11 Pertimbangan MA Kabulkan PK dan Kurangi Hukuman Anas Urbaningrum
loading...
A
A
A
JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan terpidana korupsi Anas Urbaningrum. MA memberikan bonus pemangkasan 6 tahun penjara, danhukumannya menjadi hanya 8 tahun.
Juru Bicara MA sekaligus anggota majelis hakim agung PK perkara Anas Urbaningrum, Andi Samsan Nganro menyatakan, sedikitnya terdapat 11 pertimbangan MA memutuskan mengabulkan PK yang sebelumnya diajukan Anas.
Pertama, MA berpendapat bahwa alasan-alasan permohonan pemohon PK dalam hal ini terpidana Anas Urbaningrum, atas dasar kekhilafan hakim dapat dibenarkan. (Baca juga: MA Beri Bonus Anas Urbaningrum, Hukuman Dipotong Jadi 8 Tahun)
Pasalnya, kata Andi, judex juris atau putusan kasasi MA sebelumnya telah salah menyimpulkan alat-alat bukti yang kemudian dijadikan sebagai dasar hukum tentang tindak pidana yang terjadi dan dilakukan pemohon PK.
Akibatnya, judex juris mengubah pasal dakwaan yang terbukti di tingkat judex facti (pengadilan tingkat pertama) dari Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menjadi Pasal 12 huruf a UU Pemberantasan Tipikor.
Kedua, setelah majelis hakim PK mencermati alat-alat bukti, baik dari keterangan saksi-saksi maupun alat bukti lainnya, ternyata uang-uang maupun fasilitas lainnya yang diterima pemohon PK (Anas), baik melalui PT Adhi Karya maupun dari Permai Group adalah dana-dana yang dihimpun dari hasil perolehan keuntungan dari proyek barang dan jasa serta fee-fee dari perusahaan lain.
"Karena perusahaan tersebut telah memenangkan berbagai proyek pengadaan barang dan jasa yang kemudian disubkontrakkan kepada perusahaan lain atau perusahaan lain yang mengerjakan proyek tersebut," ujar Andi mengutip pertimbangan putusan PK Anas, kepada SINDO MEDIA, di Jakarta, Rabu (30/9/2020) malam. (Baca juga: Dikenal Rajin Ibadah, Pelaku Vandalisme di Musala Sempat Ingin Bunuh Ibu Kandung)
Ketiga, dana-dana tersebut kemudian dijadikan sebagai marketing fee di bagian perusahaan untuk melakukan lobi-lobi usaha agar mendapatkan proyek dari APBN. Dari bukti-bukti bon sementara yang diajukan sebagai bukti, terlihat uang yang dikeluarkan diberikan tanda-tanda/kode huruf untuk kepentingan siapa, siapa yang mengeluarkan, dan nanti uang tersebut akan digantikan dengan proyek yang nanti diperoleh.
Sebagaimana keterangan saksi-saksi, baik dari PT Adhi Karya maupun Permai Group, tidak ada satupun yang menyatakan bahwa pemohon PK telah melakukan lobi-lobi kepada pemerintah agar perusahaan-perusahaan tersebut mendapat proyek dan tidak ada bukti segala pengeluaran uang dari perusahaan-perusahaan tersebut kendali dari pemohon PK.
"Hanya satu saksi di Permai Group yang menerangkan tersebut yaitu saksi Nazaruddin. Sebagaimana hukum satu saksi tanpa didukung alat bukti lain adalah unus testis nullus testis yang tidak punya nilai pembuktian," kata Andi menyampaikan isi pertimbangan. (Baca juga: Ketua Majelis Hakim PK Anas Urbaningrum Ganti, Ada Apa?)
Juru Bicara MA sekaligus anggota majelis hakim agung PK perkara Anas Urbaningrum, Andi Samsan Nganro menyatakan, sedikitnya terdapat 11 pertimbangan MA memutuskan mengabulkan PK yang sebelumnya diajukan Anas.
Pertama, MA berpendapat bahwa alasan-alasan permohonan pemohon PK dalam hal ini terpidana Anas Urbaningrum, atas dasar kekhilafan hakim dapat dibenarkan. (Baca juga: MA Beri Bonus Anas Urbaningrum, Hukuman Dipotong Jadi 8 Tahun)
Pasalnya, kata Andi, judex juris atau putusan kasasi MA sebelumnya telah salah menyimpulkan alat-alat bukti yang kemudian dijadikan sebagai dasar hukum tentang tindak pidana yang terjadi dan dilakukan pemohon PK.
Akibatnya, judex juris mengubah pasal dakwaan yang terbukti di tingkat judex facti (pengadilan tingkat pertama) dari Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menjadi Pasal 12 huruf a UU Pemberantasan Tipikor.
Kedua, setelah majelis hakim PK mencermati alat-alat bukti, baik dari keterangan saksi-saksi maupun alat bukti lainnya, ternyata uang-uang maupun fasilitas lainnya yang diterima pemohon PK (Anas), baik melalui PT Adhi Karya maupun dari Permai Group adalah dana-dana yang dihimpun dari hasil perolehan keuntungan dari proyek barang dan jasa serta fee-fee dari perusahaan lain.
"Karena perusahaan tersebut telah memenangkan berbagai proyek pengadaan barang dan jasa yang kemudian disubkontrakkan kepada perusahaan lain atau perusahaan lain yang mengerjakan proyek tersebut," ujar Andi mengutip pertimbangan putusan PK Anas, kepada SINDO MEDIA, di Jakarta, Rabu (30/9/2020) malam. (Baca juga: Dikenal Rajin Ibadah, Pelaku Vandalisme di Musala Sempat Ingin Bunuh Ibu Kandung)
Ketiga, dana-dana tersebut kemudian dijadikan sebagai marketing fee di bagian perusahaan untuk melakukan lobi-lobi usaha agar mendapatkan proyek dari APBN. Dari bukti-bukti bon sementara yang diajukan sebagai bukti, terlihat uang yang dikeluarkan diberikan tanda-tanda/kode huruf untuk kepentingan siapa, siapa yang mengeluarkan, dan nanti uang tersebut akan digantikan dengan proyek yang nanti diperoleh.
Sebagaimana keterangan saksi-saksi, baik dari PT Adhi Karya maupun Permai Group, tidak ada satupun yang menyatakan bahwa pemohon PK telah melakukan lobi-lobi kepada pemerintah agar perusahaan-perusahaan tersebut mendapat proyek dan tidak ada bukti segala pengeluaran uang dari perusahaan-perusahaan tersebut kendali dari pemohon PK.
"Hanya satu saksi di Permai Group yang menerangkan tersebut yaitu saksi Nazaruddin. Sebagaimana hukum satu saksi tanpa didukung alat bukti lain adalah unus testis nullus testis yang tidak punya nilai pembuktian," kata Andi menyampaikan isi pertimbangan. (Baca juga: Ketua Majelis Hakim PK Anas Urbaningrum Ganti, Ada Apa?)