Uji Fase Tiga Vaksin Covid-19

Rabu, 21 Oktober 2020 - 05:59 WIB
loading...
Uji Fase Tiga Vaksin Covid-19
Tjandra Yoga Aditama
A A A
Tjandra Yoga Aditama
Guru Besar Paru FKUI, Mantan Direktur WHO SEARO, Mantan Dirjen P2P & Ka Balitbangkes


HARI-HARI belakangan ini banyak sekali dibicarakan tentang vaksin Covid-19 dan kemungkinan kapan akan tersedia. Juga tampaknya telah dilakukan komunikasi dengan berbagai pihak di berbagai negara agar Indonesia akan mendapat vaksin Covid-19 kalau nanti sudah tersedia. Kita tahu bersama bahwa Bandung juga berpartisipasi dalam salah satu uji klinik fase tiga salah satu kandidat vaksin Covid-19. Sebaiknya kita mengenal lebih dalam tentang uji klinik fase tiga ini sehingga pemahaman masyarakat dapat lebih tepat dan utuh.

10 Kandidat Vaksin
Upaya menemukan vaksin Covid-19 sebenarnya sudah mulai berproses pada awal Januari 2020 dengan mengidentifikasi genome virus SARS-CoV-2 yang menyebabkan penyakit Covid-19. Lalu proses berjalan terus dan uji keamanan pada manusia sudah dimulai pada Maret 2020. Ada cukup banyak mekanisme yang dipakai untuk membuat vaksin. Masing-masing kandidat dapat menggunakan cara yang berbeda-beda satu dengan lainnya, ada berbagai pertimbangan ilmiah dalam pemilihan mekanisme ini. Nanti negara yang akan menggunakan vaksin dapat memilih mana yang akan dipakai. Setidaknya ada delapan mekanisme yang sering dipakai dalam pembuatan vaksin, yaitu virus yang dilemahkan, virus yang di-inaktifkan, replikasi viral vektor, nonreplikasi viral vektor, vaksin DNA, vaksin RNA, subunit protein dan partikel menyerupai virus.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengeluarkan data “Draft landscape of Covid-19 candidate vaccines” yang selalu diperbarui dari waktu ke waktu dan data terakhir ada hampir 200 kandidat vaksin Covid-19 sekarang ini, dalam berbagai tahap penelitiannya. Dalam lamannya WHO jelas menyebutkan bahwa data ini adalah untuk informasi semata, bukan berarti suatu bentuk persetujuan atau endorsement dari WHO. Jadi, daftar ini bukan vaksin produksi WHO, dan nantinya akan ada proses lagi untuk semacam persetujuan penilaian dari WHO kalau semua data sudah terkumpul lengkap.

Data per 15 Oktober 2020 “Draft landscape of Covid-19 candidate vaccines” menunjukkan bahwa ada 156 kandidat vaksin yang dalam taraf uji preklinik, jadi utamanya masih di laboratorium dan hewan coba, serta 42 vaksin yang sudah dalam tahap uji klinik di manusia, 10 di antaranya sudah pada fase tiga. Kalau kandidat vaksin berhasil pada uji klinik fase tiga ini, maka vaksin itu akan mampu menstimulasi sistem imun orang yang disuntiknya untuk memproduksi antibodi terhadap virus.

Ke-10 kandidat vaksin yang sedang menjalani uji klinik fase tiga sekarang ini adalah University of Oxford/AstraZeneca – dengan mekanisme nonreplikasi viral vektor, diberikan dalam 1 dosis, lalu CanSino Biological Inc/Beijing Institute of Biotechnology - dengan mekanisme nonreplikasi viral vektor, diberikan dalam 1 dosis dan Gamaleya Research Institute -- dengan mekanisme nonreplikasi viral vektor, Jansen Pharmaceutical Companies--dengan mekanisme nonreplikasi viral vektor, diberikan dalam 2 dosis pada hari ke-0 dan ke-56.

Selain itu, Sinovac–dengan mekanisme virus yang di-inaktifkan, diberikan dalam 2 dosis pada hari ke-0 dan ke-14, lalu Wuhan Institute of Biological Products/Sinopharm--dengan mekanisme virus yang di-inaktifkan, diberikan dalam 2 dosis pada hari ke-0 dan ke-21, dan Beijing Institute of Biological Products/Sinopharm--dengan mekanisme virus yang di-inaktifkan, diberikan dalam 2 dosis pada hari ke-0 dan ke-21.

Berikutnya, Moderna/NIAID–dengan mekanisme vaksin RNA, diberikan dalam 2 dosis pada hari ke-0 dan ke-28, lalu BioNTech/Fosun Pharma/Pfizer–dengan mekanisme virus RNA, diberikan dalam 2 dosis pada hari ke-0 dan ke-28, dan Novavax – dengan mekanisme subunit protein, diberikan dalam 2 dosis pada hari ke-0 dan ke-28.

Dari berita di media massa kita membaca bahwa pemerintah sedang dan sudah melakukan komunikasi dengan setidaknya sebagian dari 10 kandidat vaksin tersebut untuk kemungkinan digunakan di Indonesia.

Pada uji klinik fase tiga ini para peneliti akan menyuntikkan kandidat vaksin pada ribuan orang relawan dan dapat juga dilakukan di beberapa negara sekaligus. Sebagian relawan akan mendapat suntikan plasebo, jadi bukan vaksin. Lalu para peneliti akan membandingkan berapa orang yang dapat proteksi dari mereka yang disuntik vaksin dan dibandingkan dengan berapa yang juga dapat proteksi pada mereka yang dapat plasebo saja. Kalau hasilnya menunjukkan proteksi 100%, maka artinya semua yang disuntik kandidat vaksin akan terlindungi dari kemungkinan sakit Covid-19, tapi tentu dapat juga proteksinya tidak 100%, tapi hanya 70% misalnya atau bahkan mungkin 50%.

Kalau sudah ada data proteksi ini, maka baru ditentukan apakah kandidat vaksin ini layak untuk terus diproduksi. Badan yang berwenang akan memutuskan nilai ambang berapa persen yang akan dipakai untuk menentukan apakah sesuatu vaksin layak digunakan atau tidak. Juga akan perlu dinilai berapa lama proteksi itu bertahan, apakah dalam hitungan tahun atau bulan saja sehingga memerlukan suntikan ulang.

Selain menilai efektivitas, maka uji klinik fase tiga ini yang jumlah sampelnya ribuan, akan dapat mendeteksi ada tidaknya efek samping yang jarang frekuensinya. Jenis efek samping ini mungkin saja terlewat pada uji klinik fase satu atau fase dua yang jumlah sampelnya lebih sedikit. Makin besar sampel uji klinik fase tiga, maka tentu akan lebih mungkin menyatakan keamanan pemberiannya kepada orang sehat. Kita juga perlu tahu bahwa mungkin saja dalam pelaksanaan uji klinik fase tiga, maka penelitian dihentikan sementara karena ada laporan satu atau beberapa orang yang kemudian ada keluhan/gangguan kesehatan yang perlu dicermati. Hal ini akan diteliti --biasanya oleh tim independen- untuk menilai apakah keluhan/gangguan kesehatan ini berhubungan dengan pemberian kandidat vaksin atau tidak. Kalau memang tidak ada masalah berarti, maka uji klinik dapat diteruskan, seperti sudah pernah terjadi pada 2 di antara 10 kandidat vaksin tersebut.

Tahap Berikutnya
Sesudah kandidat vaksin lulus dari uji klinik fase tiga, maka setidaknya ada empat proses lagi yang akan dijalani. Pertama adalah izin produksi yang akan dikeluarkan oleh Badan Pengawasan Obat negara masing-masing (National Regulatory Authority - NRA), tentu sesudah menilai hasil uji klinik, baik dalam hal efektivitas maupun keamanannya. Proses kedua adalah produksi vaksin di pabrik, yang tahap awal tentu tidak akan mungkin dalam jumlah banyak sekali, dan karena itu perlu ada penahapan pemberian pada populasi suatu negara. Kita sudah mendengar bahwa pada masa-masa awal produksi, maka akan diprioritaskan pada petugas kesehatan dan petugas garda terdepan lainnya, lalu kelompok masyarakat lain secara bertahap.

Proses ketiga adalah distribusi dari pabrik sampai kepada orang yang akan disuntik di seluruh pelosok negeri. Hal ini jelas memerlukan manajemen berskala amat besar dan -kita baca di media- sudah mulai dipersiapkan sejak sekarang. Proses keempat adalah pengawasan di lapangan sesudah vaksin diberikan kepada masyarakat, yaitu post marketing surveillance atau ada juga yang menyebutnya sebagai post licensure surveillance. Surveilans ini dapat dilakukan secara pasif, antara lain dengan mengumpulkan data laporan kejadian ikutan pascaimunisasi atau dapat juga secara aktif dengan turun langsung mengambil data ke lapangan.

Semua memang sedang menunggu ada tidaknya vaksin Covid-19 yang cukup efektif dan aman. Kita masih amati hasil penelitian yang ada sehingga keputusan apa pun yang akan diambil tentu harus berbasis ilmu pengetahuan yang valid. Juga perlu disadari bahwa protokol kesehatan masih akan terus amat diperlukan sampai dunia benar-benar dapat mengendalikan Covid-19 nantinya.

(bmm)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.4671 seconds (0.1#10.140)