Seperti ini, Big Data Bisa Dongkrak Efisiensi BPJS Kesehatan

Kamis, 22 Oktober 2020 - 20:36 WIB
loading...
A A A
Mundiharno, Direktur Perencanaan, Pengembangan, dan Manajemen Risiko BPJS Kesehatan mengungkapkan hingga Maret 2020, pihaknya telah memiliki 37,58 miliar yang berasal dari pengelolaan Program JKN-KIS. Selama enam tahun ini, data tersebut sudah berbiak dengan cepat. Sebagai perbandingkan pada 2014 BPJS Kesehatan baru memiliki 1,29 miliar data.

Jadi data sample dan big data analysis, yang dimiliki BPJS Kesehatan sangat besar. Terdiri dari ratusan juta observasi, milyaran records dan ratusan variable. Data tersebut sangat kaya dan perlu dimanfaat secara optimal baik untuk kepentingan pengambilan keputusan internal manajemen. “Maupun sebagai dasar dalam pengembangan kebijakan makro JKN-KIS, kata Mundiharno.

Di dalam data tersebut, juga merekam data kepesertaan JKN-KIS yang pada akhir tahun lalu berjumlah 224,1 juta orang. Dalam data yang dimiliki BPJS Kesehatan itu terdiri dari Data Kepesertaan, ada 117 variabel dengan 268 juta data observasi. Lalu Data Layanan Primer, ada 119 variabel dengan 756 juta data observasi. Serta Data Pelayanan Rujukan, yang terdiri dari 128 variabel dan 434 juta data observasi.

Dalam Data Kepersertaan itu terdapat data Jenis Peserta, Golongan, Alamat, serta Pusat Pelayanan Kesehatan (PPK) yang dapat digunakan peserta. Data yang terekam dalam Layanan Primer, berupa Data Kunjungan, Data Pendaftaran dan Data Tindakan Dokter. Sementara pada Data Pelayanan Rujukan berisi data Surat Elijibilitas Peserta (SEP), Prsedur, Nomer Formulir Pengajuan Klaim, Verifikasi, serta data Diagnosa.

Hasbullah Thabrany mengatakan data-data seperti yang tersaji dalam Buku Statistik JKN 2014-2018, memang harus menjadi rujukan dalam pengelolaan JKN-KIS ke depan. Data itu tersaji dalam setiap provinsi. Sehingga bisa dianalisa, di provinsi tertentu berapa besar klaimnya. Bisa dibandingkannya dengan jumlah peserta BPJS Kesehatan, yang ada di provinsi tersebut. Kelengkapan fasilitas kesehatan yang dimiliki. Kecendrungan jenis penyakit yang diderita penduduk, dan sebagainya.

Dari data tersebut juga bisa digunakan untuk mengukur sejauh mana metode pengobatan yang dilakukan dapat membuat pasien sembuh. “Kita juga bisa melihat seberapa banyak sebenarnya pengobatan cuci darah dapat mempertahankan kelangsungan hidup pasien gagal ginjal, “ujar Hasbullah. Data-data seperti ini sangat diperlukan untuk merencankan dan mengestimasi pegeluaran BPJS Kesehatan, agar penyalit animea yang kini diderita badan ini bisa disembuhkan.
Baca juga: Kelas Perawatan Standar, Upaya Mengobati Animea di BPJS Kesehatan.

Hal yang sama juga disampaikan oleh Asih Eka Putri, angota Dewan Jaminan Kesehatan Nasional. Menurutnya melalui big data, dapat diketahui secara rinci, mengenai jenis penyakit yang didiagnosis yang diklaim ke BPJS dalam satu tahun.

Ini jadi sumber informasi penting dalam perencanaan Pemerintah, Pemda, maupun pihak swasta dalam penyediaan jenis-jenis layanan kesehatan khusus yang dibutuhkan sesuai pertumbuhan prevalensi suatu penyakit. “Sesunguhnya data penyakit menjadi sumber informasi penting dalam perencanaan obat, alat medis, sarana dan tenaga kesehatan,”ujar Asih Eka Putri yang juga berprofesi sebagai dokter ini.
(eko)
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1733 seconds (0.1#10.140)