Perlu Pendekatan Kearifan Lokal agar Masyarakat Patuhi Protokol Kesehatan

Sabtu, 05 September 2020 - 14:04 WIB
loading...
Perlu Pendekatan Kearifan Lokal agar Masyarakat Patuhi Protokol Kesehatan
Petugas PPSU mengenakan APD yang menyerupai pocong saat berada di kolong jalan Tol Desari, Jakarta, Kamis (3/9/2020). Foto/SINDOnews/Isra Triansyah
A A A
JAKARTA - Relawan Covid-19 dr. Tirta Mandira Hudhi mengatakan pelaksanaan disiplin protokol kesehatan oleh masyarakat perlu dilakukan pendekatan kearifan lokal. Hal ini lantaran setiap daerah memiliki ciri khas.

"Pendekatan kearifan lokal itu sangat perlu dilakukan? Sangat perlu," kata Tirta di Media Center Satuan Tugas Penanganan Covid-19 , Graha BNPB, Jakarta, Sabtu (5/9/2020).

Tirta mengatakan, pendekatan kearifan lokal perlu dilakukan karena setiap daerah memiliki ciri khas yang berbeda. "Jadi contoh kayak gini di Jakarta kita bicara Jakarta ya, Jakarta itu kita tidak bisa kalau berdebat. Kalau di Surabaya agak 'ngegas' tidak apa-apa. Surabaya memang darahnya darah 'ngegas', Bung Tomo aja ngegas-gasan di radio kan. Tapi kalau di Jakarta itu hampir semua edukasi lewat medsos dan nggak bisa represif," katanya.

( ).

Sementara itu, di wilayah Bali, para pecalang yang aktif melakukan edukasi untuk disiplin protokol kesehatan. "Contoh di Buleleng, saya ke sana pecalang yang aktif. Pecalang Bali di Buleleng itu lebih patuh pakai masker daripada pakai helm, karena di sana kalau enggak pakai masker dihukum push-up sama denda. Lebih kejam push up-nya dan efek malunya itu," ungkap Tirta.

Sementara, di Surabaya berbeda dengan di Jakarta. Tirta mengatakan di Surabaya pendekatan dilakukan oleh grass root seperti Bonek dan para tenaga kesehatan (nakes). Sementara di Jakarta pendekatan menggunakan konten kreatif melalui media sosial. "Di Jakarta harus pakai medsos, gak bisa pake denda. Benar-benar pelan, kontennya gimana kreatifnya."

(Lihat Juga Foto: Aksi Pocong Covid-19 di Kolong Tol Desari ).

Berbeda lagi di Yogyakarta yang pendekatan langsung oleh faktor Sri Sultan Hamengku Buwono X. "Di Jogja faktor Sri Sultan dan UKM yang bergerak,” kata Tirta.

"Nah kalau di Banjarmasin ulama. Di daerah Jombang itu juga ada ulama. Di Makassar adalah tokoh politik dan juga menggunakan bola juga di sana. Semarang menggunakan figur Pak Ganjar. Jadi Solo menggunakan figur-figur dari pewayangan," tambah Tirta.

Bahkan, Tirta mengatakan bahwa dalam mengatasi Flu Spanyol yang pernah melanda Indonesia pada saat masih menjadi Hindia Belanda dulu juga menggunakan pendekatan kearifan lokal. "Jadi kita kalau bilang tahun 1900-an, Pak Doni (Ketua Satgas Covid-19 Doni Monardo ) mengatakan bahwa pada waktu itu Flu Spanyol yang ada ditemukan influenza itu viral di Indonesia dan diatasi dengan cara pewayangan. Nah kalau di sini cara paling efektif untuk pakai masker adalah menggunakan bahasa yang masing-masing dan kearifan lokal."
(zik)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.4255 seconds (0.1#10.140)