UU Ciptaker: Sederhanakan dan Percepat Penyelenggaraan Penataan Ruang

Minggu, 25 Oktober 2020 - 07:46 WIB
loading...
UU Ciptaker: Sederhanakan dan Percepat Penyelenggaraan Penataan Ruang
Achyar Al Rasyid, Co-Founder Sustainable Urban Development Indonesia, kandidat PhD Urban Planning Tianjin University, Tiongkok. Foto/Istimewa
A A A
JAKARTA - ACHYAR AL RASYID
Co-Founder Sustainable Urban Development Indonesia (SURBAND.ID), Kandidat PhD Urban Planning Tianjin University, Tiongkok

UNDANG-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) telah ditetapkan pada tanggal 6 Oktober 2020. Sebagai penerus Bangsa Indonesia pada masa depan, mari para mahasiswa, pemuda, dan para akademisi selalu bertindak produktif, konstruktif, dan memiliki visi besar ke depan dengan cara mengawal dan memberi masukan-masukan yang baik bagi Peraturan Pemerintah (PP) yang akan dihasilkan dari turunan UU Ciptaker ini.

Bukan side-back ke belakang dengan bersikeras agar UU ini dibatalkan, karena sesungguhnya UU Ciptaker ini memiliki kandungan nilai-nilai yang baik dengan tujuan menyederhanakan sesuatu yang rumit yang dapat memberikan hambatan dalam proses investasi dan pembukaan lapangan kerja baru.

Curtis, Virginia (1969) dalam tulisan yang berjudul Planning-Programming- Budgeting Systems mengatakan bahwa perencanaan akan membuat investasi publik lebih efektif dan efisien dengan mengurangi duplikasi, tumpang tindih, pekerjaan umum yang bertentangan, dan ketentuan yang tidak tepat waktu.

Hal ini menunjukkan bahwa esensi dari perencanaan adalah meluruskan, mempersingkat, menyederhanakan, dan mempercepat dengan output yang ingin dicapai adalah investasi publik yang efektif dan efisien. UU Ciptaker ini memangkas birokrasi kegiatan pemanfaatan ruang dari berbasis izin pemanfaatan ruang menjadi berbasis kesesuaian kegiatan pemaanfaatan ruang.

Sebagai tindak lanjut setelahnya, perlu disiapkan revisi regulasi turunan. Terdapat tujuh poin inti yang dihasilkan dari UU Ciptaker mengenai Rencana Tata Ruang (RTR) yang nantinya poin-poin inti ini akan dibahas secara lebih teknis pada PP Nomor 15/2010, yaitu pertama, percepatan penyelesaian produk RTR, kedua integrasi RTR. Ketiga, penetapan proporsi luas hutan sesuai kondisi wilayah.

Keempat, pengaturan penetapan sanksi administrasi. Kelima, keterlibatan DPRD dalam penyusunan produk RTR. Keenam, validasi kajian lingkungan hidup strategis (KLHS). Ketujuh yang terakhir adalah pengaturan kelembagaan forum/komite untuk penyelenggaraan Penataan Ruang.

Dalam tulisan ini, akan diulas dua poin dari tujuh poin tersebut, yaitu mengenai percepatan penyelesaian produk RTR dan integrasi RTR.

Poin pertama, mengenai percepatan penyelesaian produk RTR, terdapat empat langkah dalam upaya mewujudkan itu yang tertera dalam UU Ciptaker, yaitu penyederhanaan produk RTR, pemberian bantuan teknis dan bimbingan teknis, pemenuhan peta dasar untuk rencana tata ruang wilayah/rencana detail tata ruang (RTRW/RDTR), dan penetapan RTR.

Dalam proses penyederhanaan produk RTR yang tertera pada Pasal 15 ayat 3 UU Ciptaker; Pasal 17 (poin 3) UU Ciptaker: Pasal 6 Ayat 2, 3, 4 UU Nomor 26/2007 UU Ciptaker menghilangkan istilah-istilah turunan dan non-substantif dalam UU 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, istilah-istilah yang dihilangkan adalah rencana tata ruang kawasan strategis provinsi (RTR KSP), dan rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten/kota (RTR KS kab/kota), rencana tata ruang kawasan megapolitan (RTR kawasan metropolitan), rencana tata ruang kawasan perdesaan (RTR kawasan perdesaan); rencana tata ruang kawasan agropolitan (RTR kawasan agropolitan).

Ada dua tujuan mengapa istilah-istilah turunan dan non-substantif ini dihapus, yaitu pertama agar pemerintah daerah (pemda) menyelesaikan hal yang pokok untuk diselesaikan terlebih dahulu, yaitu RDTR. Sejak UU Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang disahkan, masih banyak pemda dan DPRD belum melegalisasikan hal pokok, yaitu RDTR.

Namun, dalam UU Ciptaker disebutkan istilah tersebut dihilangkan namun tidak menghapus penataan ruangnya. Penataan ruang dalam konteks istilah turunan yang dihilangkan tersebut tetap ada namun seluruhnya dimasukkan kedalam RDTR. Kedua, penghapusan RTR kawasan strategis (KS) provinsi dan kabupaten/kota adalah dimaksudkan untuk menghindari tumpang tindih antar produk RTR. Dengan demikian, ke depan hanya mengenal satu bentuk rencana umum sesuai hierarki, yaitu nasional, provinsi dan kabupaten/kota) dan 2 rencana RTR, yaitu kawasan strategis nasional (KSN) dan RDTR.

Selanjutnya dalam proses pemberian bantuan teknis dan bimbingan teknis, pada Pasal 17 (poin 4) UU Ciptaker: Pasal 8 Ayat 1 huruf b dan c UU 26/2007, Sebagai upaya percepatan penyelesaian RTR, pemerintah pusat memberikan bantuan teknis dan bimbingan teknis kepada pemda. Bantuan teknis merupakan bantuan dari pemerintah pusat (berupa anggaran, tenaga ahli perencana dan geographic information system (GIS)) kepada pemda untuk menyusun RTR.

Bimbingan teknis merupakan proses pembinaan kepada pemerintah daerah dalam menyusun tata ruang melalui sosialisasi, klinik, pendampingan dan asistensi/konsultansi, sehingga bunyi pasal ini akan memastikan adanya bantuan dari pemerintah pusat sebagai wujud perhatian kepada pemda dalam penyusunan RTR.

Sebagai tambahan, hal ini penting sebagai wujud Pemerintah Pusat dalam memback-up kapasitas sumer daya manusia (SDM) di daerah sehingga akan ada knowledge transfer dari SDM pemerintah pusat kepada SDM di pemda.

Kemudian dalam proses pemenuhan peta dasar untuk RTRW/RDTR, Pasal 17 (poin 9) UU Ciptaker: Pasal 14 A Ayat 4 UU 26/2007, untuk percepatan pemenuhan peta dasar dalam penyusunan RDTR, dapat mempergunakan peta dasar lainnya dengan ketelitian detail informasi sesuai dengan skala perencanaan RTR, jika peta rupa bumi Indonesia (RBI) tidak tersedia.

Terakhir dalam proses penetapan RTR, pada Pasal 17 UU Ciptaker: Pasal 18 Ayat 3, Pasal 23 Ayat 7, 8, 9, Pasal 26 Ayat 8, 9, 10 UU 26/2007. Terdapat dua terobosan, yaitu pertama, terobosan penetapan RDTR kabupaten/kota dari peraturan daerah (perda) ke peraturan kepala daerah/bupati/wali kota. Kedua, untuk mempercepat penetapan RTR, diatur mengenai kewenangan penetapan RTR oleh pemerintah pusat, hal ini dapat dilakukan jika pemda tidak melegalisasi RTR tepat waktu pasca persetujuan substansi. Dengan UU Ciptaker ini, penetapan RTR dapat dipastikan akan terwujud paling lambat maksimal empat bulan setelah persetujuan substansi.

Ada hak prerogatif pemerintah pusat di sini yang secara otomatis dapat menetapkan RTR jika Pemerintah Daerah, dalam hal ini Kepala Daerah tidak melegalisasi RTR secara tepat waktu. Sehingga secara durasi waktu, penetapan RTR lebih memiliki kepastian.

Upaya percepatan penyelesaian produk RTR dari hasil UU Ciptaker ini menjadi solusi tepat dari permasalahan lambatnya pemerintah daerah dalam menyusun dan menetapkan RTR, khususnya RDTR.

Pemda, yaitu pemerintah provinsi, kota, dan kabupaten menurut UU 26/2007 Tentang Penataan Ruang, diwajibkan menyusun RTRW dan RDTR untuk dapat memetakan peruntukan lokasi pada bentangan wilayahnya. Sehingga pemerintah provinsi, kota, dan kabupaten memiliki peta spasial peruntukkan bagi lokasi-lokasi di wilayah tersebut.

Namun secara fakta, menurut data dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR-BPN) menunjukkan bahwa per Maret 2020 Indonesia saat ini baru memiliki 55 RDTR yang telah disahkan menjadi perda. Padahal, jumlah RDTR di seluruh Tanah Air bisa mencapai lebih dari 2.000. Lalu sebagai data tambahan, data dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pun menyampaikan pada bulan Juli 2020, bahwa baru 62 kota/kabupaten yang sudah memiliki perda RDTR. Padahal pembangunan harus dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Kata lain, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) haru menyesuaikan dengan RTR.

Dari kedua keterangan di atas, jumlah ini sangat sedikit pencapaiannya jika dibandingkan dengan total jumlah kota dan kabupaten di Indonesia sebanyak 514 kabupaten dan kota, dengan prediksi jumlah RDTR seharusnya mencapai lebih dari 2000 RDTR. Sehingga dengan adanya UU Ciptaker ini, proses penyusunan produk RTR dapat berjalan dengan jauh lebih cepat.

Poin kedua, mengenai Integrasi RTR. Tujuan mengintegrasikan RTR ini adalah untuk memberikan kepastian hukum dalam berinvestasi maka seluruh rencana pemanfaatan ruang perlu diintegrasikan menjadi satu dalam rencana tata ruang (agar tidak terjadi tumpang tindih pengaturan pemanfaatan ruang).

Dalam UU Ciptaker diatur bagaimana penataan ruang wilayah nasional meliputi ruang wilayah yurisdiksi dan wilayah kedaulatan nasional yang mencakup ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang dalam bumi.

Selain itu aturan ini akan mengintegrasikan pengaturan ruang kawasan hutan lindung dan hutan produksi terbatas, kawasan permukiman perkotaan, kawasan industri, kawasan perkebunan, dan rencana zonasi wilayah perairan.

Dengan demikian, ke depan seluruh produk RTR harus terintegrasi termasuk dengan pengaturan penataan ruang pesisir dan perairan, pengaturan penataan ruang kehutanan, dan pengaturan penataan ruang berdasar hierarki penataan ruang.

Ke depan perencanaan ruang menuju One spatial planning policy(satu kebijakan rencana tata ruang) yang mengintegrasikan seluruh pengaturan ruang sektoral ke dalam 1 produk hukum RTR. Kebijakan satu peta juga terintegrasi dengan layanan online single submission (OSS).

Investor yang akan mengajukan izin usaha dapat memilih lokasi investasi berdasarkan peta rencana tata ruang wilayah (RTRW) atau rencana detail tata ruang (RDTR) di suatu daerah. Lokasi yang tersedia mengacu pemetaan daerah prioritas investasi yang dirumuskan pemerintah. Sehingga jelas kebijakan ini nanti akan memangkas waktu penyediaan data dari pemerintah bagi masyarakat yang menbutuhkan pelayanan.

Dari sini dapat terlihat salah satu semangat, niat, dan tujuan baik dari UU Ciptaker khususnya dalam hal RTR, yaitu untuk menyederhanakan, mempercepat, dan mengintegrasikan proses penyusunan RTR agar proses setelahnya yang berkaitan dan berhubungan dengan RTR, salah satunya adalah investasi dapat terealisasikan secara cepat, deras, dan optimal sehingga dapat memberikan manfaat yaitu terbukanya banyak lapangan kerja baru bagi masyarakat Indonesia. Sehingga mari bersama-sama segenap anak bangsa untuk mengalihkan energinya dalam hal terus memberikan masukan bagi Pemerintah Pusat dalam menyusun PP turunan dari UU Ciptaker ini.
(dam)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1975 seconds (0.1#10.140)