Bendungan Menjawab Tantangan dan Harapan
loading...
A
A
A
Nirwono Joga
Peneliti pada Pusat Studi Perkotaan
MEMASUKI musim hujan saatnya kita membendung air hujan yang melimpah demi menjamin ketersediaan air. Air hujan bisa digunakan memenuhi kebutuhan air baku bagi masyarakat, mengairi irigasi pertanian, untuk penggerak pembangkit listrik, serta mengendalikan banjir.
Indonesia memiliki 220 bendungan eksisting, yang 189 di antaranya dikelola Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen-PUPR). Daya tampung bendungan mencapai 7,07 miliar meter kubik (m3). Pulau Jawa memiliki 79 bendungan (5,48 miliar m3), Bali-Nusa Tenggara 92 bendungan (304,77 juta m3), Sumatera 7 bendungan (828,13 juta m3), Kalimantan 6 bendungan (25,71 juta m3), Sulawesi 4 bendungan (430,80 juta m3), Maluku 1 bendungan (0,27 juta m3).
Adapun bendungan eksisting non-Kementerian PUPR sebanyak 31 dengan daya tampung 5,39 miliar m3.
Kementerian PUPR berencana meningkatkan layanan yang disuplai dari 61 bendungan baru secara bertahap, yakni dari kapasitas tampungan 12,42 miliar m3 (220 bendungan eksisting, 2014), menjadi 13,53 miliar m3 (235 bendungan, ada 15 bendungan selesai, 2019), dan 16,25 miliar m3 (281 bendungan, ada total 61 bendungan selesai, 2024). Hal ini akan meningkatkan layanan air baku 169,60 m3/detik (2014), 176,19 m3/detik (2019), dan 222,08 m3/detik (2024).
Untuk layanan irigasi, meningkat dari nonwaduk 6.383.636 hektare (ha) dan waduk 761.542 ha (2014), nonwaduk 6.273.527 ha dan waduk 871.641 ha (15 bendungan selesai, 2019), nonwaduk 5.975.371 ha dan waduk 1.169.797 ha (61 bendungan selesai, 2024).
Sedangkan layanan listrik turut meningkat dari 5.897 MW (2014), 6.011 MW (peningkatan 114,17 MW, 2019), 6.151 MW (peningkatan 254,83 MW, 2024). Volume tampungan total 61 bendungan ditargetkan mencapai 3,82 miliar m3.
Pada 2015-2019, Kementerian PUPR telah menyelesaikan 15 bendungan yakni bendungan Rajui, Jatigede, Bajulmati, Nipah, Titab (2015), Paya Seunara, Teritip (2016), Raknamo, Tanju (2017), Mila, Rotiklot, Logung (2018), Sei Gong, Sindangheula, Gondang (2019). Untuk 15 bendungan (1.105,64 juta m3) memberi manfaat irigasi 110.099 ha, mereduksi banjir 3.400,85 m3/detik, menyediakan air baku 6,39 m3/detik, dan listrik 113,02 MW (2019).
Pada 2020-2024, Kementerian PUPR berencana membangun 50 bendungan baru, di antaranya bendungan Tapin, Tukul (2020), Ladongi, Napun Gete, Karalloe, Margatiga, Pidekso, Tugu, Ciawi, Sukamahi, Bintang Bano, Bendo, Gongseng, Way Sekampung, Paselloreng, Kuningan (2021). Selain itu, sejumlah bendungan lain menyusul dibangun hingga 2024.
Total 65 (15+50) bendungan (4.668,16 juta m3) akan memberi manfaat irigasi 471.474 ha, mereduksi banjir 18.841,79 m3/detik, menyediakan air baku 62,22 m3/detik, dan listrik 285,46 MW (2024).
Isu Strategis
Untuk mewujudkan 50 bendungan baru itu (2020-2024), ada beberapa isu strategis dalam pembangunan bendungan yang harus diperhatikan dengan cermat.
Pertama , kelancaran proses pengadaan tanah. Ini sangat tergantung dari penyiapan anggaran, kondisi sosial masyarakat, kualitas dokumen perencanaan, dokumen kepemilikan/penguasaan, karakter tanah (tanah kas desa, wakaf, adat, kawasan hutan, dan instansi), penetapan batas bidang tanah dan kinerja panitia pengadaan tanah.
Pengadaan tanah masyarakat diproses sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 dan Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012. Penggunaan kawasan hutan terdapat di 24 bendungan, di mana 14 bendungan telah memiliki izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH), 7 dalam proses perpanjangan IPPKH, 3 dalam proses permohonan IPPKH, tanah karakteristik khusus (wakaf, kas desa, milik instansi).
Kedua , terjadi penyesuaian desain dengan kondisi aktual di lapangan, yang dapat memengaruhi nilai kontrak dan jangka waktu pelaksanaan. Ini dapat dimitigasi dengan skema project preparation consultant atau design and build. Penyesuaian desain perlu dilakukan karena ada perbedaan.
Perbedaan kondisi topografi antara desain dengan kondisi aktual di lapangan yang menyebabkan perubahan volume galian dan timbunan. Perbedaan kondisi geologi dan geoteknik antara desain dan kondisi aktual di lapangan yang menyebabkan perubahan treatment fondasi dan sumber material timbunan. Perbedaan metode pelaksanaan antara desain/petunjuk teknis dan kondisi aktual di lapangan yang menyebabkan selisih kapasitas produksi alat. Beberapa upaya mitigasi risiko perlu dilakukan. Desain yang bersifat tender preparation consultant dalam satu kontrak tahun jamak. Penerapan skema design and build. Pembinaan sertifikasi ahli bendungan.
Ketiga , kebijakan penganggaran perlu mulai diakses sumber atau pembiayaan non Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) (kerja sama pemerintah dan badan usaha/KPBU). Perlu refocusing anggaran program pengelolaan bendungan dan penampung air lainnya.
Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020, bahwa seluruh kementerian/lembaga mengalami perubahan postur anggaran dalam rangka penanganan pandemi Covid-19. Strategi pembiayaan berupa perubahan single year contract menjadi multiyearscontract , penundaan kegiatan tidak prioritas, pergeseran alokasi tahun anggaran ke tahun anggaran berikutnya.
Keempat , perlunya sinkronisasi dengan program pemanfaatan bendungan, operasional dan pemeliharaan dan rehabilitasi jaringan irigasi, pembangunan sistem pengelolaan air baku/air minum, pembangkit listrik tenaga air/mikrohidro, serta operasi dan pemeliharaan bendungan untuk menjamin kelangsungan pengelolaan bendungan yang berkelanjutan.
Isu operasi dan pemeliharaan, meliputi kecenderungan umum kapasitas bendunganyang mengalami pengurangan kapasitas akibat sedimentasi, serta laju pengurangan tampungan bendungan di Indonesia berkisar antara 0,1% sampai 8% setiap tahun, dengan rata-rata 1,28% setiap tahun.
Perlu inovasi dalam mempertahankan fungsi tampungan dengan memperpanjang usia bendungan (dam life extension ) dan melewatkan sedimen yang masuk ke bendungan (bypass sedimen, sluicing sedimen ), mengatur lokasi pengendapan di waduk, mengeluarkan sedimen yang mengendap, serta meninggikan elevasi tampungan.
Pembangunan bendungan, menurut Presiden Joko Widodo, ialah ikhtiar pemerintah untuk membangun hingga daerah pelosok, terdepan, terluar, atau terpencil, untuk mewujudkan sila kelima Pancasila, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Peneliti pada Pusat Studi Perkotaan
MEMASUKI musim hujan saatnya kita membendung air hujan yang melimpah demi menjamin ketersediaan air. Air hujan bisa digunakan memenuhi kebutuhan air baku bagi masyarakat, mengairi irigasi pertanian, untuk penggerak pembangkit listrik, serta mengendalikan banjir.
Indonesia memiliki 220 bendungan eksisting, yang 189 di antaranya dikelola Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen-PUPR). Daya tampung bendungan mencapai 7,07 miliar meter kubik (m3). Pulau Jawa memiliki 79 bendungan (5,48 miliar m3), Bali-Nusa Tenggara 92 bendungan (304,77 juta m3), Sumatera 7 bendungan (828,13 juta m3), Kalimantan 6 bendungan (25,71 juta m3), Sulawesi 4 bendungan (430,80 juta m3), Maluku 1 bendungan (0,27 juta m3).
Adapun bendungan eksisting non-Kementerian PUPR sebanyak 31 dengan daya tampung 5,39 miliar m3.
Kementerian PUPR berencana meningkatkan layanan yang disuplai dari 61 bendungan baru secara bertahap, yakni dari kapasitas tampungan 12,42 miliar m3 (220 bendungan eksisting, 2014), menjadi 13,53 miliar m3 (235 bendungan, ada 15 bendungan selesai, 2019), dan 16,25 miliar m3 (281 bendungan, ada total 61 bendungan selesai, 2024). Hal ini akan meningkatkan layanan air baku 169,60 m3/detik (2014), 176,19 m3/detik (2019), dan 222,08 m3/detik (2024).
Untuk layanan irigasi, meningkat dari nonwaduk 6.383.636 hektare (ha) dan waduk 761.542 ha (2014), nonwaduk 6.273.527 ha dan waduk 871.641 ha (15 bendungan selesai, 2019), nonwaduk 5.975.371 ha dan waduk 1.169.797 ha (61 bendungan selesai, 2024).
Sedangkan layanan listrik turut meningkat dari 5.897 MW (2014), 6.011 MW (peningkatan 114,17 MW, 2019), 6.151 MW (peningkatan 254,83 MW, 2024). Volume tampungan total 61 bendungan ditargetkan mencapai 3,82 miliar m3.
Pada 2015-2019, Kementerian PUPR telah menyelesaikan 15 bendungan yakni bendungan Rajui, Jatigede, Bajulmati, Nipah, Titab (2015), Paya Seunara, Teritip (2016), Raknamo, Tanju (2017), Mila, Rotiklot, Logung (2018), Sei Gong, Sindangheula, Gondang (2019). Untuk 15 bendungan (1.105,64 juta m3) memberi manfaat irigasi 110.099 ha, mereduksi banjir 3.400,85 m3/detik, menyediakan air baku 6,39 m3/detik, dan listrik 113,02 MW (2019).
Pada 2020-2024, Kementerian PUPR berencana membangun 50 bendungan baru, di antaranya bendungan Tapin, Tukul (2020), Ladongi, Napun Gete, Karalloe, Margatiga, Pidekso, Tugu, Ciawi, Sukamahi, Bintang Bano, Bendo, Gongseng, Way Sekampung, Paselloreng, Kuningan (2021). Selain itu, sejumlah bendungan lain menyusul dibangun hingga 2024.
Total 65 (15+50) bendungan (4.668,16 juta m3) akan memberi manfaat irigasi 471.474 ha, mereduksi banjir 18.841,79 m3/detik, menyediakan air baku 62,22 m3/detik, dan listrik 285,46 MW (2024).
Isu Strategis
Untuk mewujudkan 50 bendungan baru itu (2020-2024), ada beberapa isu strategis dalam pembangunan bendungan yang harus diperhatikan dengan cermat.
Pertama , kelancaran proses pengadaan tanah. Ini sangat tergantung dari penyiapan anggaran, kondisi sosial masyarakat, kualitas dokumen perencanaan, dokumen kepemilikan/penguasaan, karakter tanah (tanah kas desa, wakaf, adat, kawasan hutan, dan instansi), penetapan batas bidang tanah dan kinerja panitia pengadaan tanah.
Pengadaan tanah masyarakat diproses sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 dan Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012. Penggunaan kawasan hutan terdapat di 24 bendungan, di mana 14 bendungan telah memiliki izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH), 7 dalam proses perpanjangan IPPKH, 3 dalam proses permohonan IPPKH, tanah karakteristik khusus (wakaf, kas desa, milik instansi).
Kedua , terjadi penyesuaian desain dengan kondisi aktual di lapangan, yang dapat memengaruhi nilai kontrak dan jangka waktu pelaksanaan. Ini dapat dimitigasi dengan skema project preparation consultant atau design and build. Penyesuaian desain perlu dilakukan karena ada perbedaan.
Perbedaan kondisi topografi antara desain dengan kondisi aktual di lapangan yang menyebabkan perubahan volume galian dan timbunan. Perbedaan kondisi geologi dan geoteknik antara desain dan kondisi aktual di lapangan yang menyebabkan perubahan treatment fondasi dan sumber material timbunan. Perbedaan metode pelaksanaan antara desain/petunjuk teknis dan kondisi aktual di lapangan yang menyebabkan selisih kapasitas produksi alat. Beberapa upaya mitigasi risiko perlu dilakukan. Desain yang bersifat tender preparation consultant dalam satu kontrak tahun jamak. Penerapan skema design and build. Pembinaan sertifikasi ahli bendungan.
Ketiga , kebijakan penganggaran perlu mulai diakses sumber atau pembiayaan non Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) (kerja sama pemerintah dan badan usaha/KPBU). Perlu refocusing anggaran program pengelolaan bendungan dan penampung air lainnya.
Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020, bahwa seluruh kementerian/lembaga mengalami perubahan postur anggaran dalam rangka penanganan pandemi Covid-19. Strategi pembiayaan berupa perubahan single year contract menjadi multiyearscontract , penundaan kegiatan tidak prioritas, pergeseran alokasi tahun anggaran ke tahun anggaran berikutnya.
Keempat , perlunya sinkronisasi dengan program pemanfaatan bendungan, operasional dan pemeliharaan dan rehabilitasi jaringan irigasi, pembangunan sistem pengelolaan air baku/air minum, pembangkit listrik tenaga air/mikrohidro, serta operasi dan pemeliharaan bendungan untuk menjamin kelangsungan pengelolaan bendungan yang berkelanjutan.
Isu operasi dan pemeliharaan, meliputi kecenderungan umum kapasitas bendunganyang mengalami pengurangan kapasitas akibat sedimentasi, serta laju pengurangan tampungan bendungan di Indonesia berkisar antara 0,1% sampai 8% setiap tahun, dengan rata-rata 1,28% setiap tahun.
Perlu inovasi dalam mempertahankan fungsi tampungan dengan memperpanjang usia bendungan (dam life extension ) dan melewatkan sedimen yang masuk ke bendungan (bypass sedimen, sluicing sedimen ), mengatur lokasi pengendapan di waduk, mengeluarkan sedimen yang mengendap, serta meninggikan elevasi tampungan.
Pembangunan bendungan, menurut Presiden Joko Widodo, ialah ikhtiar pemerintah untuk membangun hingga daerah pelosok, terdepan, terluar, atau terpencil, untuk mewujudkan sila kelima Pancasila, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
(bmm)