Menelaah Perlawanan Warga Dago Elos Bandung dalam Perspektif Teori Manajemen Konflik Komunikasi
loading...
A
A
A
Setelah penahanan tersebut warga mendesak polisi untuk segera mempercepat proses persidangan dan juga menahan pihak lain yang ikut terlibat seperti PT. Dago Inti Graha beserta sindikat mafia tanah lainnya.
Namun perjuangan warga Dago Elos belumlah selesai, karena diduga kuasa hukum keluarga Muller telah menyiapkan skema perlawanan balik melalui gugatan praperadilan.
Berdasarkan teori manajemen konflik dalam komunikasi yang dicetuskan oleh William Wilmot dan Joyce Hocker mengungkapkan bagaimana konflik itu dapat dikelola secara efektif dengan berbagai strategi yang bisa digunakan untuk menyelesaikannya.
Wilmot dan Hocker mengidentifikasi beberapa pendekatan dalam manajemen konflik, di antaranya:
1. Gaya Kompetitif, fokus pada kemenangan satu pihak diatas pihak lain.
2. Gaya Kolaboratif, mencari Solusi yang saling menguntungkan bagi kedua belah pihak.
3. Gaya menghindar, menghindari konflik atau menunda penyelesaian masalah.
4. Gaya Akomodatif, mengalah demi keinginan pihak lain guna menjaga hubungan.
5. Gaya Kompromi, mencari jalan Tengah diantara kedua belah pihak dengan sedikit mengorbankan keinginannya.
Apabila merunut penjabaran tersebut, di mana konflik yang terjadi antara warga Dago Elos versus keluarga Muller, maka pendekatan pertama adalah langkah yang tepat untuk diterapkan oleh warga Dago Elos. Karena permasalahan sengketa lahan menuntut bukti kepemilikan tanah yang sah dan diakui oleh negara.
Dalam gaya kompetitif, pendekatan yang dilakukan fokus pada kemenangan satu pihak tanpa memperhatikan kepentingan pihak lainnya. Pada kasus ini gaya kompetitif cenderung menghasilkan dinamika yang lebih agresif dimana pihak keluarga Muller ingin menguasai lahan yang ditempati oleh warga Dago Elos.
Kemudian dikarenakan permasalahan sengketa lahan menuntut bukti kepemilikan tanah yang sah dan diakui oleh negara, maka warga Dago Elos juga melakukan upaya-upaya perlawanan dengan memberikan bukti-bukti yang sah atas lahan tersebut.
Pelaksanaan berbagai proses peradilan memang dibutuhkan untuk menentukan siapa pemilik sesungguhnya yang sah di mata hukum, walaupun akan melelahkan dan membutuhkan waktu Panjang.
Seperti diketahui tanah atau kepemilikan tanah memiliki arti yang sangat penting bagi setiap individu dalam masyarakat dimana tanah adalah tempat beradanya tiap manusia dalam lingkungan demi kelangsungan hidupnya.
Proses komunikasi penyampaian pesan dan penerimaan pesan melalui media pengadilan memang harus dilaksanakan sebagai tempat bagi pencari keadilan untuk mendapatkan haknya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Namun perjuangan warga Dago Elos belumlah selesai, karena diduga kuasa hukum keluarga Muller telah menyiapkan skema perlawanan balik melalui gugatan praperadilan.
Teori Manajemen Konflik dalam Komunikasi
Konflik lahan yang telah berlangsug lama tentunya secara langsung akan mengguncang psikologis dari warga yang bersengketa. Kenyamanan untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari menjadi terganggu akibat permasalahan yang tak menentu. Lamanya penyelesaian konflik menunjukkan adanya gap atau hambatan terkait kepentingan dan tujuan berbeda dari kedua belah pihak.Berdasarkan teori manajemen konflik dalam komunikasi yang dicetuskan oleh William Wilmot dan Joyce Hocker mengungkapkan bagaimana konflik itu dapat dikelola secara efektif dengan berbagai strategi yang bisa digunakan untuk menyelesaikannya.
Wilmot dan Hocker mengidentifikasi beberapa pendekatan dalam manajemen konflik, di antaranya:
1. Gaya Kompetitif, fokus pada kemenangan satu pihak diatas pihak lain.
2. Gaya Kolaboratif, mencari Solusi yang saling menguntungkan bagi kedua belah pihak.
3. Gaya menghindar, menghindari konflik atau menunda penyelesaian masalah.
4. Gaya Akomodatif, mengalah demi keinginan pihak lain guna menjaga hubungan.
5. Gaya Kompromi, mencari jalan Tengah diantara kedua belah pihak dengan sedikit mengorbankan keinginannya.
Apabila merunut penjabaran tersebut, di mana konflik yang terjadi antara warga Dago Elos versus keluarga Muller, maka pendekatan pertama adalah langkah yang tepat untuk diterapkan oleh warga Dago Elos. Karena permasalahan sengketa lahan menuntut bukti kepemilikan tanah yang sah dan diakui oleh negara.
Dalam gaya kompetitif, pendekatan yang dilakukan fokus pada kemenangan satu pihak tanpa memperhatikan kepentingan pihak lainnya. Pada kasus ini gaya kompetitif cenderung menghasilkan dinamika yang lebih agresif dimana pihak keluarga Muller ingin menguasai lahan yang ditempati oleh warga Dago Elos.
Kemudian dikarenakan permasalahan sengketa lahan menuntut bukti kepemilikan tanah yang sah dan diakui oleh negara, maka warga Dago Elos juga melakukan upaya-upaya perlawanan dengan memberikan bukti-bukti yang sah atas lahan tersebut.
Pelaksanaan berbagai proses peradilan memang dibutuhkan untuk menentukan siapa pemilik sesungguhnya yang sah di mata hukum, walaupun akan melelahkan dan membutuhkan waktu Panjang.
Seperti diketahui tanah atau kepemilikan tanah memiliki arti yang sangat penting bagi setiap individu dalam masyarakat dimana tanah adalah tempat beradanya tiap manusia dalam lingkungan demi kelangsungan hidupnya.
Proses komunikasi penyampaian pesan dan penerimaan pesan melalui media pengadilan memang harus dilaksanakan sebagai tempat bagi pencari keadilan untuk mendapatkan haknya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.