UU Ciptaker Menjawab Tantangan Ekonomi Indonesia

Rabu, 14 Oktober 2020 - 21:56 WIB
loading...
UU Ciptaker Menjawab...
Peneliti SMRC Saidiman Ahmad menyebut Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) muncul untuk menjawab tantangan ekonomi Indonesia. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Peneliti SMRC Saidiman Ahmad menyebut Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) muncul untuk menjawab tantangan ekonomi Indonesia.

”Omnibus Law merupakan bagian dari cita-cita besar Pak Jokowi. UU Cipta Kerja ini muncul untuk menjawab tantangan ekonomi Indonesia. Karena Indonesia diperkirakan pada 2040 atau 2045 akan menjadi Indonesia yang maju. Omnibus law bagian dari aspek institusional yang meratakan hambatan bagi jalan ekonomi. Aspek itu di antaranya, perizinan yang berbelit, aspek birokrasi yang rumit, dan seterusnya,” jelasnya saat Web Seminar (Webinar) yang digelar CokroTV pada Selasa 13 Oktober 2020. (Baca juga: Mahfud MD Ungkap Sebab Kemunculannya UU Cipta Kerja)

Menurut Saidiman, UU Cipta Kerja adalah rencana besar pembangunan Jokowi untuk Indonesia di masa depan. Dia tidak setuju jika UU itu dikaitkan dengan kepentingan para pengusaha saja. “jadi ini bukan ujug-ujug titipan siapa, itu adalah cara berpikir yang terlalu pendek. Saya melihatnya ini rangkaian cita-cita besar Pak Jokowi untuk membangun Indonesia,” katanya. (Baca juga: DPR Resmi Serahkan UU Cipta Kerja ke Pemerintah)

Sementara itu, Staf Khusus Menteri Ketenagakerjaan Dita Indahsari mengatakan, policy atau kebijakan apapun yang dibuat pemerintah memang cukup drastis dan dramatis mengubah tatanan dan prosedur yang ada. Apalagi Omnibus Law ini yang sempat memicu demo di berbagai wilayah. Pada dasarnya UU Cipta Kerja mengadopsi UU No 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaaan. Menurut Dita, apa yang relevan pada 17-20 tahun yang lalu belum tentu relevan di 2020. Maka yang masih baik, bagus dan cocok itu diadopsi di UU Cipta Kerja.



“Mana-mana yang masih baik, bagus dan cocok itu yang kita adopt, dan itu banyak yang diadopt di UU Cipta Kerja ini. Tapi yang tidak relevan itu tentu tidak bisa kita serap lagi. Karena situasi telah berubah, ekonomi telah berubah. Teknologi berkembang. Jenis pekerjaan bertambah, menjadi lebih bervariasi,” kata Dita. (Baca juga: UU Cipta Kerja Jadi Tonggak Baru Penguatan Koperasi Syariah)

Pemeringtah, lanjut Dita, juga perlu mengomparasi situasi dunia. Karena Indonesia adalah bagian dari lingkungan ekonomi global. Namun selama ini ada beberapa kelemahan yang membuat negara Indonesia sulit bersaing. Di antaranya, menurut data dari Bank Dunia 2019, pesangon di Indonesia adalah salah satu yang tertinggi di dunia. Untuk negara-negara Asean, Malaysia memberikan pesangon 20 bulan gaji, Filipina 20 bulan gaji, Vietnam 10 bulan gaji, Thailand 10 bulan gaji. Tapi Indonesia 32 bulan gaji. “Sementara tingkat produktivitas kita itu nomor tiga dari bawah. Di bawah Banglades dan Laos. Gak seimbang antara input dengan output,” jelas Dita.

Dita menuturkan, pesangon ini adalah salah satu isu yang menimbulkan keresahan dan kemarahan karena ada pengurangan pesangon dari 32 menjadi 19 bulan gaji. Jumlah itu dikurangi karena di antara negara-negara di Asia, Indonesia menjadi yang tertinggi. (Baca infografis: Demi Investor Omnibus Law Ciptaker Soal Pesangon PHK Bakal Diubah)

Karena faktanya, banyak perusahaan yang tidak mampu memberikan pesangon sejumlah itu. Undang-Undang No 13 Tahun 2003 itu bagus di atas kertas, lanjut Dita, tapi tidak aplicable dalam pelaksanaan. Jumlah 32 bulan gaji memang bagus, sangat protektif terhadap pekerja, tapi dalam pelaksanaan teman-teman (buruh) tidak mendapat sejumlah itu. Mereka hanya mendapat 15-16 bulan gaji. “Ada hal-hal bagus di UU Cipta Kerja, seperti ada jaminan kehilangan pekerjaan. Ini adalah program baru yang tidak ada di UU sebelumnya,”

Selanjutnya Dita menyebutkan polemik soal tenaga kerja asing. Ada tuduhan bahwa pemerintah sengaja membiarkan orang asing, terutama yang berasal dari Cina untuk mengambil alih lapangan pekerjaan di indonesia. ”Itu tidak benar. Persyaratan untuk memasukkan tenaga kerja asing seperti yang tercantum pada UU No. 13 masih diadopsi. Pemerintah memprioritaskan tenaga kerja dalam negeri selama kompetensinya memungkinkan untuk jabatan itu,” terangnya.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1498 seconds (0.1#10.140)