Tiga Hal Positif RUU Ciptaker untuk Pekerja yang Kurang Terekspos

Sabtu, 12 September 2020 - 13:32 WIB
loading...
Tiga Hal Positif RUU...
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nasional, Ristadi mengatakan, pada prinsipnya Serikat Pekerja setuju pada upaya pemerintah melakukan debirokratisasi. Foto/Ilustrasi/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nasional, Ristadi mengatakan, pada prinsipnya Serikat Pekerja setuju pada upaya pemerintah melakukan debirokratisasi, mempermudah izin investasi untuk meningkatkan pertumbuhan, dan membuka lapangan kerja, namun jangan sampai mengabaikan perlindungan dan kesejahteraan buruh di Indonesia.

(Baca juga: Ketua Komisi X: RUU Ciptaker Bisa Jadikan Indonesia Pasar Bebas Pendidikan)

Hal itu disampaikan Ristadi dalam sebuah forum diskusi online bertema Bagaimana Posisi dan Nasib Pekerja dalam RUU Cipta Kerja (Ciptaker), Jumat (11/9/2020) malam. (Baca juga: UU Omnibus Law Target Diketok Oktober Mendatang, Jika Benar Super Cepat)

Menurut Ristadi, Klaster ketenagakerjaan dalam RUU Cipta kerja terdapat di Bab IV, Pasal 88, 89,90,91, itu ada yang menghapus dan menambahi, tiga Undang-undang yang berlaku, yaitu UU Ketenagakerjaan, UU BPJS dan UU SJSN.

"Ada yang dihapus, tapi muncul di pasal lain yang kalau tidak dibaca teliti seolah sudah dihapus di RUU Cipta Kerja, seperti larangan pengusaha membayar upah minimum itu masih ada di pasal lain," kata Ristadi.

Menurutnya, banyak yang tak membaca utuh dan komprehensif postur RUU Cipta Kerja Klaster ketenagakerjaan. Selain itu menjadi tidak obyektif ketika ada sentimen politik.

Diakuinya, ada hal-hal baru dalam RUU Cipta Kerja, belum diatur Undang-undang sebelumnya, dan cukup positif namun kurang terekspos. Pertama, akan diberikannya kompensasi kepada pekerja kontrak yang di PHK dalam masa kerja minimal satu tahun.

Kedua, akan diatur soal jaminan kehilangan pekerjaan yang dalam UU BPJS itu tidak ada. Ketiga, ada pengaturan tentang penghargaan lainnya. Yang akan diberikan pada pekerja yang masih aktif bekerja dalam rentang masa kerja minimal 3-6 tahun mendapat satu bulan gaji, masa kerja 6-9 tahun mendapat dua bulan gaji, dan seterusnya kelipatan 3 tahun.

"Itu kurang terekspos mungkin dianggap kurang menarik, lebih tertarik pada isi yang menghantam pemerintah seperti indikasi pesangon hilang, PHK dipermudah dan lain sebagainya," ujar Ristadi.

Meski demikian, Ristadi juga mengungkapkan, masih ada hal yang dianggap rekan-rekan buruh berpotensi merugikan pekerja seperti tentang penurunan nilai pesangon, dari batas sepuluh tahun menjadi delapan tahun, ada penurunan satu bulan gaji.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1755 seconds (0.1#10.140)