Omnibus Law: Perusahaan Besar Tak Taat Amdal Bisa Ditutup

Jum'at, 16 Oktober 2020 - 10:07 WIB
loading...
Omnibus Law: Perusahaan Besar Tak Taat Amdal Bisa Ditutup
Kepala BKPM Bahlil Lahadiala mengatakan, Amdal syarat bagi perusahaan besar untuk melanjutkan aktivitas produksinya. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadiala mengatakan analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) merupakan syarat bagi perusahaan besar untuk melanjutkan aktivitas produksinya.

(Baca juga: UU Cipta Kerja Bukan Untungkan Pengusaha Menurut Penegasan Kadin)

Apabila perusahaan besar tidak memiliki Amdal atau melanggarnya dikemudian hari, maka pemerintah berhak mencabut izin usahanya. (Baca juga: Tolak UU Cipta Kerja, Ribuan Buruh Geruduk DPRD Jombang)

Bahlil mengatakan, aturan itu sangat revolusioner dalam Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja dalam mementingkan aspek lingkungan. Sebab, pada Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH), menurut Bahlil, pemerintah tidak punya hak untuk mencabut izin usaha yang melanggar Amdal di kemudian hari.

"Tidak ada risiko hukum secara kuat yang menyatakan Amdal, katakanlah usahanya ditutup. Belum ada (preseden) itu, yang ada diperbaiki terus. Maka dengan UU ini, Amdal dimasukkan sebagai izin usaha. Supaya kalau orang melanggar Amdal kita bisa peringatkan izinnya kami cabut," kata Bahlil dalam diskusi virtual bertema Dinamika RUU Menjadi UU Cipta Kerja pada Rabu (14/10).

Bahlil menerangkan, Amdal pada Undang-undang yang lama tidak termasuk dalam izin usaha. Pada Undang-undang Omnibus Law, lanjut dia, Amdal merupakan hal yang wajib dilampirkan ketika perusahaan besar mengajukan izin usaha. Keduanya saling melekat dan tidak terpisahkan.

Menurut Bahlil, ada tiga klasifikasi usaha yang diatur dalam Undang-undang Omnibus Law, yaitu perusahaan kecil, menengah dan besar.

Apabila perusahaan kecil, maka cukup mengajukan surat pernyataan. Sedangkan perusahaan menengah terdapat Upaya Pengelolaan Lingkungan-Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL-UPL). Sementara perusahaan besar harus mengajukan Amdal saat pertama kali mengajukan permohonan izin.

Bahlil yang berlatar belakang pengusaha ini berpengalaman bahwa upaya untuk mengajukan Amdal sangat sulit dilakukan. Sebab ada upaya tarik-menarik kepentingan antara pusat, provinsi, kabupaten atau kota, kementerian serta pihak terkait. Mengurus Amdal sendiri bahkan bisa mencapai setahun lebih. Hal itu membuat daya saing Indonesia lambat, apabila dibandingkan dengan pabrik di Vietnam yang sudah berproduksi.

Karena itu, lanjut dia, proses pengajuan Amdal pada UU Omnibus Law dipangkas, tetapi tetap mengutamakan asas lingkungan itu sendiri. "Amdalnya saja yang dipangkas, (prosesnya) tidak lama. Karena apa? Karena mengurus Amdal itu bisa 1 tahun 6 bulan. Pabrik di Vietnam sudah produksi, kita Amdalnya belum selesai," jelas dia.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2376 seconds (0.1#10.140)