Didakwa Palsukan Surat, Djoko Tjandra Bakal Ajukan Eksepsi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Djoko Tjandra memastikan bakal mengajukan nota keberatan atau eksepsi atas dakwaan jaksa penuntut umum (JPU). "Setelah kami berdiskusi kemarin, kami akan mengajukan keberatan atau eksepsi satu minggu ke depan," kata Kuasa hukum Djoko Tjandra, Soesilo Aribowo seusai mendengarkan dakwaan JPU di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Selasa (13/10).
Dalam pembacaan dakwaan sebelumnya, JPU menyebut Djoko Tjandra memalsukan surat untuk beberapa hal, di antara surat jalan, surat hasil rapid test hingga surat keterangan kesehatan. Surat-surat tersebut digunakan sebagai syarat dokumen perjalanan Djoko Tjandra ke Jakarta untuk melakukan upaya Peninjauan Kembali (PK)atas perkara pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali.
Hal itu bermula pada November 2019, Djoko Tjandra yang saat itu berstatus buron cassie Bank Bali berkenalan dengan Anita Dewi Kolopaking di kantor Exchange lantai 106, Kuala Lumpur, Malaysia. Djoko meminta Anita Kolopaking menjadi kuasa hukumnya dalam upaya mengajukan PK atas putusan Mahkamah Agung Nomor 12PK/Pid.Sus/2009 tanggal 11 Juni 2009.
(Baca: Nama Kabareskrim Sempat Tercatut dalam Surat Jalan Palsu Djoko Tjandra)
Setelah resmi menjadi kuasa hokum, pada April 2020 Anita mendaftarkan PK Djoko Tjandra ke PN Jakarta Selatan. Pengajuan PK ini ditolak karena Djoko Tjandra wajib hadir merujuk Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1 tahun 2012.
Djoko Tjandra lalu meminta Anita Kolopaking menghubungi Tommy Sumardi untuk mengatur kedatangannya ke Jakarta. Tommy lalu mengenalkan Anita Kolopaking dengan Brigjen Prasetijo Utomo yang menjabat sebagai Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri.
Setelah Anita menyampaikan maksud dan tujuan Djoko Tjandra ke Jakarta, Brigjen Prasetijo mengurus keperluan Djoko Tjandra dengan membuat surat jalan, surat keterangan kesehatan, dan surat hasil tes pemeriksaan Covid-19.
Surat-surat itu digunakan untuk Djoko Tjandra masuk ke Indonesia melalui melalui Bandara Supadio di Pontianak dan langsung menuju Bandara Halim Perdanakusuma menggunakan pesawat sewaan.
(Baca: Djoko Tjandra Didakwa Memalsukan Surat, Terancam 5 Tahun Penjara)
"Bahwa penggunaan surat jalan, surat keterangan pemeriksaan COVID-19, dan surat rekomendasi kesehatan yang tidak benar tersebut merugikan Polri secara immateriil karena hal itu mencederai dan/atau mencoreng nama baik Kepolisian Republik Indonesia secara umum dan Biro Korwas PPNS Bareskrim Polri serta Pusdokkes Polri pada khususnya, mengingat terdakwa Joko Soegiarto Tjandra adalah terpidana perkara korupsi dan menjadi buronan Kejaksaan Agung sejak tahun 2009, yang mana seolah-olah Polri khususnya Biro Korwas PPNS Bareskrim Polri telah memfasilitasi perjalanan seperti layaknya perjalanan dinas yang dilakukan oleh orang bukan anggota Polri," kata jaksa.
Djoko Tjandra didakwa melanggar Pasal 263 ayat 1 dan 2 KUHP, Pasal 426 KUHP, dan Pasal 221 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara.
Raka Dwi Novianto
Lihat Juga: PBNU Kecam Tindakan Mantan Ketua PWNU Riau Palsukan Stempel untuk Deklarasi Prabowo-Gibran
Dalam pembacaan dakwaan sebelumnya, JPU menyebut Djoko Tjandra memalsukan surat untuk beberapa hal, di antara surat jalan, surat hasil rapid test hingga surat keterangan kesehatan. Surat-surat tersebut digunakan sebagai syarat dokumen perjalanan Djoko Tjandra ke Jakarta untuk melakukan upaya Peninjauan Kembali (PK)atas perkara pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali.
Hal itu bermula pada November 2019, Djoko Tjandra yang saat itu berstatus buron cassie Bank Bali berkenalan dengan Anita Dewi Kolopaking di kantor Exchange lantai 106, Kuala Lumpur, Malaysia. Djoko meminta Anita Kolopaking menjadi kuasa hukumnya dalam upaya mengajukan PK atas putusan Mahkamah Agung Nomor 12PK/Pid.Sus/2009 tanggal 11 Juni 2009.
(Baca: Nama Kabareskrim Sempat Tercatut dalam Surat Jalan Palsu Djoko Tjandra)
Setelah resmi menjadi kuasa hokum, pada April 2020 Anita mendaftarkan PK Djoko Tjandra ke PN Jakarta Selatan. Pengajuan PK ini ditolak karena Djoko Tjandra wajib hadir merujuk Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1 tahun 2012.
Djoko Tjandra lalu meminta Anita Kolopaking menghubungi Tommy Sumardi untuk mengatur kedatangannya ke Jakarta. Tommy lalu mengenalkan Anita Kolopaking dengan Brigjen Prasetijo Utomo yang menjabat sebagai Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri.
Setelah Anita menyampaikan maksud dan tujuan Djoko Tjandra ke Jakarta, Brigjen Prasetijo mengurus keperluan Djoko Tjandra dengan membuat surat jalan, surat keterangan kesehatan, dan surat hasil tes pemeriksaan Covid-19.
Surat-surat itu digunakan untuk Djoko Tjandra masuk ke Indonesia melalui melalui Bandara Supadio di Pontianak dan langsung menuju Bandara Halim Perdanakusuma menggunakan pesawat sewaan.
(Baca: Djoko Tjandra Didakwa Memalsukan Surat, Terancam 5 Tahun Penjara)
"Bahwa penggunaan surat jalan, surat keterangan pemeriksaan COVID-19, dan surat rekomendasi kesehatan yang tidak benar tersebut merugikan Polri secara immateriil karena hal itu mencederai dan/atau mencoreng nama baik Kepolisian Republik Indonesia secara umum dan Biro Korwas PPNS Bareskrim Polri serta Pusdokkes Polri pada khususnya, mengingat terdakwa Joko Soegiarto Tjandra adalah terpidana perkara korupsi dan menjadi buronan Kejaksaan Agung sejak tahun 2009, yang mana seolah-olah Polri khususnya Biro Korwas PPNS Bareskrim Polri telah memfasilitasi perjalanan seperti layaknya perjalanan dinas yang dilakukan oleh orang bukan anggota Polri," kata jaksa.
Djoko Tjandra didakwa melanggar Pasal 263 ayat 1 dan 2 KUHP, Pasal 426 KUHP, dan Pasal 221 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara.
Raka Dwi Novianto
Lihat Juga: PBNU Kecam Tindakan Mantan Ketua PWNU Riau Palsukan Stempel untuk Deklarasi Prabowo-Gibran
(muh)