Menristek Minta Kemenkes Permudah Aturan Produksi Alkes
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Bambang Brodjonegoro meminta agar Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dapat memberikan relaksasi atau mempemudah aturan untuk produksi alat kesehatan (alkes) dalam rangka percepatan penanganan pandemi Corona (Covid-19).
“Usulan kepada Kemenkes, dalam salah satu rapat terbatas, Presiden sudah memberikan instruksi untuk mulai mengurangi atau menyetop impor alkes yang sudah dihasilkan di dalam negeri,” kata Bambang dalam rapat gabungan (Ragab) virtual Komisi VII dan Komisi IX DPR, Selasa (5/5/2020).( )
Untuk bisa memenuhi syarat pengujian, Menristek meminta Kemenkes untuk memberikan semacam relaksasi tanpa mengorbankan faktor keselamatan. Pertama, industri alat kesehatan harus sudah mempunyai Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik (CPAKB). Tentunya bagi industri non-medis seperti PT Pindad atau PT LAN yang akan memproduksi ventilator.
Karena perusahaan ini sebelumnya tidak pernah membuat alkes maka akan sulit bagi mereka untuk memenuhi persyaratan CPAKB ini. “Sehingga kami membutuhkan adanya semacam relaksasi, kami sudah berkoordinasi dengan pak Menkes langsung, pak Menkes menjanjikan akan dibuat semacam SOP (standard operational procedure) saja sebagai pengganti atau alternatif dari CPAKB,” ujarnya.(Baca Juga: Didi Kempot Meninggal, KPK : Beliau Insan Seni yang Turut Gelorakan Antikorupsi)
Kedua, lanjut dia, perlunya protokol khusus pengujian dalam keadaan darurat. Dalam pengertian tidak ada relaksasi atau kelonggaran untuk kepentingan keselamatannya, melainkan untuk waktu pengujian ventilator atau alkes tersebut.
“Kenapa? Karena tergantung pemakaian dari ventilator tersebut. Informasi yang kami terima, ventilator ITB itu sudah dibagikan kalau tidak salah 11 rumah sakit sejak minggu lalu, namun sampai kemarkn informasinya belum ada staupun yang diuji atau dipakai, karena memang belum ada pasien yang membuthkan,” terang Mantan Menko Perekonomian itu.
“Tentunya kami membutuhkan relaksasi dari Kemeneks bagaimana sebaiknya agar uji klinis ventilator ini tidak memakan waktu yang terlalu lama,” sambungnya.
Ketiga, dia menambahkan, perlunya penetapan alasan tertentu bagi beberapa alkes hasil riset dan inovasi yang ditetapkan oleh Menkes agar masuk dalam pengecualian yang harus ada izin edar. (Baca Juga: Mutasi Pati TNI, Panglima Lantik Kapusjaspermildas dan Dandema)
Menurut dia, yang dilakukan sekarang ini, lanjut dia, bukan semata-mata untuk kebutuhan komersial, tapi upaya inovasi ini lebih kepada bagaimana kita memenui beberapa alkes yang masih kekurangan dalam waktu yang singkat dan tidak bergantung pada impor.
“Jadi mohon ini dilihat bukan sebagai upaya untuk komerisal, tapi lebih sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan dalam kondisi darurat sekarang. Tentunya ke depan ketika kondisi normal unsur komersialisasi barangkali bisa diperitmbangkan, tapi dalam kondisi hari ini untuk keperluan penanganan Covid-19,” tuturnya.
“Usulan kepada Kemenkes, dalam salah satu rapat terbatas, Presiden sudah memberikan instruksi untuk mulai mengurangi atau menyetop impor alkes yang sudah dihasilkan di dalam negeri,” kata Bambang dalam rapat gabungan (Ragab) virtual Komisi VII dan Komisi IX DPR, Selasa (5/5/2020).( )
Untuk bisa memenuhi syarat pengujian, Menristek meminta Kemenkes untuk memberikan semacam relaksasi tanpa mengorbankan faktor keselamatan. Pertama, industri alat kesehatan harus sudah mempunyai Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik (CPAKB). Tentunya bagi industri non-medis seperti PT Pindad atau PT LAN yang akan memproduksi ventilator.
Karena perusahaan ini sebelumnya tidak pernah membuat alkes maka akan sulit bagi mereka untuk memenuhi persyaratan CPAKB ini. “Sehingga kami membutuhkan adanya semacam relaksasi, kami sudah berkoordinasi dengan pak Menkes langsung, pak Menkes menjanjikan akan dibuat semacam SOP (standard operational procedure) saja sebagai pengganti atau alternatif dari CPAKB,” ujarnya.(Baca Juga: Didi Kempot Meninggal, KPK : Beliau Insan Seni yang Turut Gelorakan Antikorupsi)
Kedua, lanjut dia, perlunya protokol khusus pengujian dalam keadaan darurat. Dalam pengertian tidak ada relaksasi atau kelonggaran untuk kepentingan keselamatannya, melainkan untuk waktu pengujian ventilator atau alkes tersebut.
“Kenapa? Karena tergantung pemakaian dari ventilator tersebut. Informasi yang kami terima, ventilator ITB itu sudah dibagikan kalau tidak salah 11 rumah sakit sejak minggu lalu, namun sampai kemarkn informasinya belum ada staupun yang diuji atau dipakai, karena memang belum ada pasien yang membuthkan,” terang Mantan Menko Perekonomian itu.
“Tentunya kami membutuhkan relaksasi dari Kemeneks bagaimana sebaiknya agar uji klinis ventilator ini tidak memakan waktu yang terlalu lama,” sambungnya.
Ketiga, dia menambahkan, perlunya penetapan alasan tertentu bagi beberapa alkes hasil riset dan inovasi yang ditetapkan oleh Menkes agar masuk dalam pengecualian yang harus ada izin edar. (Baca Juga: Mutasi Pati TNI, Panglima Lantik Kapusjaspermildas dan Dandema)
Menurut dia, yang dilakukan sekarang ini, lanjut dia, bukan semata-mata untuk kebutuhan komersial, tapi upaya inovasi ini lebih kepada bagaimana kita memenui beberapa alkes yang masih kekurangan dalam waktu yang singkat dan tidak bergantung pada impor.
“Jadi mohon ini dilihat bukan sebagai upaya untuk komerisal, tapi lebih sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan dalam kondisi darurat sekarang. Tentunya ke depan ketika kondisi normal unsur komersialisasi barangkali bisa diperitmbangkan, tapi dalam kondisi hari ini untuk keperluan penanganan Covid-19,” tuturnya.
(dam)