Lansia Sehat, Aktif, dan Bermartabat
loading...
A
A
A
Mewujudkan Lansia "Smart"
Lanjut usia sangat berkaitan dengan berbagai perubahan seperti perubahan anatomi/fisiologi, berbagai penyakit atau keadaan patologik sebagai akibat penuaan serta pengaruh psikososial pada fungsi organ. Penurunan kondisi fisik dan psikis dapat menimbulkan masalah bagi lansia. Hurlock (2002) menyebutkan ada beberapa masalah yang dapat menyertai lansia, yaitu: (1) ketidakberdayaan fisik yang menyebabkan ketergantungan pada orang lain; (2) ketidakpastian ekonomi sehingga memerlukan perubahan total dalam pola hidupnya; (3) membuat teman baru untuk mendapatkan ganti mereka yang telah meninggal atau pindah; (4) mengembangkan aktivitas baru untuk mengisi waktu luang yang bertambah banyak; dan (5) belajar memperlakukan anak-anak yang telah tumbuh dewasa.
Masalah lansia ternyata bukan hanya faktor kesehatan saja, tetapi juga faktor psikososial dan budaya. Oleh karena itu penanganan lansia perlu dilakukan secara holistis integratif dan komprehensif. Perhatian yang memadai terhadap faktor kesehatan, psikologi, budaya, dan sosial merupakan bagian dari upaya yang diperlukan untuk memenuhi hak dan kebutuhan lansia.
Berbagai kementerian dan lembaga ikut ambil bagian dalam "mengeroyok" pemberdayaan lansia. Kementerian Kesehatan bergerak melalui pembentukan dan pembinaan lansia dengan posyandu lansia atau posbindu lansia. Langkah ini lebih mengutamakan upaya peningkatan pencegahan dan pemeliharaan kesehatan di samping upaya penyembuhan dan pemulihan bagi lansia yang sakit. Tujuannya membentuk lansia "Smart" yaitu sehat, mandiri, aktif, produktif, dan bermartabat.
BKKBN dengan program Bina Keluarga Lansia (BKL) lebih konsentrasi pada pemberdayaan lansia potensial (mandiri) sekitar 74% atau 19,2 juta lansia agar menjadi lansia tangguh. Intinya juga sama, yaitu agar lansia masih terus aktif dan menjadi potensi bagi pembangunan. Secara operasional, mengajarkan kepada lansia dan keluarga lansia untuk memahami dan mempraktikkan tujuh dimensi lansia tangguh. Konsep ini diambil dari Seven Dimension of Wellness yang dikembangkan oleh International Council on Active Ageing (ICAA ) yang intinya lansia perlu terus diintervensi (stimulasi) pada aspek spiritual, intelektual/profesional, vokasional/hobi, sosial, fisik/kesehatan, emosional, dan lingkungan.
Kementerisn Sosial lebih mengarah pada lansia nonpotensial yang jumlahnya sekitar 7 juta (26%) melalui program rehabilitasi sosial (progres lansia). Program ini adalah upaya yang ditujukan untuk membantu lanjut usia dalam memulihkan dan mengembangkan keberfungsian sosialnya yang dilakukan secara terarah, terpadu dan berkelanjutan dalam bentuk rehabilitasi sosial dan pemberian bantuan kesejahteraan sosial.
Untuk memudahkan penanganan lansia diperlukan sistem informasi kelanjutusiaan yang akurat dan tepercaya agar intervensi tepat sasaran. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah merancang studi untuk pengembangan sistem informasi lanjut usia (Silani). Tujuan dari diadakannya pilot project Silani ini adalah untuk menyediakan data kondisi lanjut usia dan rumah tangga, menyediakan data keadaan fasilitas penyediaan layanan, dasar mengembangkan kebijakan dan intervensi, serta sebagai alat monitoring dan evaluasi.
Sementara itu BKKBN juga mengembangkan sistem informasi kelanjutusiaan "GoLantang", merupakan sebuah media yang menyediakan rubrik bagi lansia dan keluarga lansia dalam mencapai lansia tangguh dan berkualitas. GoLantang juga mengintegrasikan data dari berbagai institusi pemerintah terkait lansia seperti BKKBN, Kementrian Dalam Negeri, Kementrian Sosial, Kementerian Kesehatan, Bappenas, BPS, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), dan lainnya. Selain kementerian dan lembaga tersebut, penanganan lansia juga dilakukan berbagai LSM dan universitas.
Agar efektif, penanganan kelanjutusiaan idealnya dilakukan secara holistis integratif dan komprehensif. Holistis karena menggarap lansia yang terbaik berdasarkan siklus kehidupannya. Integratif agar semua program lansia menjadi fokus dan terarah serta saling melengkapi. Komprehensif karena digarap dengan memperhatikan berbagai dimensi mulai spiritual, kesehatan, psikososial, budaya hingga lingkungan. Semua pihak harus bersatu padu. Stigmatisasi terhadap lansia yang tebersit di benak setiap orang bahwa lansia adalah seseorang yang tidak berdaya harus dihilangkan.
Lansia sebenarnya dapat berdaya sebagai subjek dalam pembangunan. Pengalaman hidup menempatkan lansia bukan hanya sebagai orang yang dituakan dan dihormati di lingkungannya, tetapi juga dapat berperan sebagai agen perubahan (agent of change ) di lingkungan keluarga dan masyarakat sekitarnya. Lansia yang "Smart" merupakan keharusan agar mampu memetik bonus demografi tahap kedua.
Meski jatuh pada 2 Oktober yang lalu, belum telat untuk mengucapkan "Selamat Hari Lansia Internasional"!
Lanjut usia sangat berkaitan dengan berbagai perubahan seperti perubahan anatomi/fisiologi, berbagai penyakit atau keadaan patologik sebagai akibat penuaan serta pengaruh psikososial pada fungsi organ. Penurunan kondisi fisik dan psikis dapat menimbulkan masalah bagi lansia. Hurlock (2002) menyebutkan ada beberapa masalah yang dapat menyertai lansia, yaitu: (1) ketidakberdayaan fisik yang menyebabkan ketergantungan pada orang lain; (2) ketidakpastian ekonomi sehingga memerlukan perubahan total dalam pola hidupnya; (3) membuat teman baru untuk mendapatkan ganti mereka yang telah meninggal atau pindah; (4) mengembangkan aktivitas baru untuk mengisi waktu luang yang bertambah banyak; dan (5) belajar memperlakukan anak-anak yang telah tumbuh dewasa.
Masalah lansia ternyata bukan hanya faktor kesehatan saja, tetapi juga faktor psikososial dan budaya. Oleh karena itu penanganan lansia perlu dilakukan secara holistis integratif dan komprehensif. Perhatian yang memadai terhadap faktor kesehatan, psikologi, budaya, dan sosial merupakan bagian dari upaya yang diperlukan untuk memenuhi hak dan kebutuhan lansia.
Berbagai kementerian dan lembaga ikut ambil bagian dalam "mengeroyok" pemberdayaan lansia. Kementerian Kesehatan bergerak melalui pembentukan dan pembinaan lansia dengan posyandu lansia atau posbindu lansia. Langkah ini lebih mengutamakan upaya peningkatan pencegahan dan pemeliharaan kesehatan di samping upaya penyembuhan dan pemulihan bagi lansia yang sakit. Tujuannya membentuk lansia "Smart" yaitu sehat, mandiri, aktif, produktif, dan bermartabat.
BKKBN dengan program Bina Keluarga Lansia (BKL) lebih konsentrasi pada pemberdayaan lansia potensial (mandiri) sekitar 74% atau 19,2 juta lansia agar menjadi lansia tangguh. Intinya juga sama, yaitu agar lansia masih terus aktif dan menjadi potensi bagi pembangunan. Secara operasional, mengajarkan kepada lansia dan keluarga lansia untuk memahami dan mempraktikkan tujuh dimensi lansia tangguh. Konsep ini diambil dari Seven Dimension of Wellness yang dikembangkan oleh International Council on Active Ageing (ICAA ) yang intinya lansia perlu terus diintervensi (stimulasi) pada aspek spiritual, intelektual/profesional, vokasional/hobi, sosial, fisik/kesehatan, emosional, dan lingkungan.
Kementerisn Sosial lebih mengarah pada lansia nonpotensial yang jumlahnya sekitar 7 juta (26%) melalui program rehabilitasi sosial (progres lansia). Program ini adalah upaya yang ditujukan untuk membantu lanjut usia dalam memulihkan dan mengembangkan keberfungsian sosialnya yang dilakukan secara terarah, terpadu dan berkelanjutan dalam bentuk rehabilitasi sosial dan pemberian bantuan kesejahteraan sosial.
Untuk memudahkan penanganan lansia diperlukan sistem informasi kelanjutusiaan yang akurat dan tepercaya agar intervensi tepat sasaran. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah merancang studi untuk pengembangan sistem informasi lanjut usia (Silani). Tujuan dari diadakannya pilot project Silani ini adalah untuk menyediakan data kondisi lanjut usia dan rumah tangga, menyediakan data keadaan fasilitas penyediaan layanan, dasar mengembangkan kebijakan dan intervensi, serta sebagai alat monitoring dan evaluasi.
Sementara itu BKKBN juga mengembangkan sistem informasi kelanjutusiaan "GoLantang", merupakan sebuah media yang menyediakan rubrik bagi lansia dan keluarga lansia dalam mencapai lansia tangguh dan berkualitas. GoLantang juga mengintegrasikan data dari berbagai institusi pemerintah terkait lansia seperti BKKBN, Kementrian Dalam Negeri, Kementrian Sosial, Kementerian Kesehatan, Bappenas, BPS, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), dan lainnya. Selain kementerian dan lembaga tersebut, penanganan lansia juga dilakukan berbagai LSM dan universitas.
Agar efektif, penanganan kelanjutusiaan idealnya dilakukan secara holistis integratif dan komprehensif. Holistis karena menggarap lansia yang terbaik berdasarkan siklus kehidupannya. Integratif agar semua program lansia menjadi fokus dan terarah serta saling melengkapi. Komprehensif karena digarap dengan memperhatikan berbagai dimensi mulai spiritual, kesehatan, psikososial, budaya hingga lingkungan. Semua pihak harus bersatu padu. Stigmatisasi terhadap lansia yang tebersit di benak setiap orang bahwa lansia adalah seseorang yang tidak berdaya harus dihilangkan.
Lansia sebenarnya dapat berdaya sebagai subjek dalam pembangunan. Pengalaman hidup menempatkan lansia bukan hanya sebagai orang yang dituakan dan dihormati di lingkungannya, tetapi juga dapat berperan sebagai agen perubahan (agent of change ) di lingkungan keluarga dan masyarakat sekitarnya. Lansia yang "Smart" merupakan keharusan agar mampu memetik bonus demografi tahap kedua.
Meski jatuh pada 2 Oktober yang lalu, belum telat untuk mengucapkan "Selamat Hari Lansia Internasional"!