Persepsi Masyarakat Masih Remehkan Covid-19, Satgas Genjot Sosialisasi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Salah satu tantangan besar dalam pengendalian penularan wabah corona (Covid-19) adalah persepsi masyarakat yang meremehkan virus ini. Saat ini ada sekitar 17% rakyat Indonesia atau sekitar 44,9 juta orang yang merasa kebal dan tak akan tertular Covid-19.
Fakta ini terungkap dari hasil jajak pendapat yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) beberapa waktu lalu. Dari jajak pendapat tersebut warga Provinsi Maluku yang mendominasi kepercayaan jika mereka tidak akan terpapar Covid-19 dengan kisaran 29,18%. Menyusul kemudian Sulawesi Utara 27,66 %, Nusa Tenggara Timur 25,46 %, Sulawesi Tengah 22,48 %, dan Sulawesi Tenggara 22,36 %. (Baca: Muslimah, Ini Pentingnya Menyempurnakan Wudhu)
Kondisi ini berdampak pada rendahnya kepatuhan mereka dalam menerapkan protokol kesehatan. Mereka abai terhadap kewajiban memakai masker, menjaga jarak dalam kerumunan, hingga mencuci tangan saat beraktivitas di luar rumah. Mereka pun berpotensi menjadi orang yang terjangkit Covid-19 tanpa gejala yang diam-diam bisa menularkan wabah ini kepada orang lain sehingga memunculkan ledakan pasien positif di kemudian hari.
Fenomena persepsi publik yang salah ini juga pernah terjadi di awal-awal pandemi merebak di tanah air. Saat itu dari jajak pendapat yang dilakukan oleh Balitbangkes Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menunjukkan 30% publik di wilayah DKI Jakarta, 29% publik Jawa Timur, 18% publik di Jawa Tengah, 16% public Jawa Barat, dan 14% publik di Kalimantan Selatan yakin tidak akan tertular Covid-19. Di kemudian hari terbukti jiwa wilayah-wilayah tersebut menjadi episentrum-episentrum wabah Covid-19 di Indonesia.
“Nah ini adalah sebuah tantangan yang harus kita hadapi. Kenapa ini terjadi? Mungkin faktor pertama adalah karena masalah sosialisasi. Masih banyak masyarakat yang belum mendapatkan informasi yang utuh tentang Covid ini,” kata Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Doni Monardo, dalam diskusi ‘44,9 Juta Orang Yakin Kebal Covid-19 , Apa yang Harus Kita Lakukan?’ di Media Center Satgas Covid-19 Graha BNPB Jakarta, kemarin.
Dia mengatakan angka 17% dari 270 juta pendudukan Indonesia yang yakin kebal Covid-19 merupakan jumlah yang cukup besar. Mereka setara dengan 44,9 juta orang. Jika tidak diberikan pemahaman yang benar, mereka berpotensi akan terjangkit Covid-19 dan menularkannya kepada orang lain.
Apalagi 85% penderita Covid-19 di Indonesia masuk dalam kelompok orang tanpa gejala (OTG) atau kombinasi dari orang dengan penyakit bawaan atau komorbid. “Fenomena ini sama dengan jajak pendapat Balitbangkes Kemenkes di awal masa pandemic di mana di daerah-daerah yang saat ini menjadi episentrum Covid-19 dulunya warganya mayoritas kebal Covid-19,” katanya. (Baca juga: Tangkap dan ANiaya Wartawan, Polri Didesak Evaluasi Pola Pengamanan Unras)
Doni pun menegaskan bahwa fakta ini menjadi tantangan bagi Satgas Covid-19 terutama dalam memberikan informasi yang utuh kepada masyarakat. Sehingga saat ini fokus Satgas Covid-19 adalah bagaimana mengedukasi masyarakat untuk mengerti bahaya Covid-19. “Wabah Covid-19 ini bukan rekayasa, bukan konspirasi dan kasusnya sudah menimpa Perdana Menteri Inggris, Presiden Amerika,” katanya.
Jenderal TNI AD bintang tiga ini menghimbau keterlibatan aktif dari para pemangku kepentingan terutama kepala daerah untuk mengedukasi masyarakat akan bahaya Covid-19. Dia menilai dengan pendekatan yang tepat dengan melibatkan semua komponen masyarakat akan perlahan membantu kesadaran masyarakat untuk mematuhi protocol kesehatan. Selain itu pimpinan wilayah juga bisa menggunakan pendekatan tradisi untuk memantik kesadaran warganya.
Doni mencontohkan Bali sebagai wilayah yang memegang teguh tradisi dan adat istiadat. Harusnya di wilayah ini upaya mengedukasi Covid-19 bisa dilakukan dengan melibatkan para tokoh adat. “Jadi Bali termasuk urutan ke-11 dari 34 provinsi yang masyarakatnya merasa yakin tidak terpapar Covid peringkat pertama itu adalah Maluku dengan angka 29% adalah Maluku. Kemudian yang kedua peringkat dua adalah Sulawesi Utara dengan posisi 27,66%. Lantas Bali berada pada urutan 11 ya yaitu pada posisi 20,78%,” katanya.
Dia pun menghimbau Gubernur Bali untuk mengunakan pendekatan tradisi dan melibatkan banyak komponen masyarakat untuk mengedukasi warga akan bahaya Covid-19. Selain itu mereka juga harus menerapkan protocol kesehatan sebagai jalan paling efektif untuk menghindari bahaya Covid-19. (Baca juga: Belajar Harus Tetap Menyenangkan)
“Dan kita sengaja dalam menyampaikan pesan kepada Bapak Gubernur Bali untuk melibatkan lebih banyak lagi komponen masyarakat, karena semakin masyarakat diikutsertakan dalam penanganan Covid ini maka secara langsung akan meningkatkan kesadaran. Nah inilah yang harus kita lakukan secara menyeluruh jangan saja pemerintah yang melakukan upaya penanganan, tetapi seluruh komponen,” paparnya.
Doni pun mengatakan bahwa upaya-upaya pemerintah selama ini khususnya untuk bidang kesehatan menurutnya sudah sangat maksimal. Upaya para tenaga kesehatan termasuk para dokter telah terbukti terus meningkatkan angka kesembuhan bagi pasien Covid-19 . Kondisi ini berbeda dibandingkan di masa awal Covid-19 di mana pasien yang terpapar wabah tersebut sangat sedikit yang sembuh.
“Dan kita semua tahu dokter-dokter kita sudah bekerja keras dengan luar biasa. Terbukti dari angka yang sembuh ya sudah mencapai lebih dari 230 ribu orang. Jadi ini suatu prestasi yang juga sangat membanggakan kita. Karena awalnya kita sangat khawatir karena jumlah masyarakat kita yang terpapar Covid itu sangat sedikit yang sembuh.”
“Tetapi Alhamdulillah dokter kita semakin profesional, semakin punya banyak pengalaman dan angka kesembuhan rata-rata sudah mencapai 76%. Artinya sudah di atas angka kesembuhan global,” tambah Doni. (Baca juga: Waspada! Seks Oral Bisa Sebabkan Kanker Tenggorokan)
Hindari Kerumunan Massa
Dalam kesempatan tersebut mantan Pangdam Siliwangi tersebut mengingatkan jika Covid-19 masih terus mengancam. Pihaknya pun mewanti-wanti agar semua elemen masyarakat semaksimal mungkin menghindari kerumanan massa. Apalagi dalam beberapa hari terakhir banyak fenomena unjuk rasa. Dia khawatir jika akan terjadi ledakan besar Covid-19 jika kerumunan massa ini terus berlangsung dalam beberapa hari kedepan.
“Karena bisa saja di antara masyarakat yang berkumpul itu ada yang positif Covid ya. Dan bisa jadi ketika nanti terjadi hubungan yang sangat dekat akibatnya yang lain bisa terpapar Covid,” katanya.
Doni mengatakan bahwa dalam kondisi kedaruratan kesehatan, maka undang-undang yang saat ini diikuti adalah Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kedaruratan Kesehatan. Dimana ketentuan tentang protokol kesehatan harus dipatuhi oleh seluruh komponen bangsa. “Dan salah satu protokol kesehatan yang harus kita patuhi itu adalah menjaga jarak dan menghindari kerumunan,” tegasnya
Doni meminta semua pihak untuk mencegah adanya kerumunan massa agar tidak terjadi penyebaran Covid-19. “Karenanya sekali lagi, upaya-upaya terjadinya kerumunan harus bisa kita cegah. Kalau kita bisa mengurangi terjadinya kerukunan berarti kita bisa melindungi lebih banyak warga negara kita,” katanya. (Lihat videonya: Preman Pengancam PNS Menggunakan Ular Diciduk Polisi)
Sementara itu Polda Jatim melakukan rapid test COVID-19 terhadap pengunjuk rasa anarkistis yang diamankan dalam aksi menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja. Dari 634 pengunjuk rasa yang diamankan, 37 diantaranya reaktif. Dari jumlah itu, 20 diantaranya di Malang dan 17 di Surabaya.
Kapolda Jatim Irjen Pol Fadil Imran mengatakan, bagi mereka yang reaktif rapid test, dilanjutkan dengan test swab. Bagi yang positif COVID-19 , akan dirawat di Rumah Sakit Bhayangkara Polda Jatim Jalan Ahmad Yani, Surabaya.
“Jawa Timur sudah masuk zona oranye dan kuning, Artinya kita sudah keluar dari zona merah. Jangan sampai Jawa Timur kita buat zona merah, supaya kita bisa cari makan, kita bisa bergerak, kuliah lagi dan belajar dengan baik,” katanya dihadapan keluarga pendemo yang diamankan Polda Jatim, kemarin. (Binti Mufarida/Lukman Hakim)
Fakta ini terungkap dari hasil jajak pendapat yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) beberapa waktu lalu. Dari jajak pendapat tersebut warga Provinsi Maluku yang mendominasi kepercayaan jika mereka tidak akan terpapar Covid-19 dengan kisaran 29,18%. Menyusul kemudian Sulawesi Utara 27,66 %, Nusa Tenggara Timur 25,46 %, Sulawesi Tengah 22,48 %, dan Sulawesi Tenggara 22,36 %. (Baca: Muslimah, Ini Pentingnya Menyempurnakan Wudhu)
Kondisi ini berdampak pada rendahnya kepatuhan mereka dalam menerapkan protokol kesehatan. Mereka abai terhadap kewajiban memakai masker, menjaga jarak dalam kerumunan, hingga mencuci tangan saat beraktivitas di luar rumah. Mereka pun berpotensi menjadi orang yang terjangkit Covid-19 tanpa gejala yang diam-diam bisa menularkan wabah ini kepada orang lain sehingga memunculkan ledakan pasien positif di kemudian hari.
Fenomena persepsi publik yang salah ini juga pernah terjadi di awal-awal pandemi merebak di tanah air. Saat itu dari jajak pendapat yang dilakukan oleh Balitbangkes Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menunjukkan 30% publik di wilayah DKI Jakarta, 29% publik Jawa Timur, 18% publik di Jawa Tengah, 16% public Jawa Barat, dan 14% publik di Kalimantan Selatan yakin tidak akan tertular Covid-19. Di kemudian hari terbukti jiwa wilayah-wilayah tersebut menjadi episentrum-episentrum wabah Covid-19 di Indonesia.
“Nah ini adalah sebuah tantangan yang harus kita hadapi. Kenapa ini terjadi? Mungkin faktor pertama adalah karena masalah sosialisasi. Masih banyak masyarakat yang belum mendapatkan informasi yang utuh tentang Covid ini,” kata Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Doni Monardo, dalam diskusi ‘44,9 Juta Orang Yakin Kebal Covid-19 , Apa yang Harus Kita Lakukan?’ di Media Center Satgas Covid-19 Graha BNPB Jakarta, kemarin.
Dia mengatakan angka 17% dari 270 juta pendudukan Indonesia yang yakin kebal Covid-19 merupakan jumlah yang cukup besar. Mereka setara dengan 44,9 juta orang. Jika tidak diberikan pemahaman yang benar, mereka berpotensi akan terjangkit Covid-19 dan menularkannya kepada orang lain.
Apalagi 85% penderita Covid-19 di Indonesia masuk dalam kelompok orang tanpa gejala (OTG) atau kombinasi dari orang dengan penyakit bawaan atau komorbid. “Fenomena ini sama dengan jajak pendapat Balitbangkes Kemenkes di awal masa pandemic di mana di daerah-daerah yang saat ini menjadi episentrum Covid-19 dulunya warganya mayoritas kebal Covid-19,” katanya. (Baca juga: Tangkap dan ANiaya Wartawan, Polri Didesak Evaluasi Pola Pengamanan Unras)
Doni pun menegaskan bahwa fakta ini menjadi tantangan bagi Satgas Covid-19 terutama dalam memberikan informasi yang utuh kepada masyarakat. Sehingga saat ini fokus Satgas Covid-19 adalah bagaimana mengedukasi masyarakat untuk mengerti bahaya Covid-19. “Wabah Covid-19 ini bukan rekayasa, bukan konspirasi dan kasusnya sudah menimpa Perdana Menteri Inggris, Presiden Amerika,” katanya.
Jenderal TNI AD bintang tiga ini menghimbau keterlibatan aktif dari para pemangku kepentingan terutama kepala daerah untuk mengedukasi masyarakat akan bahaya Covid-19. Dia menilai dengan pendekatan yang tepat dengan melibatkan semua komponen masyarakat akan perlahan membantu kesadaran masyarakat untuk mematuhi protocol kesehatan. Selain itu pimpinan wilayah juga bisa menggunakan pendekatan tradisi untuk memantik kesadaran warganya.
Doni mencontohkan Bali sebagai wilayah yang memegang teguh tradisi dan adat istiadat. Harusnya di wilayah ini upaya mengedukasi Covid-19 bisa dilakukan dengan melibatkan para tokoh adat. “Jadi Bali termasuk urutan ke-11 dari 34 provinsi yang masyarakatnya merasa yakin tidak terpapar Covid peringkat pertama itu adalah Maluku dengan angka 29% adalah Maluku. Kemudian yang kedua peringkat dua adalah Sulawesi Utara dengan posisi 27,66%. Lantas Bali berada pada urutan 11 ya yaitu pada posisi 20,78%,” katanya.
Dia pun menghimbau Gubernur Bali untuk mengunakan pendekatan tradisi dan melibatkan banyak komponen masyarakat untuk mengedukasi warga akan bahaya Covid-19. Selain itu mereka juga harus menerapkan protocol kesehatan sebagai jalan paling efektif untuk menghindari bahaya Covid-19. (Baca juga: Belajar Harus Tetap Menyenangkan)
“Dan kita sengaja dalam menyampaikan pesan kepada Bapak Gubernur Bali untuk melibatkan lebih banyak lagi komponen masyarakat, karena semakin masyarakat diikutsertakan dalam penanganan Covid ini maka secara langsung akan meningkatkan kesadaran. Nah inilah yang harus kita lakukan secara menyeluruh jangan saja pemerintah yang melakukan upaya penanganan, tetapi seluruh komponen,” paparnya.
Doni pun mengatakan bahwa upaya-upaya pemerintah selama ini khususnya untuk bidang kesehatan menurutnya sudah sangat maksimal. Upaya para tenaga kesehatan termasuk para dokter telah terbukti terus meningkatkan angka kesembuhan bagi pasien Covid-19 . Kondisi ini berbeda dibandingkan di masa awal Covid-19 di mana pasien yang terpapar wabah tersebut sangat sedikit yang sembuh.
“Dan kita semua tahu dokter-dokter kita sudah bekerja keras dengan luar biasa. Terbukti dari angka yang sembuh ya sudah mencapai lebih dari 230 ribu orang. Jadi ini suatu prestasi yang juga sangat membanggakan kita. Karena awalnya kita sangat khawatir karena jumlah masyarakat kita yang terpapar Covid itu sangat sedikit yang sembuh.”
“Tetapi Alhamdulillah dokter kita semakin profesional, semakin punya banyak pengalaman dan angka kesembuhan rata-rata sudah mencapai 76%. Artinya sudah di atas angka kesembuhan global,” tambah Doni. (Baca juga: Waspada! Seks Oral Bisa Sebabkan Kanker Tenggorokan)
Hindari Kerumunan Massa
Dalam kesempatan tersebut mantan Pangdam Siliwangi tersebut mengingatkan jika Covid-19 masih terus mengancam. Pihaknya pun mewanti-wanti agar semua elemen masyarakat semaksimal mungkin menghindari kerumanan massa. Apalagi dalam beberapa hari terakhir banyak fenomena unjuk rasa. Dia khawatir jika akan terjadi ledakan besar Covid-19 jika kerumunan massa ini terus berlangsung dalam beberapa hari kedepan.
“Karena bisa saja di antara masyarakat yang berkumpul itu ada yang positif Covid ya. Dan bisa jadi ketika nanti terjadi hubungan yang sangat dekat akibatnya yang lain bisa terpapar Covid,” katanya.
Doni mengatakan bahwa dalam kondisi kedaruratan kesehatan, maka undang-undang yang saat ini diikuti adalah Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kedaruratan Kesehatan. Dimana ketentuan tentang protokol kesehatan harus dipatuhi oleh seluruh komponen bangsa. “Dan salah satu protokol kesehatan yang harus kita patuhi itu adalah menjaga jarak dan menghindari kerumunan,” tegasnya
Doni meminta semua pihak untuk mencegah adanya kerumunan massa agar tidak terjadi penyebaran Covid-19. “Karenanya sekali lagi, upaya-upaya terjadinya kerumunan harus bisa kita cegah. Kalau kita bisa mengurangi terjadinya kerukunan berarti kita bisa melindungi lebih banyak warga negara kita,” katanya. (Lihat videonya: Preman Pengancam PNS Menggunakan Ular Diciduk Polisi)
Sementara itu Polda Jatim melakukan rapid test COVID-19 terhadap pengunjuk rasa anarkistis yang diamankan dalam aksi menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja. Dari 634 pengunjuk rasa yang diamankan, 37 diantaranya reaktif. Dari jumlah itu, 20 diantaranya di Malang dan 17 di Surabaya.
Kapolda Jatim Irjen Pol Fadil Imran mengatakan, bagi mereka yang reaktif rapid test, dilanjutkan dengan test swab. Bagi yang positif COVID-19 , akan dirawat di Rumah Sakit Bhayangkara Polda Jatim Jalan Ahmad Yani, Surabaya.
“Jawa Timur sudah masuk zona oranye dan kuning, Artinya kita sudah keluar dari zona merah. Jangan sampai Jawa Timur kita buat zona merah, supaya kita bisa cari makan, kita bisa bergerak, kuliah lagi dan belajar dengan baik,” katanya dihadapan keluarga pendemo yang diamankan Polda Jatim, kemarin. (Binti Mufarida/Lukman Hakim)
(ysw)