Disiplin Kunci Atasi Corona
loading...
A
A
A
JAKARTA - Disiplin menjalankan protokol yang telah ditetapkan menjadi kunci mengatasi wabah corona (Covid-19). Dengan demikian, secepat apa pandemi tersebut enyah dari Indonesia bergantung ketaatan semua lapisan masyarakat mengenakan masker, menjaga jarak, dan menjaga kebersihan.
Pentingnya kedisiplinan ini kemarin diingatkan kembali Executive Chairman MNC Group Hary Tanoesoedibjo (HT) dan Presiden Jokowi Widodo (kemarin). Kedisiplinan inilah yang menjadi kunci Hong Kong dan Taiwan mengatasi pandemi yang jumlah positif terjangkit maupun korban meninggalnya terbilang sangat kecil. Adapun Indonesia berharap tren korona bisa turun mulai Mei ini.
HT pun berharap bangsa ini mencontoh keberhasilan tersebut, yakni dengan menerapkan aturan kedisiplinan menjalankan protokol kesehatan dengan ketat. Sebaliknya, terhadap siapa pun yang melanggar harus dikenakan sanksi tegas. “Kunci keberhasilannya adalah pemakaian masker dan physical distancing yang disiplin. Selain itu, menjaga kebersihan melalui penggunaan hand sanitizer,” ujar HT di Jakarta kemarin.
Dengan memegang teguh kedisiplinan, HT melihat kegiatan kantor maupun ritel bisa tetap buka. Namun, sekali lagi, dia menegaskan perlunya mematuhi aturan penggunaan masker, physical distancing, dan menjaga kebersihan dengan hand sanitizer, dan mencuci tangan dengan sabun.
Dia bahkan mengusulkan sarana transportasi umum bisa berjalan dengan catatan hanya bisa menjual tiket 40%-50% dari kapasitas demi penerapan physical distancing. Demikian juga, restoran diusulkan bisa buka dengan memperhatikan kapasitas maksimum 40%-50%. Yang melanggar bisa diberikan sanksi ditutup operasionalnya hingga Covid-19 reda. “Mudik tetap dilarang karena tidak mudah melakukan monitoring di daerah,” katanya.
HT lantas menuturkan, dengan kedisiplinan tersebut, dampak ekonomi Covid-19 bisa lebih murah dibandingkan dengan negara yang menerapkan lockdown. Dia menyebut, negara yang menerapkan lockdown aktivitas perekonomiannya menjadi lesu, banyak terjadi pemutusan hubungan kerja, dan non-performing loan-nya meningkat tajam. Kondisi yang terjadi pun membahayakan ekonomi nasional.
Presiden Jokowi menegaskan pemerintah terus berupaya keras agar puncak pandemi Covid-19 akan segera menurun. Selama wabah masih terus ada, Jokowi meminta seluruh masyarakat untuk tetap disiplin mematuhi protokol kesehatan. “Artinya, sampai ditemukannya vaksin yang efektif, kita harus hidup berdamai dengan Covid-19 untuk beberapa waktu ke depan,” katanya di Istana Merdeka, Jakarta, dalam video yang diunggah Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden kemarin.
Menurut dia, beberapa ahli menyebut ada kemungkinan kasus pasien positif Covid-19 menurun angkanya. Tetapi, ketika kasusnya sudah turun, bukan berarti kasusnya langsung landai atau langsung nol, melainkan masih bisa fluktuatif. “Ada kemungkinan masih bisa naik lagi atau turun lagi, naik sedikit lagi, dan turun lagi, dan seterusnya,” ungkap Jokowi.
Walaupun pemerintah telah menetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), mantan Wali Kota Solo itu mempersilakan masyarakat beraktivitas secara terbatas. Namun, sekali lagi, dia mengingatkan agar tetap disiplin dalam mematuhi protokol kesehatan. “Semua ini membutuhkan kedisiplinan kita semuanya, kedisiplinan warga, serta peran aparat yang bekerja secara tepat dan terukur,” katanya.
Jokowi lantas menuturkan bahwa Indonesia beruntung sejak awal memilih kebijakan PSBB, bukan lockdown atau karantina wilayah. Pasalnya, PSBB hanya bersifat membatasi kegiatan di tempat-tempat umum dan fasilitas umum dalam bentuk pembatasan jumlah orang dan pengaturan jarak antar orang. “Artinya, dengan PSBB, masyarakat masih bisa beraktivitas, tapi memang dibatasi. Masyarakat juga harus membatasi diri, tidak boleh berkumpul dalam skala besar,” ucapnya.
Di sisi lain dia mengakui saat ini masih ditemukan masyarakat yang berkerumun dan tidak disiplin menggunakan masker. Dia berharap bukan hanya aparat yang mengingatkan untuk disiplin, tapi masyarakat juga bisa secara sadar mendisiplinkan diri.
Sebelumnya Jokowi berharap pada Mei ini kurva kasus positif korona di Indonesia menurun. Selanjutnya pada Juni masuk pada posisi sedang dan pada Juli bisa masuk posisi ringan. Dia optimistis harapan tersebut bisa terwujud jika semua elemen bangsa bersatu bersama-sama mengatasi corona.
Seperti diketahui, virus corona menyebar luas ke seluruh negara di dunia. Dengan tingkat penyebaran yang beraneka ragam, setiap negara memiliki kebijakan yang berbeda-beda dalam menangani dan menghadapi virus mematikan tersebut. Namun, semuanya sepakat: mencegah lebih baik daripada mengobati.
China yang menjadi pusat wabah Covid-19 juga bergerak agresif dan efektif. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bahkan memuji China sebagai negara dengan respons tercepat dan terbaik di sepanjang sejarah penyakit menular. Kelebihan China ialah pemerintah dan masyarakatnya kompak menangani virus itu.
Sejak Covid-19 mewabah di Kota Wuhan, Provinsi Hubei pada Januari lalu, Pemerintah China langsung mengisolasi kawasan berpenduduk 60 juta jiwa itu dari provinsi lainnya. Tidak ada seorang pun yang boleh masuk atau keluar. Uniknya, masyarakat setempat sangat taat terhadap pemimpin mereka walau ketakutan.
Di saat masyarakat mengurung diri di rumah, petugas menggalakkan sterilisasi di tempat umum, memeriksa kesehatan warga, dan merazia truk pengangkut hewan liar. Pasien yang terinfeksi Covid-19 akan diprioritaskan di rumah sakit (RS), sedangkan mereka yang mengalami gejala demam dikarantina di tempat lain.
Kesigapan China dalam menangani Covid-19 tidak terlepas dari pengalaman mereka setelah diserang virus corona SARS pada 2003. Saat itu China tidak transparan dan kalang kabut. Selain sistemnya amburadul dan banyak korban yang tewas karena kebingungan, dampak ekonomi pascawabah sangat memilukan.
Korea Selatan, Jepang, Taiwan, Hong Kong, dan Singapura tidak bergerak seagresif China dalam menangani Covid-19, tapi mereka banyak belajar dari Negeri Tirai Bambu. Kunci kesuksesan mencegah dan mengendalikan virus itu terletak pada manajemen masyarakat, pemeriksaan kesehatan, dan aturan karantina.
Kebijakan yang tepat dan efektif membantu mereka memperlambat laju penularan Covid-19. Sebaliknya, di negara Barat, situasinya kian memburuk. “Di China, warga akan tinggal di rumah jika diimbau demikian, tapi di negara demokratis, hal itu tidak mudah,” kata ahli penyakit menular Chang Shan-chwen.
Direktur Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Taiwan Profesor Su Ih-jen juga bersyukur Taiwan berhasil menghindari wabah Covid-19. Masyarakat tidak mudah panik dan menaati perintah dari lembaga kesehatan. Saat ini Taiwan hanya melaporkan 59 pasien positif Covid-19, satu di antaranya telah tewas.
Korea Selatan yang terdampak terburuk kedua di Asia setelah China meyakini pemeriksaan seluas-luasnya menjadi kunci utama dalam menangani Covid-19. Selain meliburkan sekolah, pemerintah Korea Selatan juga menerjunkan ribuan petugas untuk memeriksa kesehatan warga, tak terkecuali yang berada di jalan raya.
Pemerintah Korea Selatan bahkan melakukan komunikasi secara terbuka. Pemerintah Korea Selatan hanya menyebarkan informasi resmi terkait Covid-19 melalui aplikasi smartphone dan media massa, sedikitnya dua kali dalam sehari. Masyarakat diberi tahu titik penularan dan selalu diminta waspada, tapi tidak berlebihan. (Dita Angga/Muh Shamil)
Pentingnya kedisiplinan ini kemarin diingatkan kembali Executive Chairman MNC Group Hary Tanoesoedibjo (HT) dan Presiden Jokowi Widodo (kemarin). Kedisiplinan inilah yang menjadi kunci Hong Kong dan Taiwan mengatasi pandemi yang jumlah positif terjangkit maupun korban meninggalnya terbilang sangat kecil. Adapun Indonesia berharap tren korona bisa turun mulai Mei ini.
HT pun berharap bangsa ini mencontoh keberhasilan tersebut, yakni dengan menerapkan aturan kedisiplinan menjalankan protokol kesehatan dengan ketat. Sebaliknya, terhadap siapa pun yang melanggar harus dikenakan sanksi tegas. “Kunci keberhasilannya adalah pemakaian masker dan physical distancing yang disiplin. Selain itu, menjaga kebersihan melalui penggunaan hand sanitizer,” ujar HT di Jakarta kemarin.
Dengan memegang teguh kedisiplinan, HT melihat kegiatan kantor maupun ritel bisa tetap buka. Namun, sekali lagi, dia menegaskan perlunya mematuhi aturan penggunaan masker, physical distancing, dan menjaga kebersihan dengan hand sanitizer, dan mencuci tangan dengan sabun.
Dia bahkan mengusulkan sarana transportasi umum bisa berjalan dengan catatan hanya bisa menjual tiket 40%-50% dari kapasitas demi penerapan physical distancing. Demikian juga, restoran diusulkan bisa buka dengan memperhatikan kapasitas maksimum 40%-50%. Yang melanggar bisa diberikan sanksi ditutup operasionalnya hingga Covid-19 reda. “Mudik tetap dilarang karena tidak mudah melakukan monitoring di daerah,” katanya.
HT lantas menuturkan, dengan kedisiplinan tersebut, dampak ekonomi Covid-19 bisa lebih murah dibandingkan dengan negara yang menerapkan lockdown. Dia menyebut, negara yang menerapkan lockdown aktivitas perekonomiannya menjadi lesu, banyak terjadi pemutusan hubungan kerja, dan non-performing loan-nya meningkat tajam. Kondisi yang terjadi pun membahayakan ekonomi nasional.
Presiden Jokowi menegaskan pemerintah terus berupaya keras agar puncak pandemi Covid-19 akan segera menurun. Selama wabah masih terus ada, Jokowi meminta seluruh masyarakat untuk tetap disiplin mematuhi protokol kesehatan. “Artinya, sampai ditemukannya vaksin yang efektif, kita harus hidup berdamai dengan Covid-19 untuk beberapa waktu ke depan,” katanya di Istana Merdeka, Jakarta, dalam video yang diunggah Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden kemarin.
Menurut dia, beberapa ahli menyebut ada kemungkinan kasus pasien positif Covid-19 menurun angkanya. Tetapi, ketika kasusnya sudah turun, bukan berarti kasusnya langsung landai atau langsung nol, melainkan masih bisa fluktuatif. “Ada kemungkinan masih bisa naik lagi atau turun lagi, naik sedikit lagi, dan turun lagi, dan seterusnya,” ungkap Jokowi.
Walaupun pemerintah telah menetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), mantan Wali Kota Solo itu mempersilakan masyarakat beraktivitas secara terbatas. Namun, sekali lagi, dia mengingatkan agar tetap disiplin dalam mematuhi protokol kesehatan. “Semua ini membutuhkan kedisiplinan kita semuanya, kedisiplinan warga, serta peran aparat yang bekerja secara tepat dan terukur,” katanya.
Jokowi lantas menuturkan bahwa Indonesia beruntung sejak awal memilih kebijakan PSBB, bukan lockdown atau karantina wilayah. Pasalnya, PSBB hanya bersifat membatasi kegiatan di tempat-tempat umum dan fasilitas umum dalam bentuk pembatasan jumlah orang dan pengaturan jarak antar orang. “Artinya, dengan PSBB, masyarakat masih bisa beraktivitas, tapi memang dibatasi. Masyarakat juga harus membatasi diri, tidak boleh berkumpul dalam skala besar,” ucapnya.
Di sisi lain dia mengakui saat ini masih ditemukan masyarakat yang berkerumun dan tidak disiplin menggunakan masker. Dia berharap bukan hanya aparat yang mengingatkan untuk disiplin, tapi masyarakat juga bisa secara sadar mendisiplinkan diri.
Sebelumnya Jokowi berharap pada Mei ini kurva kasus positif korona di Indonesia menurun. Selanjutnya pada Juni masuk pada posisi sedang dan pada Juli bisa masuk posisi ringan. Dia optimistis harapan tersebut bisa terwujud jika semua elemen bangsa bersatu bersama-sama mengatasi corona.
Seperti diketahui, virus corona menyebar luas ke seluruh negara di dunia. Dengan tingkat penyebaran yang beraneka ragam, setiap negara memiliki kebijakan yang berbeda-beda dalam menangani dan menghadapi virus mematikan tersebut. Namun, semuanya sepakat: mencegah lebih baik daripada mengobati.
China yang menjadi pusat wabah Covid-19 juga bergerak agresif dan efektif. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bahkan memuji China sebagai negara dengan respons tercepat dan terbaik di sepanjang sejarah penyakit menular. Kelebihan China ialah pemerintah dan masyarakatnya kompak menangani virus itu.
Sejak Covid-19 mewabah di Kota Wuhan, Provinsi Hubei pada Januari lalu, Pemerintah China langsung mengisolasi kawasan berpenduduk 60 juta jiwa itu dari provinsi lainnya. Tidak ada seorang pun yang boleh masuk atau keluar. Uniknya, masyarakat setempat sangat taat terhadap pemimpin mereka walau ketakutan.
Di saat masyarakat mengurung diri di rumah, petugas menggalakkan sterilisasi di tempat umum, memeriksa kesehatan warga, dan merazia truk pengangkut hewan liar. Pasien yang terinfeksi Covid-19 akan diprioritaskan di rumah sakit (RS), sedangkan mereka yang mengalami gejala demam dikarantina di tempat lain.
Kesigapan China dalam menangani Covid-19 tidak terlepas dari pengalaman mereka setelah diserang virus corona SARS pada 2003. Saat itu China tidak transparan dan kalang kabut. Selain sistemnya amburadul dan banyak korban yang tewas karena kebingungan, dampak ekonomi pascawabah sangat memilukan.
Korea Selatan, Jepang, Taiwan, Hong Kong, dan Singapura tidak bergerak seagresif China dalam menangani Covid-19, tapi mereka banyak belajar dari Negeri Tirai Bambu. Kunci kesuksesan mencegah dan mengendalikan virus itu terletak pada manajemen masyarakat, pemeriksaan kesehatan, dan aturan karantina.
Kebijakan yang tepat dan efektif membantu mereka memperlambat laju penularan Covid-19. Sebaliknya, di negara Barat, situasinya kian memburuk. “Di China, warga akan tinggal di rumah jika diimbau demikian, tapi di negara demokratis, hal itu tidak mudah,” kata ahli penyakit menular Chang Shan-chwen.
Direktur Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Taiwan Profesor Su Ih-jen juga bersyukur Taiwan berhasil menghindari wabah Covid-19. Masyarakat tidak mudah panik dan menaati perintah dari lembaga kesehatan. Saat ini Taiwan hanya melaporkan 59 pasien positif Covid-19, satu di antaranya telah tewas.
Korea Selatan yang terdampak terburuk kedua di Asia setelah China meyakini pemeriksaan seluas-luasnya menjadi kunci utama dalam menangani Covid-19. Selain meliburkan sekolah, pemerintah Korea Selatan juga menerjunkan ribuan petugas untuk memeriksa kesehatan warga, tak terkecuali yang berada di jalan raya.
Pemerintah Korea Selatan bahkan melakukan komunikasi secara terbuka. Pemerintah Korea Selatan hanya menyebarkan informasi resmi terkait Covid-19 melalui aplikasi smartphone dan media massa, sedikitnya dua kali dalam sehari. Masyarakat diberi tahu titik penularan dan selalu diminta waspada, tapi tidak berlebihan. (Dita Angga/Muh Shamil)
(ysw)