Solusi Pilkada di Masa Pandemi, Revisi UU atau Terbitkan Perppu

Senin, 14 September 2020 - 07:02 WIB
loading...
A A A
Dia memperkirakan pembahasan revisi U tidak perlu tidak terlalu lama sehingga pilkada bisa mundur ke Maret 2021. Menurutnya, sebaiknya perubahan regulasi cukup dalam bentuk revisi UU saja.

“Jadi poin pertama, tarik dulu rem daruratnya (tunda pilkada), tahapan cukup sampai penetapan calon saja. Tapi untuk masa kampanye, tunggu selesainya revisi undang-undang,” ujarnya.

Qodari mengatakan, penundaan pilkada bisa saja dilakukan, apalagi jika melihat preseden penundaan pilkada dari yang tadinya 24 September 2020 menjadi 9 Desember 2020. Waktu itu, rapat dengar pendapat antara Komisi II DPR, Kemendagri, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) membuat tiga opsi penundaan, yakni Desember 2020, Maret 2021, dan September 2021.

“Kalau melihat presedennya, keputusan penundaan bisa diambil melalui rapat bersama. Sekarang tinggal kesepakatan saja antara pihak-pihak tersebut,” ujarnya. (Baca juga: Rusia Mulai Kirim Gelombang Pertama Vaksin Covid-19)

Ledakan Penularan Virus

Qodari memiliki hitungan-hitungan yang menjadi alasan mengapa pilkada harus ditunda dan mengubah UU Pilkada. Dia mencontohkan masa kampanye, jika tidak ada antisipasi berupa perubahan kebijakan maka dia memperkirakan sekitar satu juta titik penyebaran Covid-19 selama 71 hari kampanye.

Dia mengaku membuat hitung-hitungan matematis yang mengacu pada data yang diperolehnya dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Menurutnya, Pilkada 2020 akan diikuti oleh 1.468 calon dari total 734 pasangan calon peserta pilkada. Dari jumlah tersebut, setiap calon biasanya akan menggelar pertemuan sebanyak 10 kali setiap harinya, mulai rapat umum, kampanye, hingga pertemuan terbatas. Dengan demikian, dari jumlah rata-rata pertemuan itu, dikalikan dengan jumlah calon, lalu dikalikan 71 hari masa kampanye maka akan tercipta sekitar 1 juta titik penyebaran Covid-19.

Jika di setiap titik diasumsikan dihadiri maksimal 100 orang pendukung, sebagaimana disyaratkan pada PKPU, maka ada sekitar 100 juta orang yang akan terlibat interaksi secara langsung selama masa kampanye.

Jika positivity rate Indonesia 19%, kata Qodari, maka potensi orang tanpa gejala (OTG) yang menjadi agen penularan selama 71 hari masa kampanye sebanyak 19 juta orang lebih. (Baca juga: Tiga Raksasa Asia Mundur, Bagaimana Nasib Piala Thomas dan Uber?)

Pada hari pencoblosan pada 9 Desember pun sama. Hari pemungutan suara akan melahirkan titik kerumunan sebanyak 305.000 titik, sesuai estimasi jumlah TPS. Jumlah orang yang diperkirakan terlibat pada 305.000 titik TPS tersebut sebanyak 82.150.000 orang. Angka ini diperoleh berdasarkan target partisipasi pemilih 77,5% oleh KPU dikalikan dengan jumlah datar pemilih tetap (DPT) sebanyak 106.000.000.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1862 seconds (0.1#10.140)