Keahlian Paling Dibutuhkan dalam Pengembangan SDM Pascapandemi

Rabu, 07 Oktober 2020 - 05:48 WIB
loading...
Keahlian Paling Dibutuhkan...
Muhamad Ali
A A A
Muhamad Ali
Pemerhati Human Capital

SAYA mencatat dan mengamati perubahan-perubahan besar dalam skala korporasi dan birokrasi yang terus terkoreksi akibat pandemi, terutama dalam pengelolaan dan pengembangan sumber daya manusia (SDM).

Perubahan tersebut memang lebih banyak didorong oleh faktor eksternal yang sedang dan masih terus berubah. Perubahan yang lebih banyak berbentuk tantangan dibandingkan peluang-peluang. Perubahan yang lebih banyak dipandang dan dipahami sebagai kecemasan atau kekhawatiran ketimbang sebagai upaya koreksi dalam skala
masif.

Jauh sebelum munculnya pandemi Covid-19, saya mencatat dengan baik pengalaman Google dalam perekrutan dan pengelolaan SDM untuk menjadikan perusahaan teknologi yang pernah diakui sebagai perusahaan teknologi paling inovatif tersebut menjadi besar dan semakin besar, mengalahkan kompetitor baru maupun perusahaan teknologi informasi lama.

Adalah Laszlo Bock, orang yang pernah menjadi eksekutif paling bertanggung jawab di Google dalam pengelolaan dan pengembangan SDM di Google, yang mengungkapkan temuan menarik tersebut. Meskipun sekarang sudah tidak lagi bekerja di Google dan mengembangkan perusahaan sendiri, pernyataan Bock dalam konteks Google masih relevan sampai hari ini. Inti dari pernyataan Bock adalah semakin hari semakin banyak pegawai yang direkrut Google yang tidak memiliki kompetensi akademik berbentuk ijazah sarjana (bachelor degrees), tetapi betul-betul mereka yang memiliki keterampilan teknis sesuai dengan yang dibutuhkan Google.

“Gelar ijazah tidak lagi relevan” dalam pekerjaan-pekerjaan baru, pada akhirnya terbukti dalam pengalaman Bock. Saya berpandangan bahwa gelar ijazah tetap penting, namun yang lebih penting hari ini adalah pengembangan keahlian setiap orang dalam korporasi dan birokrasi untuk memberikan mereka bekal yang paling mereka butuhkan.

Apa itu keahlian yang paling dibutuhkan? Pertama dan paling utama adalah kepemimpinan (leadership). Saya mengamati bagaimana para pemimpin dunia dan para pemimpin korporasi besar menghela dan mengelola negara atau organisasi yang mereka pimpin dalam mengatasi pandemi. Negara-negara yang dipandang relatif berhasil dalam menangani pandemi adalah negara yang pemimpinnya memiliki kepemimpinan yang sangat kuat dan mampu menunjukkan arah yang kuat sehingga menggerakkan setiap komponen di bawahnya untuk bergerak pada arah yang sama tanpa mengeluh berlebihan.
Dalam konteks negara, pemimpin yang terpilih secara demokratis, tidak memberikan jaminan mampu memperlihatkan kepemimpinan yang kuat, justru karena mekanisme demokrasi sering kali bersifat prosedural dan memakan waktu. Para pemimpin korporasi, lebih diuntungkan untuk merespons situasi pandemi yang sekarang telah berujung resesi di banyak negara, karena korporasi dilengkapi dengan instrumen organisasi yang memiliki kinerja dan standar operasi serta prosedur yang baku dan ketat.

Tuntutan keahlian setelah kepemimpinan adalah kemampuan beradaptasi dan mengelola organisasi secara fleksibel. Kata yang terakhir harus ditempatkan dalam konteks yang tepat, karena dalam situasi krisis, pandemi, atau resesi seperti sekarang, fleksibel bisa dipahami sebagai plinplan. Bahkan, lebih jauh lagi, tida punya sikap.

Adaptif artinya menyesuaikan dengan situasi dan lingkungan yang terus berubah. Dalam konteks itu, adaptif bisa saja memunculkan keragu-raguan kepada orang-orang di bawahnya. Akan tetapi, adaptif berorientasi pada model atau pendekatan “kalau tidak berubah, saya akan mati”. Hidup dan mati menjadi taruhannya. Dan, hanya pemimpin yang memiliki kemampuan beradaptasi yang cepat yang akan bertahan. Sementara fleksibilitas adalah metode atau pendekatan yang lentur. Fleksibilitas memang mengandaikan kelenturan dan sekaligus kemampuan untuk mencari keseimbangan-keseimbangan baru yang bergeser oleh karena faktor eksternal yang sangat kuat.

Berikutnya adalah keahlian berinovasi dan berkreasi. Apabila kepemimpinan dan kemampuan adaptasi tidak diimbangi kemampuan untuk berinovasi, keduanya tidak akan berarti banyak untuk menakhodai organisasi, baik korporasi maupun birokrasi. Ada pepatah lama yang mengatakan “There are no something new under the sun.” Tidak ada yang benar-benar baru di kolong langit ini. Inovasi selalu memiliki fungsi zaman (time) dan fungsi manfaat (benefit). Dengan demikian, setiap hal
tetap dapat dipandang sebagai hal baru sesuai dengan perkembangan waktu dan manfaat yang ingin didapat.

Jika ingin dilengkapi tiga keahlian paling dasar yang harus dibangun dalam setiap pemimpin organisasi, yang terakhir adalah kemampuan berkomunikasi dan mengelola kecerdasan emosional. Kemampuan atau keahlian yang bersifat softskill ini bukanlah given, melainkan bisa dilatih dan dikembangkan. Dan, apabila pendekatan serta metodenya tepat, komunikasi dan kecerdasan emosional adalah puzzle terakhir yang akan melengkapi keahlian setiap pemimpin pada setiap
jenjang maupun bidang.
(bmm)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1441 seconds (0.1#10.140)