MA Vonis Anak Perusahaan Amerika Bayar Pajak Impor Rp2,581 Miliar
loading...
A
A
A
JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) memutuskan menolak Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh PT Cargill Indonesia. Perusahaan pangan dan pertanian itu tetap harus membayar pajak pertambahan nilai (PPN) atas barang impor sebesar Rp2.581.557.000.
PT Cargill Indonesia merupakan perusahaan yang berinduk pada Cargill, Incorporated yang merupakan perusahaan global asal Amerika Serikat. Kantor pusat Cargill, Incorporated berada di Minnetonka, Minnesota, Amerika Serikat.
Hal tersebut tertera jelas dalam salinan putusan PK nomor: 642/B/PK/Pjk/2020. Perkara ini ditangani majelis hakim agung PK yang diketuai M Hary Djatmiko dengan anggota Is Sudaryono dan Irfan Fachruddin. ( )
PK lebih dulu diajukan PT Cargill Indonesia pada 9 Juli 2019 menyikapi putusan Pengadilan Pajak nomor: Put.002835.47/2018/PP/M.VIIA Tahun 2019 tertanggal 2 April 2019 yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht). Pengadilan Pajak memutus, menolak banding PT Cargill Indonesia sebagai pemohon banding terhadap Surat Penetapan Kembali Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPKTNP) yang diterbitkan Direktur Jenderal Pajak (terbanding) Nomor SPKTNP-67/BC 2018 tertanggal 2 Februari 2018, atas nama PT Cargill Indonesia.
Pengadilan Pajak juga menetapkan bahwa atas importasi blood meal, hydrolized feather meal, meat and bone meal, poultry by product, dan feed wheat dengan 25 PIB sebagaimana Laporan Hasil Audit nomor: LHA-18/BC.092/IP/2018 tertanggal 2 Februari 2018, dikenakan pembebanan PPN sebesar 10%, sehingga tagihan PPN impor yang masih harus dibayar sebesar Rp2.581.557.000.
Dalam memori PK, PT Cargill Indonesia meminta Mahkamah Agung memutuskan empat hal. Satu, menerima permohonan PK yang diajukan oleh pemohon. Dua, membatalkan dan/atau mencabut Putusan Pengadilan Pajak nomor: Put.002835.47/2018/PP/M.VIIA Tahun 2019. Tiga, memerintahkan Dirjen Pajak sebagai termohon PK untuk membatalkan dan/atau mencabut Surat Penetapan Kembali Tarif dan/atau Nilai Pabean Nomor: SPKTNP-67/BC/2018 tanggal 2 Februari 2018. Empat, memerintahkan termohon PK untuk segera mengembalikan segala kelebihan pembayaran pajak sehubungan dengan sengketa pajak ini beserta bunganya.
Atas PK yang diajukan PT Cargill Indonesia, Dirjen Pajak telah mengajukan kontra memori PK pada 16 Agustus 2019. Dalam kontra memori, Dirjen Pajak pada intinya menyatakan bahwa putusan Pengadilan Pajak sudah tepat dan benar serta menolak permohonan PK dari PT Cargill Indonesia. ( )
Majelis hakim PK menyatakan, telah membaca memori PK, kontra memori PK, dan putusan Pengadilan Pajak beserta pertimbangannya. Mahkamah Agung (MA), tutur majelis hakim PK, berpendapat bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon PK tidak dapat dibenarkan. Menurut MA, putusan Pengadilan Pajak adalah sudah tepat dan benar dengan dua pertimbangan utama MA.
"Mengadili, satu, menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali PT Cargill Indonesia. Dua, menghukum Pemohon Peninjauan Kembali membayar biaya perkara pada Peninjauan Kembali sejumlah Rp2.500.000," tegas Ketua Majelis Hakim PK M Hary Djatmiko saat pengucapan putusan sebagaimana dikutip SINDOnews di Jakarta, Senin (7/9/2020).
Putusan ini diputuskan dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada Rabu, 8 April 2020.
Majelis hakim membeberkan dua pertimbangan utama menolak PK yang diajukan PT Cargill Indonesia. Pertama, alasan-alasan permohonan PT Cargill Indonesia sebagai pemohon PK bahwa Pemohon PK tidak setuju atas penetapan yang dilakukan oleh Dirjen Pajak sebagai termohon PK terkait dengan pembebanan tarif PPN sebesar 10% atas barang impor berupa blood meal, hydrolized feather meal, meat and bone meal, poultry by product, dan feed wheat dengan 25 PIB tidak dapat dibenarkan.
Setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan dalam memori PK oleh pemohon PK dihubungkan dengan kontra memori PK, maka tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum majelis hakim Pengadilan Pajak. Menurut majelis hakim PK, dalam perkara a quo berupa substansi yang telah diperiksa, diputus dan diadili oleh majelis hakim Pengadilan Pajak telah dilakukan dengan benar.
"Sehingga Majelis Hakim Agung mengambil alih pertimbangan hukum dan menguatkan putusan Pengadilan Pajak a quo. Karena in casu berupa substansi yang terkait dengan nilai pembuktian yang lebih mengedepankan asas kebenaran materiel dan melandaskan prinsip substance over the form yang telah memenuhi asas ne bis vexari rule sebagaimana yang telah mensyaratkan bahwa semua tindakan administrasi harus berdasarkan peraturan perundang-undangan dan hukum," ujar majelis hakim PK dalam pertimbangan putusan PK.
Yang menjadi objek sengketa berupa penerbitan Surat Penetapan Kembali Tarif dan/atau Nilai Pabean Nomor: SPKTNP-67/BC/2018 terttanggal 2 Februari 2018 sebesar Rp2.581.557.000, di mana pemohon PK tidak setuju atas penetapan yang dilakukan oleh termohon PK terkait dengan pembebanan tarif PPN sebesar 10 % atas barang impor seperti tersebut di atas, yang telah dipertimbangkan berdasarkan fakta dan penerapan hukum serta diputus dengan kesimpulan tetap dipertahankan oleh majelis hakim sudah tepat dan benar.
Karena in casu penerbitan keputusan terbanding saat itu yang sekarang termohon PK telah dilakukan berdasarkan kewenangan hukum dan secara terukur dalam rangka penyelenggaraan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB), khususnya asas kepastian hukum dan asas kecermatan.
Dengan demikian, majelis hakim agung berpendapat untuk menguatkan kembali putusan a quo, karena atas barang impor blood meal, hydrolized feather meal, meat and bone meal, poultry by product, dan feed wheat dengan 25 PIB a quo tidak termasuk barang, baik yang mendapatkan fasilitas perpajakan maupun yang dikecualikan. Sehingga atas objek a quo terutang PPN sebesar 10 % yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) dan oleh karenanya koreksi terbanding sekarang termohon PK dalam perkara a quo tetap dipertahankan.
"Karena telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Kepabeanan," bunyi bagian akhir pertimbangan pertama.
Kedua, dengan melihat pertimbangan pertama tersebut maka dipastikan alasan-alasan permohonan pemohon PK tidak dapat dibenarkan. Alasan PT Cargill Indonesia bersifat pendapat yang tidak bersifat menentukan, karena tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
"Sehingga pajak yang masih harus dibayar adalah sebesar Rp2.581.557.000. Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali tersebut adalah tidak beralasan sehingga harus ditolak," ucap majelis hakim PK.
PT Cargill Indonesia merupakan perusahaan yang berinduk pada Cargill, Incorporated yang merupakan perusahaan global asal Amerika Serikat. Kantor pusat Cargill, Incorporated berada di Minnetonka, Minnesota, Amerika Serikat.
Hal tersebut tertera jelas dalam salinan putusan PK nomor: 642/B/PK/Pjk/2020. Perkara ini ditangani majelis hakim agung PK yang diketuai M Hary Djatmiko dengan anggota Is Sudaryono dan Irfan Fachruddin. ( )
PK lebih dulu diajukan PT Cargill Indonesia pada 9 Juli 2019 menyikapi putusan Pengadilan Pajak nomor: Put.002835.47/2018/PP/M.VIIA Tahun 2019 tertanggal 2 April 2019 yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht). Pengadilan Pajak memutus, menolak banding PT Cargill Indonesia sebagai pemohon banding terhadap Surat Penetapan Kembali Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPKTNP) yang diterbitkan Direktur Jenderal Pajak (terbanding) Nomor SPKTNP-67/BC 2018 tertanggal 2 Februari 2018, atas nama PT Cargill Indonesia.
Pengadilan Pajak juga menetapkan bahwa atas importasi blood meal, hydrolized feather meal, meat and bone meal, poultry by product, dan feed wheat dengan 25 PIB sebagaimana Laporan Hasil Audit nomor: LHA-18/BC.092/IP/2018 tertanggal 2 Februari 2018, dikenakan pembebanan PPN sebesar 10%, sehingga tagihan PPN impor yang masih harus dibayar sebesar Rp2.581.557.000.
Dalam memori PK, PT Cargill Indonesia meminta Mahkamah Agung memutuskan empat hal. Satu, menerima permohonan PK yang diajukan oleh pemohon. Dua, membatalkan dan/atau mencabut Putusan Pengadilan Pajak nomor: Put.002835.47/2018/PP/M.VIIA Tahun 2019. Tiga, memerintahkan Dirjen Pajak sebagai termohon PK untuk membatalkan dan/atau mencabut Surat Penetapan Kembali Tarif dan/atau Nilai Pabean Nomor: SPKTNP-67/BC/2018 tanggal 2 Februari 2018. Empat, memerintahkan termohon PK untuk segera mengembalikan segala kelebihan pembayaran pajak sehubungan dengan sengketa pajak ini beserta bunganya.
Atas PK yang diajukan PT Cargill Indonesia, Dirjen Pajak telah mengajukan kontra memori PK pada 16 Agustus 2019. Dalam kontra memori, Dirjen Pajak pada intinya menyatakan bahwa putusan Pengadilan Pajak sudah tepat dan benar serta menolak permohonan PK dari PT Cargill Indonesia. ( )
Majelis hakim PK menyatakan, telah membaca memori PK, kontra memori PK, dan putusan Pengadilan Pajak beserta pertimbangannya. Mahkamah Agung (MA), tutur majelis hakim PK, berpendapat bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon PK tidak dapat dibenarkan. Menurut MA, putusan Pengadilan Pajak adalah sudah tepat dan benar dengan dua pertimbangan utama MA.
"Mengadili, satu, menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali PT Cargill Indonesia. Dua, menghukum Pemohon Peninjauan Kembali membayar biaya perkara pada Peninjauan Kembali sejumlah Rp2.500.000," tegas Ketua Majelis Hakim PK M Hary Djatmiko saat pengucapan putusan sebagaimana dikutip SINDOnews di Jakarta, Senin (7/9/2020).
Putusan ini diputuskan dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada Rabu, 8 April 2020.
Majelis hakim membeberkan dua pertimbangan utama menolak PK yang diajukan PT Cargill Indonesia. Pertama, alasan-alasan permohonan PT Cargill Indonesia sebagai pemohon PK bahwa Pemohon PK tidak setuju atas penetapan yang dilakukan oleh Dirjen Pajak sebagai termohon PK terkait dengan pembebanan tarif PPN sebesar 10% atas barang impor berupa blood meal, hydrolized feather meal, meat and bone meal, poultry by product, dan feed wheat dengan 25 PIB tidak dapat dibenarkan.
Setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan dalam memori PK oleh pemohon PK dihubungkan dengan kontra memori PK, maka tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum majelis hakim Pengadilan Pajak. Menurut majelis hakim PK, dalam perkara a quo berupa substansi yang telah diperiksa, diputus dan diadili oleh majelis hakim Pengadilan Pajak telah dilakukan dengan benar.
"Sehingga Majelis Hakim Agung mengambil alih pertimbangan hukum dan menguatkan putusan Pengadilan Pajak a quo. Karena in casu berupa substansi yang terkait dengan nilai pembuktian yang lebih mengedepankan asas kebenaran materiel dan melandaskan prinsip substance over the form yang telah memenuhi asas ne bis vexari rule sebagaimana yang telah mensyaratkan bahwa semua tindakan administrasi harus berdasarkan peraturan perundang-undangan dan hukum," ujar majelis hakim PK dalam pertimbangan putusan PK.
Yang menjadi objek sengketa berupa penerbitan Surat Penetapan Kembali Tarif dan/atau Nilai Pabean Nomor: SPKTNP-67/BC/2018 terttanggal 2 Februari 2018 sebesar Rp2.581.557.000, di mana pemohon PK tidak setuju atas penetapan yang dilakukan oleh termohon PK terkait dengan pembebanan tarif PPN sebesar 10 % atas barang impor seperti tersebut di atas, yang telah dipertimbangkan berdasarkan fakta dan penerapan hukum serta diputus dengan kesimpulan tetap dipertahankan oleh majelis hakim sudah tepat dan benar.
Karena in casu penerbitan keputusan terbanding saat itu yang sekarang termohon PK telah dilakukan berdasarkan kewenangan hukum dan secara terukur dalam rangka penyelenggaraan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB), khususnya asas kepastian hukum dan asas kecermatan.
Dengan demikian, majelis hakim agung berpendapat untuk menguatkan kembali putusan a quo, karena atas barang impor blood meal, hydrolized feather meal, meat and bone meal, poultry by product, dan feed wheat dengan 25 PIB a quo tidak termasuk barang, baik yang mendapatkan fasilitas perpajakan maupun yang dikecualikan. Sehingga atas objek a quo terutang PPN sebesar 10 % yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) dan oleh karenanya koreksi terbanding sekarang termohon PK dalam perkara a quo tetap dipertahankan.
"Karena telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Kepabeanan," bunyi bagian akhir pertimbangan pertama.
Kedua, dengan melihat pertimbangan pertama tersebut maka dipastikan alasan-alasan permohonan pemohon PK tidak dapat dibenarkan. Alasan PT Cargill Indonesia bersifat pendapat yang tidak bersifat menentukan, karena tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
"Sehingga pajak yang masih harus dibayar adalah sebesar Rp2.581.557.000. Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali tersebut adalah tidak beralasan sehingga harus ditolak," ucap majelis hakim PK.
(abd)