Solusi Pilkada di Masa Pandemi, Revisi UU atau Terbitkan Perppu

Senin, 14 September 2020 - 07:02 WIB
loading...
Solusi Pilkada di Masa...
Foto: dok/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Pemerintah harus segera merevisi Undang-Undang Pilkada atau menerbitkan peraturan presiden pengganti undang-undang (perppu) jika pilkada serentak di 270 daerah tetap ingin dilaksanakan pada 9 Desember 2020.

Revisi UU Pilkada atau penerbitan perppu diperlukan untuk memasukkan sejumlah aturan baru yang arahnya untuk mencegah terjadinya ledakan penularan virus corona di masyarakat. Perubahan aturan antara lain perlu menghilangkan kampanye pilkada yang berbentuk rapat umum. (Baca: Wabah Corona, Bolehkah Salat pakai Masker?)

Rapat umum perlu dihapus di UU Pilkada karena sangat berpotensi menciptakan kerumunan massa yang tidak terkendali saat kampanye berlangsung pada 26 Desember hingga 5 Desember 2020. Kerumunan massa pendukung seperti yang terjadi saat pendaftaran calon kepala daerah pada 4–6 September di kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) dinilai sangat rawan menciptakan kluster baru penularan Covid-19.

Selain itu, di UU Pilkada, hasil revisi perlu pengaturan lebih detail soal tata cara pemungutan suara, terutama menyangkut jadwal kedatangan pemilih yang perlu secara bergantian. Revisi juga perlu mengatur sanksi tegas bagi siapa pun yang melanggar protokol kesehatan selama tahapan pilkada berlangsung.

Namun, revisi UU Pilkada saat ini dinilai bukan hal yang mudah. Waktu pemungutan suara yang tersisa kurang tiga bulan bakal menyulitkan. Sebuah draf UU harus melalui Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Belum lagi jika terjadi tarik-menarik oleh fraksi-fraksi yang membuat pengesahan UU revisi harus molor.

Wakil Ketua Komisi II DPR Arwani Thomafi menilai, penerbitan perppu oleh presiden lebih tepat dan akan lebih efektif. Dia berharap pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan penyelenggara pemilu bisa mengusulkan opsi terbaik untuk bisa diputuskan bersama dengan DPR.

“Opsinya kan bisa melalui perppu, bisa melalui SKB (surat keputusan bersama) menteri atau regulasi lain. Kita serahkan kepada pemerintah opsinya seperti apa, yang pasti kita butuh regulasi yang lebih kuat, sanksi yang lebih tegas, untuk jaminan penerapan protokol kesehatan,” kata Arwani saat dihubungi kemarin.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari mengungkapkan ada ancaman ledakan penularan virus jika pilkada dilakukan tanpa protokol kesehatan yang ketat. Dia memprediksi akan terjadi big spreader alias ledakan besar kasus Covid-19 hingga jutaan kasus. (Baca juga: PSBB Jilid II ala Anies Kantongi Dukungan Kadin)

Untuk itu, dia menilai penundaan pilkada mutlak dilakukan. Penundaan bertujuan untuk memberi ruang kepada pemerintah dan DPR bersama penyelenggara pemilu mengubah regulasi dan memasukkan pasal tambahan yang bisa menjamin terlindunginya warga dari penularan virus.

“Revisi undang-undang adalah untuk menghapus pasal-pasal yang menciptakan kerumunan, mengatur agar ada peran TNI dan Polri untuk mengatur jarak pemilih di luar TPS, dan mengatur dengan jelas, ketat jam kedatangan pemilih,” ujarnya saat dihubungi kemarin.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1712 seconds (0.1#10.140)