Antara Pragmatisme Hukum dan Pragmatisme Politik
loading...
A
A
A
Sedangkan kerap terjadi aspek perbuatan pidana yang disyaratakan dalam kedua pasal tersebut adalah harus terbukti lebih dulu telah ada bukti permulaan yang cukup; tidak hanya harus adanya akibat dari perbuatan pidana. Dalam praktik sering terjadi akibat perbuatan telah ditemukan BPK/BPKP, akan tetapi aspek perbuatan pidana belum ditemukan. Dalam hal ini seharusnya penyidik harus mengkaji perstiwa tersebut secara teliti: apakah wilayah peristiwanya termasuk kewenangan UU Tipikor, dengan sendirinya wewenang penyidikan dan penuntutan penyidik tindak pidana khusus; apakah peristiwa tersebut termasuk proyek pemerintah yang bertujuan meningkatkan perekonomian Indonesia; apakah akibat temuan kerugian keuangan negara merupakan syarat absolut suatu tindak pidana korupsi; apakah di dalam UU Tipikor tidak diatur ketentuan khusus pengecualian dari apa yang dicantumkan dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor?
Menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat dikatakan bahwa, (1) peristiwa yang diduga tipikor yang tidak dapat diberlakukan Pasal 2 dan Pasal 3 seharusnya digunakan sarana hukum alternatif yaitu melakukan gugatan keperdataan, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 32 ayat (1) UU Tipikor; yang menggunakan gugatan keperdataan sebagai alternatif di mana negara melalui kejaksaan masih dapat dan mampu melakukan tugas tersebut melalui jaksa pengacara negara.
Ketentuan alternatif Pasal 2 dan Pasal 3 UU aquo tidak pernah dipertimbangkan sehingga penegakan sarana hukum pidana telah mengakibatkan kerugian negara yang lebih besar daripada kerugian yang terjadi akibat kelalaian pelaksana penyelenggara negara. Hal sedemikian mengakibatkan proyek pemerintah nasional yang bersifat strategis macet dan negara telah mengalami kerugian yang signifikan antara lain, anggaran proyek dengan nilai signifikan tidak dapat terserap dan dipastikan negara mengalami kerugian yang lebih besar yang tidak sebanding dengan kerugian negara karena dipaksakan dilakukan penuntutan dan lanjut penjatuhan hukuman.
Di sisi lain, tujuan UU Tipikor untuk mengembalikan kerugian negara tidak pernah tercapai. Efek samping negatif lain, adalah berkurangnya kepercayaan publik nasional dan internasional terutama investor untuk berinvestasi di Indonesia.
Berkaca dari peristiwa sebagaimana diuraikan di atas, benarlah apa yang dikemukakan alm Prof Mochtar Kusumaatmadja bahwa cara pandang terhadap hukum yang benar adalah norma hukum bersifat dinamis, tidak lagi statis, karena hukum selalu mengikuti perkembangan masyarakat ke arah lebih maju/berkembang dari sebelumnya; hukum memberikan arah dan petunjuk agar hukum dapat menempatkan manusia pada tempat yang layak bagi kehidupannya.
Menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat dikatakan bahwa, (1) peristiwa yang diduga tipikor yang tidak dapat diberlakukan Pasal 2 dan Pasal 3 seharusnya digunakan sarana hukum alternatif yaitu melakukan gugatan keperdataan, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 32 ayat (1) UU Tipikor; yang menggunakan gugatan keperdataan sebagai alternatif di mana negara melalui kejaksaan masih dapat dan mampu melakukan tugas tersebut melalui jaksa pengacara negara.
Ketentuan alternatif Pasal 2 dan Pasal 3 UU aquo tidak pernah dipertimbangkan sehingga penegakan sarana hukum pidana telah mengakibatkan kerugian negara yang lebih besar daripada kerugian yang terjadi akibat kelalaian pelaksana penyelenggara negara. Hal sedemikian mengakibatkan proyek pemerintah nasional yang bersifat strategis macet dan negara telah mengalami kerugian yang signifikan antara lain, anggaran proyek dengan nilai signifikan tidak dapat terserap dan dipastikan negara mengalami kerugian yang lebih besar yang tidak sebanding dengan kerugian negara karena dipaksakan dilakukan penuntutan dan lanjut penjatuhan hukuman.
Di sisi lain, tujuan UU Tipikor untuk mengembalikan kerugian negara tidak pernah tercapai. Efek samping negatif lain, adalah berkurangnya kepercayaan publik nasional dan internasional terutama investor untuk berinvestasi di Indonesia.
Berkaca dari peristiwa sebagaimana diuraikan di atas, benarlah apa yang dikemukakan alm Prof Mochtar Kusumaatmadja bahwa cara pandang terhadap hukum yang benar adalah norma hukum bersifat dinamis, tidak lagi statis, karena hukum selalu mengikuti perkembangan masyarakat ke arah lebih maju/berkembang dari sebelumnya; hukum memberikan arah dan petunjuk agar hukum dapat menempatkan manusia pada tempat yang layak bagi kehidupannya.
(zik)
Lihat Juga :