Refly Harun: Banyak Kekacauan dalam Penanganan COVID-19
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ahli hukum tata negara, Refly Harun menilai banyak kekacauan dalam penanganan COVID-19 . Akibatnya muncul persoalan, seperti halnya polemik penerapan kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di DKI Jakarta.
Menurut Refly, kebijakan penerapan PSBB sebenarnya berada di tangan pemerintah pusat, dalam hal ini Menteri Kesehatan. Namun karena COVID-19 menyebar ke seluruh daerah di Indonesia, maka tidak menyerahkan semuanya ke Kementerian Kesehatan. Karena itu kemudian dibuat peraturan bahwa PSBB diusulkan pemerintah daerah, lalu dievaluasi oleh menteri untuk kemudian disetujui atau tidak.
"Nah Anies Baswedan rupanya tidak berkonsultasi sepertinya, langsung main ditetapkan saja," kata Refly Harun dalam video berjudul Pusat Kok Beroposisi ke Pemda DKI yang diunggah di channel Youtube-nya, Minggu (13/9/2020). ( )
Namun keputusan Anies tidak bisa disalahkan 100% karena tidak ada kejelasan dalam penanganan COVID-19 oleh pemerintah pusat. Pemerintah pernah menetapkan status darurat kesehatan masyarakat atas pandemi ini, tapi pada kesempatan yang lain juga menetapkan status darurat bencana nasional. Padahal, penetapan itu berimplikasi pada siapa yang menjadi leading sector. Jika darurat kesehatan masyarakat, maka penanganannya dipimpin oleh Menteri Kesehatan, tapi bila darurat bencana nasional, maka dipimpin oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Belum jelas mengenai status darurat yang dianut, Presiden Jokowi malah membentuk Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional yang diketuai Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.
"Siapa yang berkuasa selain Jokowi dalam penanganan COVID-19? apakah Airlangga hartarto, Menteri Kesehatan, atau Doni Monardo? Nggak jelas kan?," kata Refly.
Banyaknya kekacauan dalam penanganan COVID-19 tidak bisa itu disalahkan kepada pemerintah subsistem yang hanya lokal tertentu. Jika harus mengkritik, maka yang paling bertanggung jawab adalah pimpinan tertinggi. ( )
"Karena COVID-1 bukan hanya masalah Pemda DKI Jakarta saja, tapi masalah Republik Indonesia yang presidennya adalah Presiden Joko Widodo," ujar Refly.
Menurutnya, gubernur, bupati, wali kota adalah subsistem dalam penanganan COVID-19. Mereka tidak langsung di bawah presiden, tapi Menteri Kesehatan atau Kepala BNPB.
"Dari pada saling menyalahkan, pemerintah pusat dan daerah harus duduk bersama untuk membahasan permasalahan ini. Jangan kemudian, setiap statement Gubernur DKI, langkah kebijakannya ditentang pemerintah pusat yang mengesankan pendapat Prof Jimly benar bahwa pemerintah pusat sedang beroposisi dengan pemda DKI," katanya.
Menurut Refly, kebijakan penerapan PSBB sebenarnya berada di tangan pemerintah pusat, dalam hal ini Menteri Kesehatan. Namun karena COVID-19 menyebar ke seluruh daerah di Indonesia, maka tidak menyerahkan semuanya ke Kementerian Kesehatan. Karena itu kemudian dibuat peraturan bahwa PSBB diusulkan pemerintah daerah, lalu dievaluasi oleh menteri untuk kemudian disetujui atau tidak.
"Nah Anies Baswedan rupanya tidak berkonsultasi sepertinya, langsung main ditetapkan saja," kata Refly Harun dalam video berjudul Pusat Kok Beroposisi ke Pemda DKI yang diunggah di channel Youtube-nya, Minggu (13/9/2020). ( )
Namun keputusan Anies tidak bisa disalahkan 100% karena tidak ada kejelasan dalam penanganan COVID-19 oleh pemerintah pusat. Pemerintah pernah menetapkan status darurat kesehatan masyarakat atas pandemi ini, tapi pada kesempatan yang lain juga menetapkan status darurat bencana nasional. Padahal, penetapan itu berimplikasi pada siapa yang menjadi leading sector. Jika darurat kesehatan masyarakat, maka penanganannya dipimpin oleh Menteri Kesehatan, tapi bila darurat bencana nasional, maka dipimpin oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Belum jelas mengenai status darurat yang dianut, Presiden Jokowi malah membentuk Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional yang diketuai Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.
"Siapa yang berkuasa selain Jokowi dalam penanganan COVID-19? apakah Airlangga hartarto, Menteri Kesehatan, atau Doni Monardo? Nggak jelas kan?," kata Refly.
Banyaknya kekacauan dalam penanganan COVID-19 tidak bisa itu disalahkan kepada pemerintah subsistem yang hanya lokal tertentu. Jika harus mengkritik, maka yang paling bertanggung jawab adalah pimpinan tertinggi. ( )
"Karena COVID-1 bukan hanya masalah Pemda DKI Jakarta saja, tapi masalah Republik Indonesia yang presidennya adalah Presiden Joko Widodo," ujar Refly.
Menurutnya, gubernur, bupati, wali kota adalah subsistem dalam penanganan COVID-19. Mereka tidak langsung di bawah presiden, tapi Menteri Kesehatan atau Kepala BNPB.
"Dari pada saling menyalahkan, pemerintah pusat dan daerah harus duduk bersama untuk membahasan permasalahan ini. Jangan kemudian, setiap statement Gubernur DKI, langkah kebijakannya ditentang pemerintah pusat yang mengesankan pendapat Prof Jimly benar bahwa pemerintah pusat sedang beroposisi dengan pemda DKI," katanya.
(abd)