11 Pertimbangan MA Kabulkan PK dan Kurangi Hukuman Anas Urbaningrum

Rabu, 30 September 2020 - 23:02 WIB
loading...
A A A
Kelima, dalam proses pencalonan ketua umum DPP Partai Demokrat, saksi-saksi yang hadir dalam penggalangan dukungan mengatakan bahwa pemohon PK (Anas) tidak berbicara mengenai teknis bagaimana uang didapat dalam rangka pendanaan pencalonan pemohon PK sebagai ketua umum. Pemohon PK, sebagaimana keterangan saksi-saksi bahwa pemohon PK hanya berbicara mengenai visi dan misi untuk ditawarkan dalam Kongres Partai Demokrat di Bandung.

Keenam, dari fakta-fakta hukum, uang-uang yang dikeluarkan untuk pendanaan pemohon PK sebagai ketua umum didapatkan sebagaimana telah diuraikan di atas juga karena penggalangan dari simpatisan atas dasar kedekatan dalam organisasi pemohon PK sebelumnya. Yang kebetulan orang-orang tersebut duduk dalam struktur organisasi perusahaan serta dari kader-kader Partai Demokrat pendukung pemohon PK yang mempunyai akses dalam perusahaan tersebut.

Ketujuh, pemberian dana-dana dan fasilitas yang diberikan kepada pemohon PK melalui tim sukses pemohon PK dilakukan karena dengan membantu pemohon PK dalam Kongres Partai Demokrat diharapkan akan mempermudah perusahaan-perusahaan tersebut untuk mendapatkan proyek yang didanai pemerintah. Karena nantinya, apabila pemohon PK terpilih sebagai Ketua Umum Partai Demokrat dan Ketua Fraksi di DPR akan mempunyai kewenangan yang besar untuk mempengaruhi penataan anggaran-anggaran proyek pemerintah saat pembahasan di DPR.

Kedelapan, dengan demikian apabila fakta-fakta hukum tersebut dihubungkan dengan dakwaan Pasal 12 huruf a UU Pemberantasan Tipikor yang diterapkan judex juris tidak tepat karena pemberian dana-dana maupun fasilitas tersebut dilakukan sebelum pemohon PK menduduki jabatan tersebut.

Kesembilan, karena tepat telah dipertimbangkan judex facti bahwa yang dilakukan oleh pemohon PK adalah sesuai dengan dakwaan Pasal 11 UU Pemberantasan Tipikor yaitu penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya.

Kesepuluh, disamping itu terkait penjatuhan pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik judex juris telah menunjukkan kekeliruan yang nyata. Oleh karena penjatuhan pidana tambahan tersebut tanpa batasan waktu. Hal itu jelas tidak dapat dibenarkan. Sebagaimana Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 3 Tahun 2018 bahwa penjatuhan pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik dibatasi oleh jangka waktu paling lama 5 tahun terhitung sejak terpidana selesai menjalani masa pidana pokoknya.

Kesebelas, oleh karena judex juris telah menunjukkan kekhilafan dan kekeliruan yang nyata oleh hakim dalam putusannya, maka harus dibatalkan. Kemudian majelis hakim PK mengadili kembali sebagaimana disebutkan dalam bagian amar putusan.

"Sedangkan alasan-alasan PK lain tidak perlu lagi dipertimbangkan," ucap Andi.
(thm)
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1103 seconds (0.1#10.140)