MA Vonis Anak Perusahaan Amerika Bayar Pajak Impor Rp2,581 Miliar
loading...
A
A
A
Setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan dalam memori PK oleh pemohon PK dihubungkan dengan kontra memori PK, maka tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum majelis hakim Pengadilan Pajak. Menurut majelis hakim PK, dalam perkara a quo berupa substansi yang telah diperiksa, diputus dan diadili oleh majelis hakim Pengadilan Pajak telah dilakukan dengan benar.
"Sehingga Majelis Hakim Agung mengambil alih pertimbangan hukum dan menguatkan putusan Pengadilan Pajak a quo. Karena in casu berupa substansi yang terkait dengan nilai pembuktian yang lebih mengedepankan asas kebenaran materiel dan melandaskan prinsip substance over the form yang telah memenuhi asas ne bis vexari rule sebagaimana yang telah mensyaratkan bahwa semua tindakan administrasi harus berdasarkan peraturan perundang-undangan dan hukum," ujar majelis hakim PK dalam pertimbangan putusan PK.
Yang menjadi objek sengketa berupa penerbitan Surat Penetapan Kembali Tarif dan/atau Nilai Pabean Nomor: SPKTNP-67/BC/2018 terttanggal 2 Februari 2018 sebesar Rp2.581.557.000, di mana pemohon PK tidak setuju atas penetapan yang dilakukan oleh termohon PK terkait dengan pembebanan tarif PPN sebesar 10 % atas barang impor seperti tersebut di atas, yang telah dipertimbangkan berdasarkan fakta dan penerapan hukum serta diputus dengan kesimpulan tetap dipertahankan oleh majelis hakim sudah tepat dan benar.
Karena in casu penerbitan keputusan terbanding saat itu yang sekarang termohon PK telah dilakukan berdasarkan kewenangan hukum dan secara terukur dalam rangka penyelenggaraan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB), khususnya asas kepastian hukum dan asas kecermatan.
Dengan demikian, majelis hakim agung berpendapat untuk menguatkan kembali putusan a quo, karena atas barang impor blood meal, hydrolized feather meal, meat and bone meal, poultry by product, dan feed wheat dengan 25 PIB a quo tidak termasuk barang, baik yang mendapatkan fasilitas perpajakan maupun yang dikecualikan. Sehingga atas objek a quo terutang PPN sebesar 10 % yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) dan oleh karenanya koreksi terbanding sekarang termohon PK dalam perkara a quo tetap dipertahankan.
"Karena telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Kepabeanan," bunyi bagian akhir pertimbangan pertama.
Kedua, dengan melihat pertimbangan pertama tersebut maka dipastikan alasan-alasan permohonan pemohon PK tidak dapat dibenarkan. Alasan PT Cargill Indonesia bersifat pendapat yang tidak bersifat menentukan, karena tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
"Sehingga pajak yang masih harus dibayar adalah sebesar Rp2.581.557.000. Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali tersebut adalah tidak beralasan sehingga harus ditolak," ucap majelis hakim PK.
"Sehingga Majelis Hakim Agung mengambil alih pertimbangan hukum dan menguatkan putusan Pengadilan Pajak a quo. Karena in casu berupa substansi yang terkait dengan nilai pembuktian yang lebih mengedepankan asas kebenaran materiel dan melandaskan prinsip substance over the form yang telah memenuhi asas ne bis vexari rule sebagaimana yang telah mensyaratkan bahwa semua tindakan administrasi harus berdasarkan peraturan perundang-undangan dan hukum," ujar majelis hakim PK dalam pertimbangan putusan PK.
Yang menjadi objek sengketa berupa penerbitan Surat Penetapan Kembali Tarif dan/atau Nilai Pabean Nomor: SPKTNP-67/BC/2018 terttanggal 2 Februari 2018 sebesar Rp2.581.557.000, di mana pemohon PK tidak setuju atas penetapan yang dilakukan oleh termohon PK terkait dengan pembebanan tarif PPN sebesar 10 % atas barang impor seperti tersebut di atas, yang telah dipertimbangkan berdasarkan fakta dan penerapan hukum serta diputus dengan kesimpulan tetap dipertahankan oleh majelis hakim sudah tepat dan benar.
Karena in casu penerbitan keputusan terbanding saat itu yang sekarang termohon PK telah dilakukan berdasarkan kewenangan hukum dan secara terukur dalam rangka penyelenggaraan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB), khususnya asas kepastian hukum dan asas kecermatan.
Dengan demikian, majelis hakim agung berpendapat untuk menguatkan kembali putusan a quo, karena atas barang impor blood meal, hydrolized feather meal, meat and bone meal, poultry by product, dan feed wheat dengan 25 PIB a quo tidak termasuk barang, baik yang mendapatkan fasilitas perpajakan maupun yang dikecualikan. Sehingga atas objek a quo terutang PPN sebesar 10 % yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) dan oleh karenanya koreksi terbanding sekarang termohon PK dalam perkara a quo tetap dipertahankan.
"Karena telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Kepabeanan," bunyi bagian akhir pertimbangan pertama.
Kedua, dengan melihat pertimbangan pertama tersebut maka dipastikan alasan-alasan permohonan pemohon PK tidak dapat dibenarkan. Alasan PT Cargill Indonesia bersifat pendapat yang tidak bersifat menentukan, karena tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
"Sehingga pajak yang masih harus dibayar adalah sebesar Rp2.581.557.000. Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali tersebut adalah tidak beralasan sehingga harus ditolak," ucap majelis hakim PK.
(abd)