Menyelisik Langkah Membingungkan Dewan Pengawas KPK
loading...
A
A
A
Di antara isi rilis berbunyi, "Benar, pada hari Rabu tanggal 20 Mei 2020 sekitar jam 11.00 Wib, KPK bekerjasama dengan Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemendikbud telah melakukan kegiatan tangkap tangan di Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Kegiatan berawal dengan adanya bantuan dan informasi dari pihak Itjen Kemendikbud kepada KPK perihal dugaan akan adanya penyerahan sejumlah uang yang diduga dari pihak Rektor UNJ kepada pejabat di Kemendikbud."
Selain 14 laporan dugaan pelanggaran kode etik, secara keseluruhan Dewas KPK menerima dan menindaklanjuti 92 surat pengaduan. Surat laporan pengaduan itu berasal dari masyarakat terkait adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh pimpinan dan pegawai KPK serta pengawasan atas pelaksanaan tugas dan wewenang KPK.
"Dalam hal ini kami berterima kasih kepada partisipasi masyarakat yang terus membantu kami dalam melakukan pengawasan terhadap tugas dan kewenangan KPK," kata Ketua Dewan Pengawas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean.
Pernyataan Tumpak tertera dalam keterangan tertulisnya di Jakarta pada Selasa, 26 Mei 2020 dan dilansir laman resmi KPK. Pernyataan ini merupakan bagian dari keseluruhan pernyataan Tumpak terkait dengan "Pelaksanaan Tugas Dewan Pengawas KPK Kuartal Pertama Tahun 2020".
Mari kembali ke laporan yang dilayangkan MAKI. Sebagaimana disebutkan di atas, tertera jelas bahwa yang dilaporkan adalah Deputi Bidang Penindakan KPK Inspektur Jenderal Polisi Karyoto. Artinya, MAKI yang dalam hal ini diwakili oleh Boyamin Saiman sebagai pelapor dan Karyoto sebagai terlapor yang diduga melanggar kode etik.
Anehnya nama terlapor itu berubah pada Rabu, 19 Agustus 2020. Dewas KPK malah menyasar orang lain yang diduga melanggar kode etik sehubungan dengan bocornya informasi OTT pejabat Kemendikbud, Rektor UNJ, dan pejabat/pegawai UNJ. Pisau penegakan etik Dewas malah mengarah ke APZ, bukan Karyoto.
Pada Rabu itu, Dewas membuat dan melansir keterangan tertulis di laman resmi KPK. Di antara isinya, Tumpak Hatorangan Panggabean menyatakan, sebanyak tiga orang akan menjalani sidang etik selama tiga hari berturut-turut pada 24-26 Agustus 2020. Sidang etik akan digelar di Gedung Anti-Corruption Learning Center KPK di Jalan HR Rasuna Said, Kavling C1, Setiabudi, Jakarta Selatan. Satu di antara tiga orang tersebut yakni APZ.
"Sidang etik digelar pada 26 Agustus 2020 dengan terperiksa APZ atas dugaan melaksanakan kegiatan tangkap tangan di Kemen Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tanpa koordinasi. Terperiksa disangkakan melanggar kode etik dan pedoman perilaku "Sinergi" pada Pasal 5 ayat (2) huruf a Peraturan Dewan Pengawas KPK Nomor: 02 Tahun 2020," ujar Tumpak.
Dari penelusuran lanjutan yang dilakukan KORAN SINDO dan MNC News Portal, APZ menjabat sebagai pelaksana tugas Direktur Pengaduan Masyarakat (Dumas) pada Kedeputian Bidang Pengawasan Intenal dan Pengaduan Masyarakat (PIPM) KPK. Di masa kepemimpinan Agus Rahardjo dkk, APZ pernah bertugas sebagai pelaksana tugas Direktur Penyelidikan pada Kedeputian Bidang Penindakan KPK.
Menyikapi pemeriksaan terhadap APZ, Wadah Pegawai KPK membentuk Tim Pendamping Hukum (TPH). Satu di antara anggota TPH yakni Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah.
Selain 14 laporan dugaan pelanggaran kode etik, secara keseluruhan Dewas KPK menerima dan menindaklanjuti 92 surat pengaduan. Surat laporan pengaduan itu berasal dari masyarakat terkait adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh pimpinan dan pegawai KPK serta pengawasan atas pelaksanaan tugas dan wewenang KPK.
"Dalam hal ini kami berterima kasih kepada partisipasi masyarakat yang terus membantu kami dalam melakukan pengawasan terhadap tugas dan kewenangan KPK," kata Ketua Dewan Pengawas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean.
Pernyataan Tumpak tertera dalam keterangan tertulisnya di Jakarta pada Selasa, 26 Mei 2020 dan dilansir laman resmi KPK. Pernyataan ini merupakan bagian dari keseluruhan pernyataan Tumpak terkait dengan "Pelaksanaan Tugas Dewan Pengawas KPK Kuartal Pertama Tahun 2020".
Mari kembali ke laporan yang dilayangkan MAKI. Sebagaimana disebutkan di atas, tertera jelas bahwa yang dilaporkan adalah Deputi Bidang Penindakan KPK Inspektur Jenderal Polisi Karyoto. Artinya, MAKI yang dalam hal ini diwakili oleh Boyamin Saiman sebagai pelapor dan Karyoto sebagai terlapor yang diduga melanggar kode etik.
Anehnya nama terlapor itu berubah pada Rabu, 19 Agustus 2020. Dewas KPK malah menyasar orang lain yang diduga melanggar kode etik sehubungan dengan bocornya informasi OTT pejabat Kemendikbud, Rektor UNJ, dan pejabat/pegawai UNJ. Pisau penegakan etik Dewas malah mengarah ke APZ, bukan Karyoto.
Pada Rabu itu, Dewas membuat dan melansir keterangan tertulis di laman resmi KPK. Di antara isinya, Tumpak Hatorangan Panggabean menyatakan, sebanyak tiga orang akan menjalani sidang etik selama tiga hari berturut-turut pada 24-26 Agustus 2020. Sidang etik akan digelar di Gedung Anti-Corruption Learning Center KPK di Jalan HR Rasuna Said, Kavling C1, Setiabudi, Jakarta Selatan. Satu di antara tiga orang tersebut yakni APZ.
"Sidang etik digelar pada 26 Agustus 2020 dengan terperiksa APZ atas dugaan melaksanakan kegiatan tangkap tangan di Kemen Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tanpa koordinasi. Terperiksa disangkakan melanggar kode etik dan pedoman perilaku "Sinergi" pada Pasal 5 ayat (2) huruf a Peraturan Dewan Pengawas KPK Nomor: 02 Tahun 2020," ujar Tumpak.
Dari penelusuran lanjutan yang dilakukan KORAN SINDO dan MNC News Portal, APZ menjabat sebagai pelaksana tugas Direktur Pengaduan Masyarakat (Dumas) pada Kedeputian Bidang Pengawasan Intenal dan Pengaduan Masyarakat (PIPM) KPK. Di masa kepemimpinan Agus Rahardjo dkk, APZ pernah bertugas sebagai pelaksana tugas Direktur Penyelidikan pada Kedeputian Bidang Penindakan KPK.
Menyikapi pemeriksaan terhadap APZ, Wadah Pegawai KPK membentuk Tim Pendamping Hukum (TPH). Satu di antara anggota TPH yakni Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah.