Pakar Hukum: UU Cipta Kerja Permudah Izin dan Cegah Korupsi di Birokrasi

Minggu, 11 Oktober 2020 - 15:40 WIB
loading...
Pakar Hukum: UU Cipta...
Pakar hukum Universitas Padjadjaran Romli Atmasasmita menilai, Omnibus Law UU Ciptaker tidak menyengsarakan rakyat, melainkan menghentikan upaya korupsi di birokrasi. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Pakar hukum Universitas Padjadjaran (Unpad) Romli Atmasasmita menilai, Omnibus Law UU Cipta Kerja (Ciptaker) tidak menyengsarakan rakyat, melainkan menghentikan upaya korupsi di birokrasi. Ini terlihat dari upaya undang-undang ini memangkas perizinan berinvestasi.

Dia menjelaskan, selama ini pengusaha selalu disulitkan dengan banyaknya meja birokrasi yang harus dilalui saat akan membuka usaha. Selain prosedur yang panjang, tiap meja perizinan tersebut juga membuka peluang tindakan korupsi. "Kalau birokrasi penuh suap ini enggak dibasmi, investasi apa pun enggak akan mau. Jokowi keluar negeri buat cari investor juga bakalan percuma. Karena meja birokrasi yang panjangn rentan maladministrasi, korupsi dan suap," katanya saat dihubungi, Minggu (11/10/2020). (Baca juga: UU Cipta Kerja Dianggap Solusi Buka Lapangan Kerja Akibat Pandemi)

Dalam UU Cipta Kerja ini, Romli menerangkan, prosedur yang panjang tersebut telah disederhanakan. Sehingga, peluang bagi pejabat maupun birokrat nakal akan sulit dilakukan. Hal tersebut membuat sejumlah pihak gusar, sehingga melakukan penolakan terhadap UU ini. Dia menerangkan, selama ini banyak pembangunan terkendala akibat ulah segelintir orang yang terjaring operasi tangkap tangan oleh KPK. Ini diduga menjadi latar belakang mengapa akhirnya proses perizinan dipangkas dan dipercepat. "Sekarang kalau ada proyek pembangunan sedang berjalan, terus tiba tiba ada pejabat atau birokrat ketangkap. Kan proyeknya berhenti. Padahal nilai investasinya besar. Dan proyek itu berhenti cuman gara-gara segelintir orang korupsi," terangnya. (Baca juga: Apindo: Tak Ada Pihak yang Dirugikan dalam RUU Cipta Kerja)

Namun, Romli mengingatkan, pemusatan perizinan ini tetap harus mendapatkan pengawasan yang ketat. Jangan sampai upaya pemusatan perizinan ini menjadi ladang basah di pemerintah pusat. Untuk itu, KPK, Kejaksaan dan Ombudsman harus mencegah hal tersebut terjadi. "Ini di pusatnya harus benar, jangan sampai kena korupsi lagi. Ini peran KPK, Kejaksaan dan Ombudsman. Ombudsman harus bisa memberikan masukan ke Presiden Jokowi soal penerapan aturan ini," tutupnya
(cip)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1459 seconds (0.1#10.140)