Gubernur Lemhanas Bicara Omnibus Law dan Aksi Demonstrasi

Rabu, 21 Oktober 2020 - 14:29 WIB
loading...
Gubernur Lemhanas Bicara...
Gubernur Lemhanas, Letjen (Purn) Agus Widjojo ikut berpendapat tentang UU Cipta Kerja atau Omnibus Law termasuk penolakan sejumlah elemen masyarakat terhadap UU itu yang memunculkan aksi demonstrasi. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional ( Lemhanas ), Letjen (Purn) Agus Widjojo ikut berpendapat tentang Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja atau Omnibus Law yang telah disahkan DPR menjadi undang-undang (UU), termasuk penolakan sejumlah elemen masyarakat terhadap UU itu yang memunculkan aksi demonstrasi.

Agus mengaku siapa pun yang ditempatkan dan menduduki jabatan publik serta membawa aspirasi rakyat tak ingin mengorbankan rakyat, baik DPR maupun pemerintah yang ada saat ini. (Baca juga: Gaji Engga Naik Tahun Depan, Buruh Ancam Demo Besar Melebihi Tolak UU Cipta Kerja)

"Tentu prosedur mekanismenya tentang siapa didudukkan dan menempati posisi yang ada, itu ada ya, pemilu, pilkada, pilpres tetapi itu semuanya adalah diabdikan untuk membawa rakyat Indonesia menuju tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi dan menjamin keamanan untuk rakyat indonesia. Jadi itu dulu yang dipegang," ujar Agus usai Webinar 'Jakarta Geopolitical Forum IV' di MNC Tower, Jakarta, Rabu (21/10/2020).

Agus menuturkan sementara dalam mewakili aspirasi rakyat itu ada anatomi dan urutan-urutannya. Yakni ada partai politik melalui mekanisme dan prosedur yang diatur. Namun, di sisi lain ada pihak yang disebut pengkritis kebijakan Omnibus Law ini. Agus melihat, keduanya sebagai saluran demokrasi yang disediakan negara.

"Nah kalau saya bicara ketahanan nasional, maka sebetulnya kalau kita mengklaim di dalam sebuah demokrasi bisa saja kita boleh beda pendapat, tetapi perbedaan pendapat itu akan dicarikan jalan keluar, perbedaan apalagi itu (perbedaan) politik," jelasnya.

Untuk itu perbedaan pendapat, menurutnya kembali kepada konsensus berbangsa dan bernegara. Sebaliknya, jika perbedaan pendapat itu direfleksikan dengan cara-cara yang keluar dari konsensus bersama maka hal tersebut dapat dicurigai sebagai niat yang tidak baik dalam tujun berbangsa dan bernegara. (Baca juga: UU Cipta Kerja Dinilai Punya Sisi Positif untuk Petani)

"Dan saya melihat perbedaan-perbedaan itu satu tanda suksesnya usaha bangsa ini. Ingat demokrasi itu bukan hanya sekadar tentang hak, tetapi kewajiban kita untuk patuh kepada ketentuan-ketentuan yang mengikat bagi semua warga negara, yang saya maksudkan konsensus dasar kebangsaan tersebut," tandasnya.
(kri)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1342 seconds (0.1#10.140)