Berebut Jaksa Pinangki
loading...
A
A
A
Kejagung sebelumnya memastikan tidak akan menyerahkan proses penanganan perkara dugaan suap Jaksa Pinangki ke KPK. Namun, lembaga hukum yang dipimpin oleh ST Burhanuddin itu mengklaim telah berkoordinasi dan menyupervisi kasus itu dengan KPK. "Pasti nanti kami akan koordinasi dan supervisi dengan KPK," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono, Senin 31 Agustus 2020.
Wakil KPK Nawawi Pomolango mengatakan, Kejagung sebaiknya menyerahkan kasus suap Pinangki kepada KPK. Menurutnya, penanganan kasus Pinangki merupakan wewenang KPK sebagaimana amanat dalam Pasal 10A UU Nomor 19 Tahun 2019.
"Saya tidak berbicara dengan konsep pengambilalihan perkara yang memang juga menjadi kewenangan KPK sebagaimana ditentukan dalam Pasal 10A UU Nomor 19 Tahun 2019, tetapi lebih berharap pada inisiasi institusi tersebutlah yang mau menyerahkan sendiri penanganan perkaranya kepada KPK," kata Nawawi.
Dia menegaskan, sejauh ini, KPK tidak pernah diminta untuk dilibatkan bersama Kejagung dalam mengusut kasus Pinangki. "Belum ada langkah-langkah koordinasi dan supervisi menyangkut penanganan perkara dimaksud," katanya.
Perebutan penanganan kasus Pinangki memang menjadi daya tarik sejumlah institusi penegak hukum. Pasalnya, peran Pinangki dalam pusaran kasus Djoko Tjandra disinyalir sangat besar. Keberhasilan terpidana Djoko Tjandra masuk ke Indonesia kemudian mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan diduga ada peran mantan Kasubbag Pemantauan dan Evaluasi II Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan Kejagung itu untuk mengondisikan dan mengatur upaya hukum tersebut. Bahkan, diduga ada keterlibatan pihak lain yang mempunyai pengaruh besar. (Baca juga: Pesawat Tempur Su-57 Rusia Akan Dapat 'Jubah Gaib')
Peran Pinangki
Boyamin membeberkan awal mula rentetan peran Pinangki bertemu dengan Djoko Tjandra di Malaysia hingga adanya kongkalikong pengurusan fatwa ke Mahkamah Agung (MA). Boyamin mengatakan awalnya Pinangki minta dipertemukan dengan Djoko Tjandra kepada seorang pengusaha bernama Rahmat yang sebelumnya pernah diperiksa penyidik Kejagung. Kemudian Rahmat mengantar Pinangki bertemu dengan Djoko di Kuala Lumpur, Malaysia, hingga muncul pembicaraan mengenai pengurusan fatwa ke MA.
Di sana ada pembicaraan yang intinya akan membantu Djoko Tjandra lepas dari jeratan hukum dalam bentuk mengajukan fatwa ke MA bahwa putusan Djoko Tjandra tidak bisa dieksekusi dengan alasan macam-macam. Selanjutnya, Pinangki mengajak pengacara Anita Kolopaking menemui Djoko Tjandra. Pertemuan tersebut juga diduga membahas rencana pengurusan fatwa ke MA, Pinangki disebut meminta sejumlah uang terkait pengurusan fatwa MA ke Djoko Tjandra.
Singkatnya, Pinangki dan Anita kembali ke Indonesia dan diduga uang yang diberikan Djoko Tjandra lebih rendah daripada yang sebelumnya ditawarkan. Kemudian Pinangki mencoba melobi pejabat di MA, tetapi upaya tersebut gagal dan diduga rencana fatwa pengurusan MA tersebut batal.
"Namun, dalam perjalanannya permohonan fatwa itu mungkin sempat dibicarakan dengan orang di MA level rendah, temannya atau apa, tapi terbukti kemudian batal dan gagal. Karena batal dan gagal, ya pakai permohonan fatwa itu kemudian ya tidak berlanjut," ujarnya. (Baca juga: Dilanda Kekeringan, Petani Bogor Diminta Segera Urus Klaim Asuransi)
Wakil KPK Nawawi Pomolango mengatakan, Kejagung sebaiknya menyerahkan kasus suap Pinangki kepada KPK. Menurutnya, penanganan kasus Pinangki merupakan wewenang KPK sebagaimana amanat dalam Pasal 10A UU Nomor 19 Tahun 2019.
"Saya tidak berbicara dengan konsep pengambilalihan perkara yang memang juga menjadi kewenangan KPK sebagaimana ditentukan dalam Pasal 10A UU Nomor 19 Tahun 2019, tetapi lebih berharap pada inisiasi institusi tersebutlah yang mau menyerahkan sendiri penanganan perkaranya kepada KPK," kata Nawawi.
Dia menegaskan, sejauh ini, KPK tidak pernah diminta untuk dilibatkan bersama Kejagung dalam mengusut kasus Pinangki. "Belum ada langkah-langkah koordinasi dan supervisi menyangkut penanganan perkara dimaksud," katanya.
Perebutan penanganan kasus Pinangki memang menjadi daya tarik sejumlah institusi penegak hukum. Pasalnya, peran Pinangki dalam pusaran kasus Djoko Tjandra disinyalir sangat besar. Keberhasilan terpidana Djoko Tjandra masuk ke Indonesia kemudian mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan diduga ada peran mantan Kasubbag Pemantauan dan Evaluasi II Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan Kejagung itu untuk mengondisikan dan mengatur upaya hukum tersebut. Bahkan, diduga ada keterlibatan pihak lain yang mempunyai pengaruh besar. (Baca juga: Pesawat Tempur Su-57 Rusia Akan Dapat 'Jubah Gaib')
Peran Pinangki
Boyamin membeberkan awal mula rentetan peran Pinangki bertemu dengan Djoko Tjandra di Malaysia hingga adanya kongkalikong pengurusan fatwa ke Mahkamah Agung (MA). Boyamin mengatakan awalnya Pinangki minta dipertemukan dengan Djoko Tjandra kepada seorang pengusaha bernama Rahmat yang sebelumnya pernah diperiksa penyidik Kejagung. Kemudian Rahmat mengantar Pinangki bertemu dengan Djoko di Kuala Lumpur, Malaysia, hingga muncul pembicaraan mengenai pengurusan fatwa ke MA.
Di sana ada pembicaraan yang intinya akan membantu Djoko Tjandra lepas dari jeratan hukum dalam bentuk mengajukan fatwa ke MA bahwa putusan Djoko Tjandra tidak bisa dieksekusi dengan alasan macam-macam. Selanjutnya, Pinangki mengajak pengacara Anita Kolopaking menemui Djoko Tjandra. Pertemuan tersebut juga diduga membahas rencana pengurusan fatwa ke MA, Pinangki disebut meminta sejumlah uang terkait pengurusan fatwa MA ke Djoko Tjandra.
Singkatnya, Pinangki dan Anita kembali ke Indonesia dan diduga uang yang diberikan Djoko Tjandra lebih rendah daripada yang sebelumnya ditawarkan. Kemudian Pinangki mencoba melobi pejabat di MA, tetapi upaya tersebut gagal dan diduga rencana fatwa pengurusan MA tersebut batal.
"Namun, dalam perjalanannya permohonan fatwa itu mungkin sempat dibicarakan dengan orang di MA level rendah, temannya atau apa, tapi terbukti kemudian batal dan gagal. Karena batal dan gagal, ya pakai permohonan fatwa itu kemudian ya tidak berlanjut," ujarnya. (Baca juga: Dilanda Kekeringan, Petani Bogor Diminta Segera Urus Klaim Asuransi)