Relevansi Islam Humanitarian bagi Indonesia Kontemporer

Sabtu, 09 November 2024 - 11:50 WIB
loading...
A A A
Sementara itu Kacer (2023) hanya mengeskplorasi kerangka kerja dari Islam Humanitarian tanpa berupaya melihat dinamika dan konteks sosial kultural Islam Humanitrarian tersebut muncul. Dengan demikian, kajian dan studi lebih jauh perlu dilakukan, termasuk pelaksanaan konferensi yang baru dilakukan tersebut adalah bagian dari upaya membangun kerangka kerja konseptual yang kokoh.

Secara genealogis, tulisan Loo dan Suryana (2024) menelusiri perkembangan dan diinamika NU dalam memandang persoalan KeIslaman dan kebangsaan. Hal tersebut dimulai dengan Gerakan Internasional yang mengacu pada Konfedrensi Islam Asia Afrika di tahun 1965.

NU yang bekerjasana dengan pemerintah berupaya menyatukan Muslim Asia Afrika untuk mendoring kebangkitan Islam melawan Neo-kolonialisme Barat. Selanjutnya, gagasan Islam moderat, gagasan Islam Nusantara dan upaya melibatkan NU dalam perdamaian dunia mengkristal dengan gagasan Islam Humanitarian.

Upaya mengenalkan Islam Humanitarian melibatkan kerjasama NU yang dimulai oleh Abdurrahman wahid (Gus Dur) dengan NGO yang berpusat di Carolina Utara, yang digawangi oleh Holland Taylor pada tahun 2003. Bayt ar-Rahmah yang dibentuk oleh Mustafa Bisri, Yahya Staquf dan Holland taylor 2014 dan the Center for Shared Civilizational Values (CSCV) didirikan oleh punggawa NU dan Holland Taylor.

Salah satu kerja penting mereka adalah menggelar Religion Twenty (R20) pada akhir November 2022. Sayangnya, R20 gagal dilanjutkan di negara India dan mungkin negara-negara tuan rumah berikutnya.

Secara konseptual, gagasan Islam humanitarian berpusat pada manusia. Konsep ini menekankan pada upaya keselarasan hukum Islam dengan semangat ilahi, menekankan belas kasihan, kasih sayang, dan mempromosikan perdamaian, keadilan, dan toleransi di dunia Muslim kontemporer.

Lebih jauh, Islam kemanusiaan berfokus untuk memerangi manipulasi agama untuk tujuan berbahaya. Di mana iman dipolitisasi untuk kepentingan politik, sosial, atau pribadi, sering mengarah pada munculnya gerakan radikal dan terorisme.

Karenanya, ia dimaksudkan untuk berupaya mengurangi konsekuensi negatif dari eksploitasi ini. Seperti konflik, destabilisasi masyarakat, ekstremisme agama, dan pertumbuhan Islamofobia di antara komunitas non-Muslim, yang dapat berdampak signifikan pada hubungan dan kebijakan internasional.

Juga, Islam Kemanusiaan menyoroti aspek-aspek bermasalah dari ortodoksi Islam tradisional yang rentan terhadap salah tafsir. Termasuk promosi permusuhan terhadap non-Muslim, advokasi untuk negara Islam bersatu yang diperintah oleh khalifah, dan penolakan sistem hukum yang tidak didasarkan pada yurisprudensi Islam.

Praktik Islam Humanitarian sejauh ini berpusat pada upaya melibatkan NU dalam kerja-kerja perdamaian global seperti keterlibatan NU dalam inisiasi perdamaian di Afghanistan, R20 dan aksi-aksi internasional lainnya. Hanya saja, keberlanjutan dan efektifitas program ini menjadi pertanyaan karena tidak adak keberlanjutan program.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0930 seconds (0.1#10.140)