Polemik Ganja Jadi Tanaman Obat, Akademisi Sebut Ranah Kemenkes

Minggu, 30 Agustus 2020 - 21:10 WIB
loading...
Polemik Ganja Jadi Tanaman...
Polres Cimahi menggerebek ladang ganja di kawasan hutan Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Minggu 12 Juli 2020. Foto/ANTARA/Novrian Arbi/foc.
A A A
JAKARTA - Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo telah mencabut Keputusan Mentan tentang tanaman ganja dan kratom sebagai salah satu tanaman obat komoditas binaan.

Kendati demikian terhadap keluarnya Keputusan Menteri Pertanian (Kepmentan) Republik Indonesia Nomor 104/KPTS/HK.140/M/2/2020 yang ditandatangani sejak 3 Februari lalu itu dinilai sebagai kesalahan.( )

Ahli hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Prof Mudzakir menegaskan tanaman ganja bukan kewenangan Kementan, melainkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Menurut dia, kalau ada sesuatu yang dibutuhkan untuk kepentingan kesehatan, itu adalah ranah Kemenkes, bukan di Kementan.

Dia mengatakan, Kementan sebaiknya fokus mengurus tentang pangan nasional. Sementara penetapan ganja sebagai tanaman obat merupakan ranah Kemenkes.

Kalau pun ada kerja sama dengan Kementan, lanjut dia, aturan hukumnya adalah sebagai eksepsional alias pengecualian untuk tanaman narkotika. "Kalau dulu ada kasus pidana orang untuk mengobati istrinya, dia tanam sendiri juga tidak boleh. Kalau Mentan nyatakan boleh, dia (orang yang dipidana karena menanam ganja untuk pengobatan istri-red) juga boleh dong. Ini jangan sampai menyimpang " tuturnya.
( )

Sementara itu, pengamat kebijakan publik LIPI, Syafuan Rozi Soebhan mengatakan soal ganja sebagai pengobatan di Indonesia masih terus diperdebatkan.

Menurut dia, Wajar jika Polri mempersoalkan Kementan yang memasukkan ganja sebagai tanaman obat. Perundangan, termasuk KUHP menegaskan ganja adalah tanaman yang dilarang dikonsumsi, apalagi dibudidayakan.

"Polri adalah penegak hukum, hanya berpegang pada undang-undang, Jika memang mau dilegalkan sebagai obat, harus melakukan amendemen undang-undang,” ujarnya.( )

Syafuan menambahkan, jika persoalan ini sudah diangkat menjadi debat publik, Kementan juga harus memiliki dasar riset yang jelas. Di beberapa negara, seperti Belanda misalnya, ganja dilegalkan untuk dikonsumsi. Selain itu juga di beberapa negara sudah dijadikan obat. Namun penggunaannya tetap dikontrol ketat negara. Di Indonesia, juga lebih dibutuhkan aturan dan pengawasan yang ketat.

Kepala Biro Humas dan Protokol BNN RI Sulistyo Pudjo Harton menegaskan ganja hanya diperuntukkan untuk penelitian maupun kajian ilmu pengetahuan. Hal itu sesuai Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 lampiran 1 butir 8, ganja ini masuk dalam golongan 1 tanaman narkotika sesuai dengan pasal 8 undang-undang 5 tahun 2009.

BNN juga mempertanyakan, tidak dilibatkan dalam pembahasan penetapan tersebut. Padahal Badan ini adalah leading sector pada encegahan, pemberantasan, peredaran, penyalahgunaan narkotika, termasuk ganja. Peraturan Menteri tidak boleh bertentangan dengan undang-undang di atasnya.

Sebelumnya, Direktur Sayuran dan Tanaman Obat Kementan Tommy Nugraha mengatakan ganja adalah jenis tanaman psikotropika dan selama ini telah masuk dalam kelompok tanaman obat sejak tahun 2006 dengan Kepmentan 511/2006.

Pada tahun 2006, pembinaan yang dilakukan adalah mengalihkan petani ganja untuk bertanam jenis tanaman produktif lainnya, dan memusnahkan tanaman ganja yang ada saat itu.

"Pengaturan ganja sebagai kelompok komoditas tanaman obat, hanya bagi tanaman ganja yang ditanam untuk kepentingan pelayanan medis dan atau ilmu pengetahuan dan secara legal oleh UU Narkotika," katanya.

Saat ini, lanjutnya, belum dijumpai satu pun petani ganja yang menjadi petani legal dan menjadi binaan Kementan. Pada prinsipnya, kata dia, Kementerian memberikan izin usaha budidaya pada tanaman sebagaimana dimaksud pada Kepmentan 104/2020, namun dengan tetap memperhatikan ketentuan dalam Peraturan Perundang-undangan.

Dia juga menyatakan, Mentan Syahrul Yasin Limp berkomitmen mendukung pemberantasan penyalahgunaan narkoba. Kepmentan 104/2020 tersebut akan dicabut untuk dikaji kembali dan segera dilakukan revisi berkoordinasi dengan stakeholder terkait.
(dam)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2025 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2588 seconds (0.1#10.24)