Badan Informasi Geospasial Bentuk Satuan Reaksi Cepat Penanggulangan Bencana
loading...
A
A
A
JAKARTA - Wilayah geografi Indonesia berada dalam lokasi pertemuan tiga lempeng tektonik utama bumi yang bergerak aktif saling mendesak satu dengan lainnya. Ketiga lempeng tersebut adalah Lempeng Indo-Australia di sebelah selatan, Lempeng Pasifik di sebelah timur, Lempeng Eurasia di sebelah utara, dan ditambah Lempeng Laut Filipina.
Lempeng Indo-Australia bergerak ke arah utara dan bertumbukan dengan Lempeng Eurasia. Lempeng Pasifik bergerak ke arah barat sedangkan Lempeng Eurasia relatif diam. Aktivitas dari pergerakan lempeng-lempeng ini menyebabkan Indonesia menjadi lumbung bencana dengan keanekaragaman potensi bencana geologi.
Sementara itu laju perubahan iklim, pemanasan global, serta adanya fenomena cuaca ekstrim (La-Nina dan El-Nino) menjadikan wilayah Indonesia ini memiliki potensi bencana lain khususnya bencana hidrometeorologi (bencana alam meteorologi). Bencana hidrometeorologi berupa banjir, longsor, puting beliung, gelombang pasang, dan kekeringan.
Kondisi ini diperburuk dengan fakta terjadinya degradasi lingkungan di Indonesia akibat adanya alih perubahan fungsi lahan yang tidak sesuai dengan daya dukung lingkungannya.
Situasi dan kondisi demikian menuntut negara Indonesia untuk mempersiapkan segala hal terkait bencana. Karena itu sangat dibutuhkan tindakan komprehensif untuk merespons bencana alam yang sering terjadi di Indonesia, baik mulai dari fase pra-bencana, saat bencana, sampai dengan pasca-bencana.
Selama ini ada tiga aspek yang perlu diperhatikan dalam mengatasi masalah bencana alam yaitu sebelum terjadi bencana, penanganan saat terjadi bencana dan pemulihan pasca-bencana. Ketiga aspek tersebut mutlak harus diperhatikan oleh seluruh pihak.
Salah satu kompleksitas dan problematika yang sering kali ditemui oleh seluruh pihak dalam penanggulangan bencana adalah saat penanganan, khususnya dalam fase tanggap darurat bencana, di mana sering ditemui kesimpangsiuran informasi yang mempersulit upaya penanganan bencana karena bervariasinya data dan informasi.
Respons cepat dalam penyediaan informasi kebencanaan akan memudahkan proses penyusunan rencana dalam upaya rehabilitasi dan rekonstruksi pasca-bencana.
Sebagai wujud nyata kontribusi Badan Informasi Geospasial (BIG) dalam penanganan bencana khususnya ketika tanggap darurat, maka BIG membentuk Satuan Reaksi Cepat Penanggulangan Bencana melalui Keputusan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 6/2016.
Satuan Reaksi Cepat Penanggulangan Bencana Badan Informasi Geospasial (SRCPB-BIG) dimaksudkan sebagai bentuk optimalisasi partisipasi Badan Informasi Geospasial pada tahap tanggap darurat, maupun tahap rehabilitasi-rekonstruksi. SRCPB-BIG bertugas melakukan pemetaan cepat/ rapid mapping kebencanaan yang mencakup pengumpulan, pengolahan, penyajian, dan distribusi informasi geospasial kebencanaan kepada Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Salah satu cara mengakuisisi data dalam pemetaan cepat ialah dengan memanfaatkan Unmanned Aerial Vehicle (UAV). Beberapa manfaat pemetaan kebencanaan menggunakan teknologi UAV ialah menggambarkan lokasi yang terdampak bencana secara lebih detail dan akurat.
Selain itu hasil pemetaan menggunakan wahana UAV akan dapat menggambarkan bagaimana kerusakan yang terjadi akibat bencana yang apabila diintegrasikan dengan data lainnya dapat menjawab terkait fenomena dan proses terjadinya bencana yang mengakibatkan kerusakan tersebut.
Selanjutnya peta kebencanaan hasil pemotretan UAV dapat dijadikan sebagai data awal dalam perencanaan untuk penanganan dalam upaya rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana. Ke depan, dalam pemetaan cepat kebencanaan dengan memanfaatkan UAV perlu diperkuat kerja sama antar lembaga yang berkaitan dengan penanggulangan kebencanaan agar diperoleh hasil yang optimal dalam pelaksanaan pengelolaan kebencanaan di Indonesia.
Lempeng Indo-Australia bergerak ke arah utara dan bertumbukan dengan Lempeng Eurasia. Lempeng Pasifik bergerak ke arah barat sedangkan Lempeng Eurasia relatif diam. Aktivitas dari pergerakan lempeng-lempeng ini menyebabkan Indonesia menjadi lumbung bencana dengan keanekaragaman potensi bencana geologi.
Sementara itu laju perubahan iklim, pemanasan global, serta adanya fenomena cuaca ekstrim (La-Nina dan El-Nino) menjadikan wilayah Indonesia ini memiliki potensi bencana lain khususnya bencana hidrometeorologi (bencana alam meteorologi). Bencana hidrometeorologi berupa banjir, longsor, puting beliung, gelombang pasang, dan kekeringan.
Kondisi ini diperburuk dengan fakta terjadinya degradasi lingkungan di Indonesia akibat adanya alih perubahan fungsi lahan yang tidak sesuai dengan daya dukung lingkungannya.
Situasi dan kondisi demikian menuntut negara Indonesia untuk mempersiapkan segala hal terkait bencana. Karena itu sangat dibutuhkan tindakan komprehensif untuk merespons bencana alam yang sering terjadi di Indonesia, baik mulai dari fase pra-bencana, saat bencana, sampai dengan pasca-bencana.
Selama ini ada tiga aspek yang perlu diperhatikan dalam mengatasi masalah bencana alam yaitu sebelum terjadi bencana, penanganan saat terjadi bencana dan pemulihan pasca-bencana. Ketiga aspek tersebut mutlak harus diperhatikan oleh seluruh pihak.
Salah satu kompleksitas dan problematika yang sering kali ditemui oleh seluruh pihak dalam penanggulangan bencana adalah saat penanganan, khususnya dalam fase tanggap darurat bencana, di mana sering ditemui kesimpangsiuran informasi yang mempersulit upaya penanganan bencana karena bervariasinya data dan informasi.
Respons cepat dalam penyediaan informasi kebencanaan akan memudahkan proses penyusunan rencana dalam upaya rehabilitasi dan rekonstruksi pasca-bencana.
Sebagai wujud nyata kontribusi Badan Informasi Geospasial (BIG) dalam penanganan bencana khususnya ketika tanggap darurat, maka BIG membentuk Satuan Reaksi Cepat Penanggulangan Bencana melalui Keputusan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 6/2016.
Satuan Reaksi Cepat Penanggulangan Bencana Badan Informasi Geospasial (SRCPB-BIG) dimaksudkan sebagai bentuk optimalisasi partisipasi Badan Informasi Geospasial pada tahap tanggap darurat, maupun tahap rehabilitasi-rekonstruksi. SRCPB-BIG bertugas melakukan pemetaan cepat/ rapid mapping kebencanaan yang mencakup pengumpulan, pengolahan, penyajian, dan distribusi informasi geospasial kebencanaan kepada Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Salah satu cara mengakuisisi data dalam pemetaan cepat ialah dengan memanfaatkan Unmanned Aerial Vehicle (UAV). Beberapa manfaat pemetaan kebencanaan menggunakan teknologi UAV ialah menggambarkan lokasi yang terdampak bencana secara lebih detail dan akurat.
Selain itu hasil pemetaan menggunakan wahana UAV akan dapat menggambarkan bagaimana kerusakan yang terjadi akibat bencana yang apabila diintegrasikan dengan data lainnya dapat menjawab terkait fenomena dan proses terjadinya bencana yang mengakibatkan kerusakan tersebut.
Selanjutnya peta kebencanaan hasil pemotretan UAV dapat dijadikan sebagai data awal dalam perencanaan untuk penanganan dalam upaya rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana. Ke depan, dalam pemetaan cepat kebencanaan dengan memanfaatkan UAV perlu diperkuat kerja sama antar lembaga yang berkaitan dengan penanggulangan kebencanaan agar diperoleh hasil yang optimal dalam pelaksanaan pengelolaan kebencanaan di Indonesia.
(srf)