Swab Test Ditetapkan Rp900 Ribu, Begini Reaksi Rumah Sakit Swasta
loading...

Pemerintah menetapkan harga batas atas swab test sebesar Rp900 ribu. Harga itu sudah termasuk pemeriksaan dengan metode real-time (RT) Polymerase Chain Reaction (PCR). Foto/SINDOnews/Ali Masduki
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah secara resmi menetapkan harga batas atas swab test sebesar Rp900 ribu. Harga itu sudah termasuk pemeriksaan dengan metode real-time (RT) Polymerase Chain Reaction (PCR). Harga tersebut hanya diperuntukkan bagi masyarakat yang akan melakukan tes secara mandiri.
Menyikapi hal itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) Iing Ichsan Hanafi menilai rumah sakit (RS) memahami dan akan mengikuti kebijakan tersebut. Hanya saja, pihaknya juga harus memerinci dan mengatur standarisasi alat pendukung tes PCR(Baca juga: Harga Swab Test Rp900 Ribu, Pemerintah Segera Buat Surat Edaran)
Dalam proses pelaksanaan swab test PCR terdiri atas beberapa komponen seperti mesin PCR dan alat pendukung pemeriksaan lainnya seperti reagent, sumber daya manusia (SDM) yaitu dokter spesialis, analis dan pendukung lainnya, alat pelindung diri (APD), listrik, dan sebagainya.
“Mengenai tarif PCR, karena sudah ditetapkan pemerintah seperti itu, tentunya kita ikut saja. Hanya saja, juga mendorong agar reagent juga distandarisasi agar bisa lebih efisien lagi,” ujar Ichsan kepada SINDOnews, Minggu (4/10/2020).
Bagi RS yang tidak memiliki alat PCR maka harus mengirim bahan atau sampel pemeriksaan ke RS atau laboratorium lain. Kemungkinan akan ada biaya tambahan seperti transportasi dan butuh waktu tempuh.
“Tidak semua rumah sakit memiliki alat PCR sendiri. Mungkin terbatas sekali rumah sakit yang punya alat tersebut. Tentunya rumah sakit pasti bekerja sama dengan pihak lain,” tandasnya.
Di sisi lain, Ichsan juga belum memahami penetapan tarif tersebut untuk tes PCR yang berapa hari. Sepengetahuannya, rata-rata hasil pengujiannya sampai 3 hari.
“Kalau di rumah sakit tertentu, untuk (hasil) sehari keluar, mungkin harganya bisa lebih. Karena antrean ini cukup banyak. Alatnya terbatas,”katanya.(Baca juga: Wagub DKI Minta Pengusaha Jangan Ambil Keuntungan dari Swab Test )
Menurut dia, tidak semua RS mampu menyediakan alat PCR karena keterbatasan anggaran. Sebab, penyediaan alat tersebut membutuhkan anggaran yang tidak kecil. Selain itu, distribusi pasien di rumah sakit tertentu tidak banyak sehingga untuk lebih ekonomis maka uji swab tersebut dikirimkan ke rumah sakit lain.
Sebelumnya, Plt Dirjen Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Abdul Kadir mengatakan Kemenkes dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) telah menyetujui batas tertinggi biaya pengambilan swab dengan RT PCR mandiri yang sebesar Rp900 ribu. Angka itu dinilai dapat dipertanggungjawabkan sehingga dapat ditetapkan bagi masyarakat.
Pihaknya juga akan mengarahkan dinas kesehatan pemerintah daerah, baik tingkat provinsi hingga kabupaten/kota untuk dapat melakukan pengawasan terhadap fasilitas kesehatan dalam pemberlakuan harga tertinggi swab test dengan RT PCR.
“Kami meminta dinkes provinsi dan kabupaten dan kota untuk dapat melakukan pengawasan terhadap fasilitas kesehatan dalam pemberlakuan harga tertinggi swab test dengan RT PCR,” pintanya.
Menyikapi hal itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) Iing Ichsan Hanafi menilai rumah sakit (RS) memahami dan akan mengikuti kebijakan tersebut. Hanya saja, pihaknya juga harus memerinci dan mengatur standarisasi alat pendukung tes PCR(Baca juga: Harga Swab Test Rp900 Ribu, Pemerintah Segera Buat Surat Edaran)
Dalam proses pelaksanaan swab test PCR terdiri atas beberapa komponen seperti mesin PCR dan alat pendukung pemeriksaan lainnya seperti reagent, sumber daya manusia (SDM) yaitu dokter spesialis, analis dan pendukung lainnya, alat pelindung diri (APD), listrik, dan sebagainya.
“Mengenai tarif PCR, karena sudah ditetapkan pemerintah seperti itu, tentunya kita ikut saja. Hanya saja, juga mendorong agar reagent juga distandarisasi agar bisa lebih efisien lagi,” ujar Ichsan kepada SINDOnews, Minggu (4/10/2020).
Bagi RS yang tidak memiliki alat PCR maka harus mengirim bahan atau sampel pemeriksaan ke RS atau laboratorium lain. Kemungkinan akan ada biaya tambahan seperti transportasi dan butuh waktu tempuh.
“Tidak semua rumah sakit memiliki alat PCR sendiri. Mungkin terbatas sekali rumah sakit yang punya alat tersebut. Tentunya rumah sakit pasti bekerja sama dengan pihak lain,” tandasnya.
Di sisi lain, Ichsan juga belum memahami penetapan tarif tersebut untuk tes PCR yang berapa hari. Sepengetahuannya, rata-rata hasil pengujiannya sampai 3 hari.
“Kalau di rumah sakit tertentu, untuk (hasil) sehari keluar, mungkin harganya bisa lebih. Karena antrean ini cukup banyak. Alatnya terbatas,”katanya.(Baca juga: Wagub DKI Minta Pengusaha Jangan Ambil Keuntungan dari Swab Test )
Menurut dia, tidak semua RS mampu menyediakan alat PCR karena keterbatasan anggaran. Sebab, penyediaan alat tersebut membutuhkan anggaran yang tidak kecil. Selain itu, distribusi pasien di rumah sakit tertentu tidak banyak sehingga untuk lebih ekonomis maka uji swab tersebut dikirimkan ke rumah sakit lain.
Sebelumnya, Plt Dirjen Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Abdul Kadir mengatakan Kemenkes dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) telah menyetujui batas tertinggi biaya pengambilan swab dengan RT PCR mandiri yang sebesar Rp900 ribu. Angka itu dinilai dapat dipertanggungjawabkan sehingga dapat ditetapkan bagi masyarakat.
Pihaknya juga akan mengarahkan dinas kesehatan pemerintah daerah, baik tingkat provinsi hingga kabupaten/kota untuk dapat melakukan pengawasan terhadap fasilitas kesehatan dalam pemberlakuan harga tertinggi swab test dengan RT PCR.
“Kami meminta dinkes provinsi dan kabupaten dan kota untuk dapat melakukan pengawasan terhadap fasilitas kesehatan dalam pemberlakuan harga tertinggi swab test dengan RT PCR,” pintanya.
(dam)
Lihat Juga :