan, tren pelanggaran kampanye pada pilkada serentak 2020. Di mana tren tertinggi pelanggaran netralitas ASN adalah pemberian dukungan melalui media sosial (medsos) maupun media massa sebanyak 319 kasus.
Lalu ASN menghadiri/mengikuti acara silaturahmi/sosialisasi/ bakti sosial bakal paslon/parpol sebanyak 117 kasus. Kemudian ASN melakukan pendekatan/ mendaftarkan diri pada salah satu parpol 101 kasus
"ASN mendukung salah satu bakal calon 70 kasus. ASN mendeklarasikan diri sebagai bakal calon kepala daerah 44 kasus. ASN sosialisasi bakal calon melalui APK 38 kasus. ASN mempromosikan diri sendiri atau orang lain 26 kasus," ungkapnya.
Selanjutnya ASN melanggar asas netralitas yakni diduga berpihak di dalam pemilihan 17 kasus. Lalu ASN mendaftarkan diri sebagai bakal calon perseorangan 11 kasus. ASN mengajak atau mengintimidasi untuk mendukung salah satu calon 10 kasus. Kemudian ASN mendampingi bakal calon melakukan pendaftaran dan fit and proper test 7 kasus.
“ASN menggunakan atribut pada saat melakukan fit and proper test 2 kasus.ASN menghadiri deklarasi bakal paslon dan menggunakan atribut bakal paslon 2 kasus. ASN (sekretaris dinas) berfoto bersama paslon dan mengikuti silaturahmi dengan paslon 1 kasus. ASN menggunakan atribut ASN dalam mengikuti pleno rekapitulasi verifikasi faktual bakal paslon 1 kasus. Bupati melakukan penggantian pejabat dalam waktu 6 bulan sebelum penetapan paslon 1 kasus,” paparnya.
Abhan mengingatkan bahwa ada beberapa dampak negatif dari pelanggaran netralitas ini. Diantaranya akan sulit dipisahkan kapan ASN bertindak sebagai aparatur negara dan bertindak sebagai masyarakat yang memiliki hak suara dalam pilkada.
“Program pemerintah dapat berubah menjadi instrumen reward and punishment kepada masyarakat. Timbul diskriminasi dalam pelayanan. Misalnya di daerah basis pendukungnya dia, maka pelayananya baik.Timbul simbiosis mutualisme antara ASN dengan partai sehingga pemerintahan tidak terkontrol. Terakhir timbul korupsi, kolusi dan nepotisme,” ujarnya.
(Baca juga: Dalam 1 Tahun Bekerja, Jaksa Agung Selamatkan Uang Negara)
“Dari temuan tersebut yang sudah direkomendasikan kepada KASN sebanyak 767 kasus. Dimana 87 kasus diantaranya bukan pelanggaran,” kata Abhan dalam Webminar Netralitas ASN dalam Pilkada Serentak, Selasa (27/10/2020).
(Baca juga: Waspada Hujan dan Angin Dampak Siklon Tropis Molave)
Abhan membeberkan, tren pelanggaran kampanye pada pilkada serentak 2020. Di mana tren tertinggi pelanggaran netralitas ASN adalah pemberian dukungan melalui media sosial (medsos) maupun media massa sebanyak 319 kasus.
Lalu ASN menghadiri/mengikuti acara silaturahmi/sosialisasi/ bakti sosial bakal paslon/parpol sebanyak 117 kasus. Kemudian ASN melakukan pendekatan/ mendaftarkan diri pada salah satu parpol 101 kasus
"ASN mendukung salah satu bakal calon 70 kasus. ASN mendeklarasikan diri sebagai bakal calon kepala daerah 44 kasus. ASN sosialisasi bakal calon melalui APK 38 kasus. ASN mempromosikan diri sendiri atau orang lain 26 kasus," ungkapnya.
Selanjutnya ASN melanggar asas netralitas yakni diduga berpihak di dalam pemilihan 17 kasus. Lalu ASN mendaftarkan diri sebagai bakal calon perseorangan 11 kasus. ASN mengajak atau mengintimidasi untuk mendukung salah satu calon 10 kasus. Kemudian ASN mendampingi bakal calon melakukan pendaftaran dan fit and proper test 7 kasus.
“ASN menggunakan atribut pada saat melakukan fit and proper test 2 kasus.ASN menghadiri deklarasi bakal paslon dan menggunakan atribut bakal paslon 2 kasus. ASN (sekretaris dinas) berfoto bersama paslon dan mengikuti silaturahmi dengan paslon 1 kasus. ASN menggunakan atribut ASN dalam mengikuti pleno rekapitulasi verifikasi faktual bakal paslon 1 kasus. Bupati melakukan penggantian pejabat dalam waktu 6 bulan sebelum penetapan paslon 1 kasus,” paparnya.
Abhan mengingatkan bahwa ada beberapa dampak negatif dari pelanggaran netralitas ini. Diantaranya akan sulit dipisahkan kapan ASN bertindak sebagai aparatur negara dan bertindak sebagai masyarakat yang memiliki hak suara dalam pilkada.
“Program pemerintah dapat berubah menjadi instrumen reward and punishment kepada masyarakat. Timbul diskriminasi dalam pelayanan. Misalnya di daerah basis pendukungnya dia, maka pelayananya baik.Timbul simbiosis mutualisme antara ASN dengan partai sehingga pemerintahan tidak terkontrol. Terakhir timbul korupsi, kolusi dan nepotisme,” ujarnya.
(maf)