Kejagung Siap Supervisi dengan KPK di Kasus Pinangki-Djoko Tjandra
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) berjanji melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menangani perkara dugaan pemberian suap kepada Jaksa Pinangki Sirna Malasari dari terpidana Djoko Tjandra untuk membantu pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA).
(Baca juga: KPK Belum Terima Permohonan Supervisi Kasus Jaksa Pinangki dari Kejagung)
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Hari Setiyono mengungkapkan, pelibatan itu nantinya akan berbentuk koordinasi-supervisi antar lembaga ketika perkara tersebut disiapkan untuk naik ke tahap penuntutan.
(Baca juga: Peraturan Kejaksaan 15/2020 Jawaban Suara Keadilan Masyarakat)
"Untuk menjawab keraguan publik, pasti nanti kami akan koordinasi dan supervisi. Ketika nanti perkara akan naik ke penuntutan, kami akan lakukan koordinasi dengan KPK," kata Hari kepada wartawan di Kompleks Kejagung, Jakarta, Senin (31/8/2020).
(Baca juga: Representasi Keadilan, Peraturan Kejaksaan 15/2020 Patut Diapresiasi)
Dia pun mengatakan bahwa nantinya juga akan mengundang penyidik dari KPK selama proses gelar perkara. Hal itu lagi-lagi, kata Hari, untuk menjawab keraguan publik terhadap penanganan perkara tersebut di Kejagung.
Hari kembali menegaskan, pihaknya sangat terbuka terhadap proses pelibatan KPK dalam perkara Pinangki ini. Menurutnya, Kejaksaan selalu terbuka apabila KPK maupun aparat penegak hukum lain turut membantu penanganan perkara.
"Artinya, setiap saat teman-teman KPK bisa menanyakan, menambah, memberikan data, memberi informasi. Kami bekerja maksimal. Kami terbuka, oleh karena itu kami akan secara transparan melakukan kegiatan itu," jelas Hari.
Meski demikian, Hari engga menjelaskan secara rinci ihwal waktu gelar perkara bersama dengan KPK itu akan dilakukan. Hanya saja, dia menegaskan bahwa kegiatan tersebut akan digelar saat penyidik akan melimpahkan berkas perkara untuk masuk tahap penututan.
Diberitakan sebelumnya, penanganan perkara Jaksa Pinangki di Kejaksaan memang menuai polemik. Banyak pihak yang meminta agar KPK turun tangan dalam menangani perkara tersebut untuk menghindari konflik kepentingan.
Jaksa Agung Muda Pidana Khusus, Ali Mukartono pun mengakui bahwa hingga saat ini pihaknya belum melakukan komunikasi dengan komisi antirasuah tersebut terkait penanganan perkara Pinangki. Namun, dia tetap mempertimbangkan pelibatan KPK dalam penanganan perkara ini.
Fokus penyidik, kata Ali, saat ini masih mengumpulkan sejumlah bukti-bukti yang menguatkan tindak pidana korupsi dalam peristiwa tersebut.
"Masih mengumpulkan bukti. Nanti penyampaian pengumpulan bukti, timnya mengusulkan perlu KPK atau tidak. Nanti kita tunggu," kata dia lagi.
Dalam kasus ini, Pinangki diduga menerima hadiah senilai Rp7 miliar untuk membantu proses pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) perkara dari terpidana kasus korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra. Dia kini disebut telah ditahan di Rutan Kejagung cabang Salemba sejak Rabu (12/8/2020) lalu.
Djoko Tjandra pun telah ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap kepada Pinangki pada Kamis (27/8/2020). Pengurusan fatwa MA itu diduga merupakan permintaan dari Djoko sehingga tidak perlu dieksekusi pada 2009 silam.
(Baca juga: KPK Belum Terima Permohonan Supervisi Kasus Jaksa Pinangki dari Kejagung)
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Hari Setiyono mengungkapkan, pelibatan itu nantinya akan berbentuk koordinasi-supervisi antar lembaga ketika perkara tersebut disiapkan untuk naik ke tahap penuntutan.
(Baca juga: Peraturan Kejaksaan 15/2020 Jawaban Suara Keadilan Masyarakat)
"Untuk menjawab keraguan publik, pasti nanti kami akan koordinasi dan supervisi. Ketika nanti perkara akan naik ke penuntutan, kami akan lakukan koordinasi dengan KPK," kata Hari kepada wartawan di Kompleks Kejagung, Jakarta, Senin (31/8/2020).
(Baca juga: Representasi Keadilan, Peraturan Kejaksaan 15/2020 Patut Diapresiasi)
Dia pun mengatakan bahwa nantinya juga akan mengundang penyidik dari KPK selama proses gelar perkara. Hal itu lagi-lagi, kata Hari, untuk menjawab keraguan publik terhadap penanganan perkara tersebut di Kejagung.
Hari kembali menegaskan, pihaknya sangat terbuka terhadap proses pelibatan KPK dalam perkara Pinangki ini. Menurutnya, Kejaksaan selalu terbuka apabila KPK maupun aparat penegak hukum lain turut membantu penanganan perkara.
"Artinya, setiap saat teman-teman KPK bisa menanyakan, menambah, memberikan data, memberi informasi. Kami bekerja maksimal. Kami terbuka, oleh karena itu kami akan secara transparan melakukan kegiatan itu," jelas Hari.
Meski demikian, Hari engga menjelaskan secara rinci ihwal waktu gelar perkara bersama dengan KPK itu akan dilakukan. Hanya saja, dia menegaskan bahwa kegiatan tersebut akan digelar saat penyidik akan melimpahkan berkas perkara untuk masuk tahap penututan.
Diberitakan sebelumnya, penanganan perkara Jaksa Pinangki di Kejaksaan memang menuai polemik. Banyak pihak yang meminta agar KPK turun tangan dalam menangani perkara tersebut untuk menghindari konflik kepentingan.
Jaksa Agung Muda Pidana Khusus, Ali Mukartono pun mengakui bahwa hingga saat ini pihaknya belum melakukan komunikasi dengan komisi antirasuah tersebut terkait penanganan perkara Pinangki. Namun, dia tetap mempertimbangkan pelibatan KPK dalam penanganan perkara ini.
Fokus penyidik, kata Ali, saat ini masih mengumpulkan sejumlah bukti-bukti yang menguatkan tindak pidana korupsi dalam peristiwa tersebut.
"Masih mengumpulkan bukti. Nanti penyampaian pengumpulan bukti, timnya mengusulkan perlu KPK atau tidak. Nanti kita tunggu," kata dia lagi.
Dalam kasus ini, Pinangki diduga menerima hadiah senilai Rp7 miliar untuk membantu proses pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) perkara dari terpidana kasus korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra. Dia kini disebut telah ditahan di Rutan Kejagung cabang Salemba sejak Rabu (12/8/2020) lalu.
Djoko Tjandra pun telah ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap kepada Pinangki pada Kamis (27/8/2020). Pengurusan fatwa MA itu diduga merupakan permintaan dari Djoko sehingga tidak perlu dieksekusi pada 2009 silam.
(maf)