Pendanaan Terorisme Kian Canggih, Berubah Seiring Perkembangan Teknologi
loading...
A
A
A
"Artinya, persoalan mencegah terorisme salah satunya bisa dipantau melalui proses pendanaan pada kelompok-kelompok tersebut. Oleh karena itu, pengecekan dan pengawasan terhadap pendanaan dan aliran dana terorisme itu menjadi sangat penting dilakukan," tegasnya.
Al Araf menegaskan, langkah pengawasan dan pencegahan pendanaan terorisme melalui jaringan bisnisnya harus dilakukan sejumlah pihak. Mulai PPATK sebagai stakeholder utama, DPR, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), hingga penegak hukum yakni Polri. "PPATK yang harus berperan untuk hal ini sebab mereka punya cara yang lebih efektif," ungkapnya. (Baca juga: Gubernur Anies Bikin Bank DKI Borong Penghargaan)
Menurut dia, Polri juga harus serius membongkar dan mengungkap secara utuh dari mana pendanaan orang-orang tersebut dan jejaring kelompoknya. Berikutnya, Polri harus terbuka menyampaikan kepada publik sebagai wujud transparansi.
Deputi Bidang Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Mayjen TNI Hendri Paruhuman Lubis menyatakan, BNPT memiliki dua langkah utama guna pencegahan penyebaran paham radikalisme terorisme hingga pencegahan atas rekrutmen yang dilakukan kelompok terorisme. Pertama, melalui jalur luring dengan pembentukan Forum Koordinasi Penanggulangan Terorisme (FKPT) yang tersebar di 32 provinsi.
FKPT, kata dia, secara berkesinambungan menyelenggarakan berbagai kegiatan terkait dengan lima program utama yang dimiliki FKPT. Lima program tersebut yakni bidang agama, sosial, dan budaya; bidang pemuda dan pendidikan; bidang perempuan dan anak; bidang media massa dan hukum; dan bidang pengkajian dan penelitian.
Kedua, tutur Hendri, melalui jalur daring dengan pembentukan Duta Damai Dunia Maya yang merupakan hasil seleksi yang dilakukan BNPT. Para duta ini terdiri atas para anak muda yang gandrung dengan internet dan peduli dengan pencegahan radikalisme terorisme. Saat ini BNPT telah memiliki Duta Damai Dunia Maya di 13 provinsi Indonesia serta tingkat regional ASEAN. (Baca juga: AS Akan Merugi Jika Jatuhkan Sanksi Terhadap India)
Hendri menegaskan, pada beberapa kegiatan yang dilaksanakan FKPT juga ada materi terkait dengan pencegahan bagi masyarakat agar masyarakat bisa mengantisipasi dan tidak terjebak memberikan donasi atau pendanaan maupun membantu jaringan usaha atau bisnis kelompok teroris di Indonesia dan luar negeri. “Kita harus mengerti, mereka (kelompok terorisme) tidak pernah berhenti, kita juga harus terus melakukan pencegahan," ungkap Hendri.
Mabes Polri pernah mengungkap pendanaan aksi terorisme dikumpulkan dengan cara membuat lembaga amal bodong untuk menarik donasi dari masyarakat. Padahal, dana itu bukan untuk kepentingan umat, melainkan digunakan untuk kepentingan organisasi dan tidak menutup kemungkinan untuk membeli bahan-bahan peledak. “Modusnya beragam dan selalu gonta-ganti. Kami berharap semua dapat terungkap,” ujar Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono.
Jenderal bintang dua itu menyebut, Tim Densus 88 Antiteror Polri pernah menangkap seorang terduga teroris jaringan kelompok JAD Jawa Timur berinisial JHR atau JHR. AH diduga menguasai dana ratusan juta. Dana tersebut dipakai untuk membeli senjata organik laras panjang dari seseorang di Malang.
“Tim Densus 88 juga pernah menangkap satu terduga teroris berinisial AZ alias A, di Majasari, Kabupaten Pandeglang, Banten. A yang berprofesi sebagai pengusaha bengkel mobil di Kabupaten Pandeglang diduga sebagai 'penyandang dana,” ungkapnya. (Lihat videonya: Seorang Pemuda Jadi Koran Penembakan di Jakarta Utara)
Al Araf menegaskan, langkah pengawasan dan pencegahan pendanaan terorisme melalui jaringan bisnisnya harus dilakukan sejumlah pihak. Mulai PPATK sebagai stakeholder utama, DPR, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), hingga penegak hukum yakni Polri. "PPATK yang harus berperan untuk hal ini sebab mereka punya cara yang lebih efektif," ungkapnya. (Baca juga: Gubernur Anies Bikin Bank DKI Borong Penghargaan)
Menurut dia, Polri juga harus serius membongkar dan mengungkap secara utuh dari mana pendanaan orang-orang tersebut dan jejaring kelompoknya. Berikutnya, Polri harus terbuka menyampaikan kepada publik sebagai wujud transparansi.
Deputi Bidang Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Mayjen TNI Hendri Paruhuman Lubis menyatakan, BNPT memiliki dua langkah utama guna pencegahan penyebaran paham radikalisme terorisme hingga pencegahan atas rekrutmen yang dilakukan kelompok terorisme. Pertama, melalui jalur luring dengan pembentukan Forum Koordinasi Penanggulangan Terorisme (FKPT) yang tersebar di 32 provinsi.
FKPT, kata dia, secara berkesinambungan menyelenggarakan berbagai kegiatan terkait dengan lima program utama yang dimiliki FKPT. Lima program tersebut yakni bidang agama, sosial, dan budaya; bidang pemuda dan pendidikan; bidang perempuan dan anak; bidang media massa dan hukum; dan bidang pengkajian dan penelitian.
Kedua, tutur Hendri, melalui jalur daring dengan pembentukan Duta Damai Dunia Maya yang merupakan hasil seleksi yang dilakukan BNPT. Para duta ini terdiri atas para anak muda yang gandrung dengan internet dan peduli dengan pencegahan radikalisme terorisme. Saat ini BNPT telah memiliki Duta Damai Dunia Maya di 13 provinsi Indonesia serta tingkat regional ASEAN. (Baca juga: AS Akan Merugi Jika Jatuhkan Sanksi Terhadap India)
Hendri menegaskan, pada beberapa kegiatan yang dilaksanakan FKPT juga ada materi terkait dengan pencegahan bagi masyarakat agar masyarakat bisa mengantisipasi dan tidak terjebak memberikan donasi atau pendanaan maupun membantu jaringan usaha atau bisnis kelompok teroris di Indonesia dan luar negeri. “Kita harus mengerti, mereka (kelompok terorisme) tidak pernah berhenti, kita juga harus terus melakukan pencegahan," ungkap Hendri.
Mabes Polri pernah mengungkap pendanaan aksi terorisme dikumpulkan dengan cara membuat lembaga amal bodong untuk menarik donasi dari masyarakat. Padahal, dana itu bukan untuk kepentingan umat, melainkan digunakan untuk kepentingan organisasi dan tidak menutup kemungkinan untuk membeli bahan-bahan peledak. “Modusnya beragam dan selalu gonta-ganti. Kami berharap semua dapat terungkap,” ujar Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono.
Jenderal bintang dua itu menyebut, Tim Densus 88 Antiteror Polri pernah menangkap seorang terduga teroris jaringan kelompok JAD Jawa Timur berinisial JHR atau JHR. AH diduga menguasai dana ratusan juta. Dana tersebut dipakai untuk membeli senjata organik laras panjang dari seseorang di Malang.
“Tim Densus 88 juga pernah menangkap satu terduga teroris berinisial AZ alias A, di Majasari, Kabupaten Pandeglang, Banten. A yang berprofesi sebagai pengusaha bengkel mobil di Kabupaten Pandeglang diduga sebagai 'penyandang dana,” ungkapnya. (Lihat videonya: Seorang Pemuda Jadi Koran Penembakan di Jakarta Utara)