Perppu No. 2/2020 Dinilai Masih Setengah Hati Beri Kepastian Hukum Pilkada

Rabu, 06 Mei 2020 - 09:33 WIB
loading...
A A A
Lebih lanjut Titi menganggap perppu pilkada ini masih menyimpan kegamangan dan situasi tidak pasti dengan adanya pengaturan pada Pasal 201A ayat (3) yang menyatakan bahwa dalam hal pemungutan suara serentak 2020 tidak dapat dilaksanakan pada bulan Desember 2020, maka pemungutan suara serentak ditunda dan dijadwalkan kembali segera setelah bencana nonalam berakhir, melalui mekanisme persetujuan bersama antara KPU, Pemerintah, dan DPR.

Titi menilai, terlihat bahwa Pemerintah melalui perppu ini, meski mengatur pemungutan suara pilkada serentak 2020 pada Desember 2020, tapi tetap menyimpan ketidakyakinan terkait situasi pandemi yang dihadapi. Alih-alih memilih waktu yang lebih memadai, misalnya menunda ke Juni 2021 dengan pertimbangan waktu yang lebih memadai untuk melakukan persiapan dan penyesuaian pada penanganan pandemi COVID-19, Pemerintah malah menyerahkan skema kemungkinan penundaan kembali pilkada melalui kesepakatan tripartit KPU, Pemerintah, dan DPR.

Menurut Titi, jika dirujuk implikasi teknis pilihan pemungutan suara pada bulan Desember 2020 membuat KPU harus sudah mulai menyiapkan tahapan pilkada pada Juni 2020, artinya akan ada irisan pelaksanaan tahapan dengan fase penanganan puncak pandemi dan masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang belum bisa dipastikan kapan akan berakhirnya.

Dia menganggap, melaksanakan tahapan yang beririsan dengan masa puncak pandemi memerlukan dukungan dan disiplin ketat pada kepatuhan terhadap protokal kesehatan penanganan pandemi COVID-19 oleh semua pemangku kepentingan pilkada, mulai dari petugas pemilihan, calon peserta pemilihan, maupun masyarakat pemilih.

Di sisi lain, lanjutnya, hal itu mengandung risiko tersendiri terutama bila kita tidak bisa memastikan keterpenuhan fasilitas untuk proteksi kesehatan pada para petugas pemilihan dan kepatuhan pada disiplin aturan main protokol kesehatan yang ada.

"Tentu perlu daya dukung anggaran ekstra untuk memenuhi segala fasilitas yang sejalan dengan protokol penanganan COVID-19, sebut saja keperluan pengadaan masker, hand sanitizer, disinfektan, dan lain-lain. Kita belajar soal hal ini setidaknya dari Pemilu Korea Selatan yang sedemikian rupa menyediakan fasilitas tambahan bagi para petugas pemilihan sejalan dengan protokol penanganan COVID-19," tuturnya.

Dalam hal ini, sambung dia, KPU semestinya harus merumuskan berbagai peraturan teknis pilkada yang sejalan dengan protokol penanganan COVID-19, khususnya soal interaksi petugas dengan pemilih maupun peserta pemilihan yang tidak beresiko menyebarkan Covid-19.

Misalnya saja, kata dia, teknis verifikasi faktual syarat dukungan bakal calon perseorangan, coklit data pemilih, pendaftaran calon, maupun kampanye, dan pemungutan suara, mestinya sesuai dengan kebijakan jaga jarak (physical distancing) untuk mencegah penyebaran COVID-19. Namun perppu nampaknya kurang menangkap kebutuhan teknis ini agar bisa diatur dengan baik oleh berbagai peraturan teknis yang dibuat penyelenggara pemilihan.

"Jadi bisa disimpulkan bahwa Perppu No. 2 Tahun 2020 ini masih setengah hati dalam memberikan kepastian hukum keberlanjutan pilkada serentak 2020. Ada kepastian tapi belum sepenuhnya pasti. Selain itu, pilihan pemungutan suara di bulan Desember 2020 juga masih membawa risiko kesehatan pada para pihak yang terlibat di pemilihan, khususnya bila KPU tidak mampu menyiapkan teknis pemilihan yang kompatibel dengan protokol penanganan Corona," ucapnya.
(cip)
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1597 seconds (0.1#10.140)