Harmoni di Tengah Kebisingan: Belajar Hidup Berbangsa dari Pengajian dan Pedagang Asongan
loading...
A
A
A
Namun, sektor ini juga yang paling terdampak oleh pandemi dan perubahan ekonomi global. Banyak dari mereka, seperti pedagang asongan di pengajian, harus bersiasat di tengah ketidakpastian demi memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Di sisi lain, pemerintah menggalakkan program digitalisasi UMKM, subsidi, dan pinjaman lunak. Namun, seperti sang penceramah yang berusaha menyesuaikan dengan suara pedagang, kebijakan ini sering kali tidak cukup menyentuh akar persoalan. Koordinasi antara pemerintah dan rakyat, antara suara ceramah dan suara pedagang masih perlu diharmoniskan.
Lantas, bagaimana cara kita sebagai bangsa untuk mengelola keberagaman ini? Pertama, perlu ada kesadaran bahwa setiap suara, sekecil apa pun, memiliki peran dalam membangun harmoni nasional. Sama seperti pedagang asongan yang melengkapi dinamika pengajian, rakyat kecil juga adalah bagian integral dari kehidupan bernegara.
Kedua, dialog antara pemerintah dan masyarakat harus lebih intensif dan inklusif. Jika penceramah di pengajian bisa berkompromi dengan suara pedagang, pemerintah juga harus mampu mendengar dan merespons suara rakyat dengan bijaksana.
Ketiga, penting bagi kita untuk melihat keberagaman ini bukan sebagai sumber konflik, melainkan sebagai potensi. Seperti orkestra yang menghasilkan harmoni dari berbagai instrumen, Indonesia juga bisa menemukan harmoni dalam keberagamannya asal ada koordinasi, komunikasi, dan kesadaran bersama.
Mari kita belajar dari kisah pengajian di atas. Di tengah hiruk-pikuk suara pedagang dan ceramah, ada pelajaran besar tentang kehidupan bernegara: bahwa keberagaman adalah keniscayaan, dan harmoni hanya bisa tercipta jika kita saling mendengar dan memahami.
Sebagai rakyat, mari kita terus bersuara dengan cara yang konstruktif. Dan sebagai pemerintah, mari kita menjadi pemimpin yang tidak hanya berbicara, tetapi juga mendengar. Karena, seperti dalam QS. Al-Baqarah:126 yang sering dikutip para penceramah, doa untuk tanah air tidak hanya tentang keberkahan, tetapi juga tentang bagaimana kita menjaga harmoni di dalamnya.
Indonesia adalah rumah bagi kita semua. Suarakanlah harapan, dengarkanlah mimpi, dan jadikan keberagaman ini sebagai kekuatan untuk melangkah bersama menuju masa depan yang lebih baik. Bisakah kita menemukan harmoni di tengah kebisingan? Tentu saja bisa—asal kita mau mendengar.
Di sisi lain, pemerintah menggalakkan program digitalisasi UMKM, subsidi, dan pinjaman lunak. Namun, seperti sang penceramah yang berusaha menyesuaikan dengan suara pedagang, kebijakan ini sering kali tidak cukup menyentuh akar persoalan. Koordinasi antara pemerintah dan rakyat, antara suara ceramah dan suara pedagang masih perlu diharmoniskan.
Lantas, bagaimana cara kita sebagai bangsa untuk mengelola keberagaman ini? Pertama, perlu ada kesadaran bahwa setiap suara, sekecil apa pun, memiliki peran dalam membangun harmoni nasional. Sama seperti pedagang asongan yang melengkapi dinamika pengajian, rakyat kecil juga adalah bagian integral dari kehidupan bernegara.
Kedua, dialog antara pemerintah dan masyarakat harus lebih intensif dan inklusif. Jika penceramah di pengajian bisa berkompromi dengan suara pedagang, pemerintah juga harus mampu mendengar dan merespons suara rakyat dengan bijaksana.
Ketiga, penting bagi kita untuk melihat keberagaman ini bukan sebagai sumber konflik, melainkan sebagai potensi. Seperti orkestra yang menghasilkan harmoni dari berbagai instrumen, Indonesia juga bisa menemukan harmoni dalam keberagamannya asal ada koordinasi, komunikasi, dan kesadaran bersama.
Mari kita belajar dari kisah pengajian di atas. Di tengah hiruk-pikuk suara pedagang dan ceramah, ada pelajaran besar tentang kehidupan bernegara: bahwa keberagaman adalah keniscayaan, dan harmoni hanya bisa tercipta jika kita saling mendengar dan memahami.
Sebagai rakyat, mari kita terus bersuara dengan cara yang konstruktif. Dan sebagai pemerintah, mari kita menjadi pemimpin yang tidak hanya berbicara, tetapi juga mendengar. Karena, seperti dalam QS. Al-Baqarah:126 yang sering dikutip para penceramah, doa untuk tanah air tidak hanya tentang keberkahan, tetapi juga tentang bagaimana kita menjaga harmoni di dalamnya.
Indonesia adalah rumah bagi kita semua. Suarakanlah harapan, dengarkanlah mimpi, dan jadikan keberagaman ini sebagai kekuatan untuk melangkah bersama menuju masa depan yang lebih baik. Bisakah kita menemukan harmoni di tengah kebisingan? Tentu saja bisa—asal kita mau mendengar.
(wur)