Bonus Demografi, Peluang atau Tantangan Menuju Indonesia Emas 2045

Senin, 07 September 2020 - 18:26 WIB
loading...
Bonus Demografi, Peluang...
Muktiani Asrie, Analis Kebijakan Ahli Madya BKKBN, Pengurus Pusat IPADI. Foto/Dok. Pribadi
A A A
Muktiani Asrie S., S.Sos., MPH
Analis Kebijakan Ahli Madya BKKBN
Pengurus Pusat Ikatan Peminat dan Ahli Demografi Indonesia (IPADI)

PENDUDUK sebagai human capital (subjek) dan human resource (objek) harus menjadi titik sentral dalam pembangunan kependudukan berkelanjutan di Indonesia yang mencakup seluruh siklus hidup manusia (life cycle approach). Yang perlu diperhatikan dalam membahas integrasi penduduk dan pembangunan adalah bahwa penduduk tidak hanya diperlakukan sebagai penerima manfaat hasil pembangunan tetapi juga sebagai subjek yang berpartisipasi secara aktif dalam pembangunan.

BPS (2018) menyebutkan bahwa jumlah penduduk dengan rentang usia 15-39 tahun mencapai 39,96% dari jumlah penduduk keseluruhan. Ini berarti sumbangan generasi milenial dalam membentuk struktur jumlah penduduk usia produktif cukup tinggi, di mana dari 67,59% penduduk usia produktif, sekitar 59,93% adalah generasi milenial. Kondisi ini menunjukkan adanya bonus demografi.

Bonus demografi merupakan fenomena langka karena hanya akan terjadi satu kali ketika proporsi penduduk usia produktif berada lebih dari dua pertiga jumlah penduduk keseluruhan. Indonesia memasuki era bonus demografi yang terjadi akibat berubahnya struktur umur penduduk, digambarkan dengan menurunnya rasio perbandingan antara jumlah penduduk nonproduktif (umur kurang dari 15 tahun dan 65 tahun ke atas) terhadap jumlah penduduk produktif (usia 15-64 tahun). Indonesia diprediksi akan mengalami masa bonus demografi pada tahun 2020-2035, dan puncaknya di tahun 2028-2030.

Generasi milenial sebagai penduduk terbesar, memiliki peran dominan dalam era bonus demografi. Generasi inilah yang akan menentukan arah dan roda pembagunan. Generasi milenial yang unggul dan memiliki kualitas yang mampu bersaing dengan dunia luar merupakan aset bangsa yang mampu membawa bangsa Indonesia menuju arah pembangunan yang lebih maju dan dinamis.

Seyogyanya fenomena ini dijadikan peluang bagi bangsa Indonesia untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas sumber daya manusia usia produktif yang berlimpah dalam menghadapi pasar bebas tenaga kerja. BPS merilis angka angkatan kerja bulan Februari 2019 sebanyak 136,18 juta orang, naik 2,24 juta dibanding Februari 2018.

Sejalan dengan itu, sebanyak 129,36 juta orang adalah penduduk bekerja dan sebanyak 6,82 juta menganggur. Dibandingkan Februari 2019, jumlah penduduk bekerja bertambah 2,29 juta sedangkan pengangguran berkurang 50.000 orang.

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) juga meningkat sebesar 0,12% menjadi 69,32%. Nilai TPAK ini merupakan indikator adanya potensi ekonomi dari sisi pasokan (supply) tenaga kerja yang meningkat.

Selain itu, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada Februari 2019 turun menjadi 5,01 % pada Februari 2020. Nilai TPT merupakan indikator untuk mengukur tingkat penawaran kerja yang tidak digunakan atau tidak terserap oleh pasar kerja. Dilihat dari tingkat pendidikannya, penawaran kerja tidak terserap paling banyak pada tingkat pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) (sumber:bps.go.id)

Indonesia menghadapi tantangan terkait ketenagakerjaan tersebut. Pertama, masih tingginya tenaga kerja dengan pendidikan menengah ke bawah yang berpengaruh terhadap produktivitas dan daya saing tenaga kerja yang relatif rendah. Kedua, pendidikan dan keterampilan yang dimiliki tenaga kerja tidak sesuai dengan kebutuhan pekerja sehingga menyebabkan perusahaan mengalami kesulitan untuk mendapatkan tenaga kerja berkualitas.

Jika ditinjau dari bidang pendidikan, BPS merilis angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 2018 sebesar 71,39 meningkat 0,58 poin dibandingkan 2017. Salah satu dimensi pembentuk IPM adalah Harapan Lama Sekolah (HLS) dan Rata-rata Lama Sekolah (RLS). HLS 2018 mencapai 12,91 tahun, artinya bahwa anak-anak usia 7 tahun memiliki peluang untuk menamatkan pendidikan hingga lulus SMA atau D1.

Sementara itu, RLS 2018 sebesar 8,17 tahun. Artinya rata-rata lama sekolah penduduk usia 25 tahun ke atas mencapai 8,17 tahun meningkat 0,07 tahun dibandingkan tahun 2017.

Meningkatkan HLS dan RLS memberi indikasi baik bahwa semakin banyak dan semakin lama anak-anak yang bersekolah. Pertumbuhan yang positif ini merupakan modal penting dalam membangun kualitas manusia Indonesia yang lebih baik.

Para millenials dan pasca-millenials menjadi istimewa karena generasi ini sangat berbeda dengan generasi sebelumnya. Aapalagi dalam hal yang berkaitan dengan konsep diri, konsep hidup dan tata cara mereka membentuk, menentukan ukuran (jumlah) serta mengelola keluarga agar menjadi keluarga yang berkualitas. Mereka adalah generasi yang mau menerima sesuatu jika hal tersebut relevan dengan mereka dan dianggap mempunyai manfaat serta menguntungkan untuk hidup mereka.

Oleh karena itu diperlukan pendekatan yang berbeda dalam memberikan pemahaman program karena pendekatan untuk era Baby Boomer (lahir di era 1946-1955), generasi pasca Revolusi Kemerdekaan yang masih kental dengan nuansa komunikasi satu arah, informasi dan teknologi yang belum melimpah, serta pemerintah adalah pemain tunggal dan utama dari keseluruhan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Yang apabila kita bandingkan dengan perubahan sosial yang terjadi dewasa ini menjadi kurang relevan lagi. Dengan demikian dibutuhkan cara yang lebih tepat untuk memperkenalkan program-program yang tepat di kelompok usia tersebut.

Tahun 2045, Indonesia akan berumur 100 tahun dimana saat itu diharapkan dapat memanfaatkan celah peluang atau jendela demografi (window of demography). Kondisi ini dapat berdampak pada dua kemungkinan, yaitu apakah bonus demografi akan menjadi peluang atau bencana bagi Indonesia.

Bonus demografi dapat tercapai jika kualitas sumber daya manusia di Indonesia memiliki kualitas yang mumpuni sehingga akan berimbas pada pertumbuhan ekonomi negara. Sebaliknya, bencana demografi akan terjadi jika jumlah penduduk yang berada pada usia produktif ini justru tidak memiliki kualitas yang baik sehingga menghasilkan pengangguran massal dan menjadi beban negara.

Keberhasilan Indonesia dalam menekan laju pertumbuhan penduduk melalui program keluarga berencana telah membawa manfaat yang besar bagi pembangunan dan ketahanan nasional Indonesia. Namun tugas berat kita Bersama adalah bagaimana mewujudkan Indonesia emas 2045 tepat 100 tahun negeri tercinta Indonesia.

Pada masa itu diharapkan Indonesia mengalami kemajuan luar biasa karena memiliki bonus demografi. Indonesia berpeluang masuk menjadi lima negara di dunia dengan ekonomi terbesar. Impian besar tentang Indonesia unggul, maju, bersaing dengan bangsa-bangsa lain dan telah cukup dewasa untuk mengatasi isi-isu persoalan klasik bangsa, seperti korupsi, disintegrasi dan kemiskinan.

Untuk mewujudkan impian tersebut kunci utamanya ada pada manusianya. Dengan demikian kualitas sumber daya manusia menjadi dasar dari impian menjadi Indonesia emas tahun 2045 mendatang.

Pemimpin bangsa tahun 2045 adalah mereka yang saat ini sedang duduk dibangku sekolah dasar (penduduk tidak produktif, usia 14 tahun kebawah) dan pendidikan menengah dan pemuda pemudi yang termasuk kedalam penduduk usia produktif (usia 15 tahun keatas). Kualitas generasi di masa datang ditentukan oleh kualitas keluarganya saat ini.

Peran keluarga sangat penting sebagai sumber kekuatan untuk membangun bangsa dan negara. Keluarga sebagai hulu dari pembentukan karakter anak bangsa. Keluarga yang baik akan melahirkan putra-putri bangsa berkualitas baik yang tentunya menjadi penopang bangsa dan negara.
(poe)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0847 seconds (0.1#10.140)