Mencegah Korupsi di Era Covid-19
loading...
A
A
A
Heru Susetyo
Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Peneliti Antikorupsi
VIRUS korona baru alias Covid-19 adalah musibah akbar seluruh umat manusia saat ini, tak terkecuali di Indonesia. Namun, bagi sebagian koruptor atau calon koruptor di Indonesia, Covid-19 bak “angin segar”.
Ketika perhatian dan trending topics seluruh dunia (termasuk di Indonesia) terpusat ke korona, korona, dan coran, disadari atau tidak, publik mulai lupa dengan kasus-kasus terkait korupsi di negeri ini. Apakah kasus PT Asuransi Jiwasraya, PT Asabri, kasus dugaan penyuapan Harun Masiku terhadap anggota KPU Wahyu Setiawan (WS), dan peradilan tersangka kasus penyerangan Novel Baswedan.
Dalam kasus Jiwasraya, BPK menyebutkan bahwa total kerugian negara mencapai Rp16,81 triliun. Terdiri atas kerugian negara (akibat) investasi saham Rp4,65 triliun dan kerugian negara akibat investasi di reksadana Rp12,16 triliun.
Adapun total nilai aset yang disita dari para tersangka Jiwasraya baru menyentuh Rp13,1 triliun. Aset yang disita berupa tanah, bangunan, saham, kendaraan, dan perhiasan. Enam tersangka sudah ditetapkan Kejaksaan Agung, yang terdiri atas para direktur dan komisaris PT maupun pejabat-pejabat PT Asuransi Jiwasraya.
Dalam kasus PT Asabri, BPK menaksir kerugian negara bisa mencapai Rp16 triliun. Dalam audit BPK, Asabri kedapatan membeli saham bodong senilai Rp802 miliar. Perseroan juga tercatat membeli dua saham gorengan, yakni milik PT Eureka Prima Jakarta Tbk (LCGP) senilai Rp203,9 miliar dan PT Sugih Energy Tbk (SUGI) sebesar Rp452 miliar.
Ada juga pelepasan 12 saham non-blue chip senilai Rp1,062 triliun, sebelumnya dibeli dengan harga Rp987 miliar ke reksadana afiliasi yang diduga bertujuan mengerek keuntungan akhir tahun.
Selain itu, BPK menyoroti pembelian ribuan kaveling tanpa sertifikat
senilai Rp732 miliar. Sementara itu, kasus penyuapan WS anggota KPU oleh tersangka Harun Masiku dan Saeful Bahri, orang suruhannya, sudah sampai proses persidangan. Saeful didakwa menyuap WS Rp600 juta terkait pergantian antarwaktu caleg PDIP, Harun Masiku. Uniknya, sampai tulisan ini dibuat, Harun Masiku tetap raib. Sudah tiga bulan sejak anggota KPU WS dan tujuh lainnya ditangkap pada pekan pertama Januari 2020, Harun Masiku masih tetap raib.
Kemudian, lahirnya Perppu No 1 tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 membuat para pegiat antikorupsi menjadi waswas. Kemunculan Perppu ini amat wajar dan penting sebagai strategi keuangan negara untuk menangani pandemi Covid-19. Namun, ada satu pasal yang mengkhawatirkan, yaitu Pasal 27 (angka 1, 2, dan 3) yang menyebutkan bahwa segala uang yang dikeluarkan adalah biaya ekonomi bukan kerugian negara.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Peneliti Antikorupsi
VIRUS korona baru alias Covid-19 adalah musibah akbar seluruh umat manusia saat ini, tak terkecuali di Indonesia. Namun, bagi sebagian koruptor atau calon koruptor di Indonesia, Covid-19 bak “angin segar”.
Ketika perhatian dan trending topics seluruh dunia (termasuk di Indonesia) terpusat ke korona, korona, dan coran, disadari atau tidak, publik mulai lupa dengan kasus-kasus terkait korupsi di negeri ini. Apakah kasus PT Asuransi Jiwasraya, PT Asabri, kasus dugaan penyuapan Harun Masiku terhadap anggota KPU Wahyu Setiawan (WS), dan peradilan tersangka kasus penyerangan Novel Baswedan.
Dalam kasus Jiwasraya, BPK menyebutkan bahwa total kerugian negara mencapai Rp16,81 triliun. Terdiri atas kerugian negara (akibat) investasi saham Rp4,65 triliun dan kerugian negara akibat investasi di reksadana Rp12,16 triliun.
Adapun total nilai aset yang disita dari para tersangka Jiwasraya baru menyentuh Rp13,1 triliun. Aset yang disita berupa tanah, bangunan, saham, kendaraan, dan perhiasan. Enam tersangka sudah ditetapkan Kejaksaan Agung, yang terdiri atas para direktur dan komisaris PT maupun pejabat-pejabat PT Asuransi Jiwasraya.
Dalam kasus PT Asabri, BPK menaksir kerugian negara bisa mencapai Rp16 triliun. Dalam audit BPK, Asabri kedapatan membeli saham bodong senilai Rp802 miliar. Perseroan juga tercatat membeli dua saham gorengan, yakni milik PT Eureka Prima Jakarta Tbk (LCGP) senilai Rp203,9 miliar dan PT Sugih Energy Tbk (SUGI) sebesar Rp452 miliar.
Ada juga pelepasan 12 saham non-blue chip senilai Rp1,062 triliun, sebelumnya dibeli dengan harga Rp987 miliar ke reksadana afiliasi yang diduga bertujuan mengerek keuntungan akhir tahun.
Selain itu, BPK menyoroti pembelian ribuan kaveling tanpa sertifikat
senilai Rp732 miliar. Sementara itu, kasus penyuapan WS anggota KPU oleh tersangka Harun Masiku dan Saeful Bahri, orang suruhannya, sudah sampai proses persidangan. Saeful didakwa menyuap WS Rp600 juta terkait pergantian antarwaktu caleg PDIP, Harun Masiku. Uniknya, sampai tulisan ini dibuat, Harun Masiku tetap raib. Sudah tiga bulan sejak anggota KPU WS dan tujuh lainnya ditangkap pada pekan pertama Januari 2020, Harun Masiku masih tetap raib.
Kemudian, lahirnya Perppu No 1 tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 membuat para pegiat antikorupsi menjadi waswas. Kemunculan Perppu ini amat wajar dan penting sebagai strategi keuangan negara untuk menangani pandemi Covid-19. Namun, ada satu pasal yang mengkhawatirkan, yaitu Pasal 27 (angka 1, 2, dan 3) yang menyebutkan bahwa segala uang yang dikeluarkan adalah biaya ekonomi bukan kerugian negara.