Menyelisik Langkah Membingungkan Dewan Pengawas KPK

Jum'at, 04 September 2020 - 10:29 WIB
loading...
Menyelisik Langkah Membingungkan Dewan Pengawas KPK
Gedung Merah Puti Komisi Pemberantasan Korupsi, Jalan Kuningan Persada, Jakarta. Foto/SINDOnews/Sabir Laluhu
A A A
JAKARTA - Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) mulai unjuk gigi. Selama kurun Agustus hingga September 2020 organ baru buah dari Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2019 itu menggelar beberapa persidangan dugaan pelanggaran etik baik pimpinan maupun penyidik dan pejabat Komisi.

Permintaan keterangan saksi maupun klarifikasi dari terduga dihelat secara serius dan tertutup. Publik hanya akan mengetahui hasil akhirnya saat persidangan putusan yang digelar terbuka sebagai penutup.

Secara keseluruhan, Dewas KPK menerima 14 laporan dugaan pelanggaran kode etik yang bersumber dari internal dan eksternal KPK, sepanjang enam bulan awal masa kerjanya. Satu di antara laporan tersebut, yakni laporan yang dilayangkan Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI). MAKI melalui Koordinatornya Boyamin Saiman melayangkan laporan melalui email.

"Pada hari ini, MAKI via email telah menyampaikan surat kepada Dewas KPK berupa laporan dugaan pelanggaran kode etik oleh Karyoto selaku Deputi Pimpinan Bidang Penindakan KPK dalam memberikan rilis kegiatan tangkap tangan di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada 20 Mei 2020," tegas Koordinator MAKI Boyamin Saiman melalui keterangan tertulis kepada para jurnalis, di Jakarta pada Selasa 26 Mei 2020.

Argumentasi MAKI, Karyoto sebagai Deputi Penindakan KPK seorang diri menyampaikan rilis kepada para jurnalis/media massa ihwal kegiatan operasi tangkap tangan (OTT) tersebut. Boyamin menilai, tindakan Karyoto itu bertentangan dengan arahan dan evaluasi Dewas KPK, bahwa yang diperkenankan memberikan pernyataan terkait penanganan suatu perkara atau kasus kepada media massa hanyalah pimpinan KPK dan/atau juru bicara KPK.( )

Berikutnya bagi MAKI, penyebutan nama-nama pihak diamankan dan/atau dilakukan pemeriksaan terkait OTT di Kemendikbud secara lengkap tanpa inisial diduga melanggar asas praduga tak bersalah. Padahal semestinya penyebutan inisial nama demi menjunjung asas praduga tak bersalah.

"Selama ini rilis atau konferensi pers KPK atas operasi tangkap tangan (OTT) selalu dengan penyebutan inisial untuk nama-nama yang terkait dengan OTT," kata Boyamin.

Boyamin berpandangan, narasi pembukaan awal rilis Karyoto dengan menyatakan, "Merespons pertanyaan rekan-rekan wartawan soal informasi adanya kegiatan OTT, dapat kami jelaskan sebagai berikut" sebagai narasi yang diduga tidak benar. Musababnya, informasi OTT tersebut tidak bocor. Menurut Boyamin, karena tidak bocor itu maka tidak ada wartawan yang menanyakan kabar OTT.

"Dan diduga OTT diberitahukan oleh Karyoto kepada wartawan dalam bentuk rilis," ujarnya.( )

Rilis yang dimaksud Boyamin Saiman, adalah rilis yang ditransmisikan Karyoto pada Kamis, 21 Mei 2020 dan diterima para jurnalis dan/atau redaksi media massa pada Kamis malam. Dari catatan KORAN SINDO dan MNC News Portal, rilis tersebut pun dikirimkan oleh pelaksana tugas Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri kepada para jurnalis pada Kamis, 21 Mei 2020 malam. Rilis tersebut diberi judul "Penjelasan KPK soal informasi adanya OTT di Kemendikbud". Di bagian akhir tertera "Karyoto Deputi Penindakan KPK".
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1799 seconds (0.1#10.140)