Tapak Tilas Sikap NU dan Lahirnya Resolusi Mengutuk Gestapu

Kamis, 01 Oktober 2020 - 08:04 WIB
loading...
Tapak Tilas Sikap NU...
Monumen Pancasila Sakti di Lubang Buaya, Cipayung, Jakarta Timur. Foto/Okezone
A A A
JAKARTA - Isu kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Indonesia kembali menghangat akhir-akhir ini. Tidak dipungkiri ingatan bangsa Indonesia tentang sejarah kelam Gerakan 30 September 1965 atau biasa disebut G30S PKI semakin kuat, terlebih menjelang tanggal 30 September.

Pembunuhan tujuh pimpinan tertinggi ABRI di Ibu Kota saat itu tentu mengejutkan banyak pihak. Masyarakat semakin mengalami kecemasan sosial.

Dalam buku berjudul Benturan NU-PKI 1948-1965 yang ditulis Abdul Mun’im DZ dan Tim PBNU pada tahun 2013 digambarkan, saat itu masyarakat menghadapi kecemasan dan keresahan yang berkepanjangan sejak terjadinya berbagai aksi dan teror yang dilakukan oleh PKI beserta segenap organisasi nevennya baik dalam propa gandanya yang anti agama, penyerobotan tanah dan penyerbuan kantor organisasi sosial atau instansi pemerintah.

Dari peristiwa pembunuhan para jenderal itu, diketahui ada sekelompok perwira yang mencoba melakukan pengambilan kekuasaan. Gerakan yang dilakukan pada 30 September itu dipimpin Letnan Kolonel Untung, komandan Batalion Kawal Kehormatan Cakrabirawa, bersama-sama Kolonel A. Latif dan Brigadir Jenderal Supardjo.( )

Pada 1 Oktober 1965 siang, Letkol Untung mengumumkan pembentukan Dewan Revolusi yang diketuainya. Untuk mengumumkan Dekrit pendemisioneran Kabinet Kerja yang dipimpin oleh Presiden Soekarno.

Dalam bukunya, Abdul Mun'im menceritakan tentangreaksi pimpinan Nahdlatul Ulama (NU) menyikapi peristiwa tersebut. Pada 1 Oktober 1965,pemimpin tertinggi NU seperti Rais Aam KH Wahab Hasbullah dan Wakil Rais KH Bisri Sansuri serta beberapa pimpinan NU lainnya sedang berada di Jakarta dan berkumpul di rumah Sholihah Wahid Hasyim di Jalan Amir Hamzah.

Di sana, para pimpinan NU memantau keadaan. Setelah mendapatkan informasi dari siaran RRI serta rangkaian situasi sebelumnya. Ketika itu pula PBNU berkesimpulan bahwa pelaku atau dalang Gerakan 30 September adalah PKI.

Kemudian pada hari yang sama, yakni 1 Oktober 1965 PBNU langsung mengeluarkan pernyataan yang isinya. Pertama, mencela dengan keras tindakan perebutan kekuasaan oleh apa yang menamakan dirinya “Gerakan 30 September. Kedua, menolak dan menentang pembentukan “Dewan Revolusi”.

Peryataan itu dinilai sangat penting apalagi nama NU dicatut dalam Dewan Revolusi. Oleh karena itu, PBNU segera melakukan tabayyun. Dugaan PBNU bahwa pelaku G30S adalah PKI semakin kuat, semakin meyakinkan ketika surat kabar PKI Harian Rakjat yang terbit pada 2 Oktober 1965 dengan tegas editorialnya memberikan
dukungan pada gerakan 30 September untuk menyelamatkan revolusi daru kup yang akan dilakukan Dewan Jenderal

Proses pengambalian sikap atas peristiwa tersebut dilakukan pada 1 Oktober 1965. Pucuk pimpinan Gerakan Pemuda Ansor menyelenggarakan rapat pleno lengkap di Jakarta. "Pada awalnya semua pihak termasuk PP Ansor masih bertanya-tanya apa yang sedang terjadi dan siapa pelakukanya. Saat itu juga dilakukan usaha untuk mengumpulkan berbagai keterangan tentang situasi yang sebenarnya," tulis Abdul Mun'im dalam bukunya.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1999 seconds (0.1#10.140)