Menelaah Perlawanan Warga Dago Elos Bandung dalam Perspektif Teori Manajemen Konflik Komunikasi

Rabu, 16 Oktober 2024 - 20:28 WIB
loading...
Menelaah Perlawanan...
Mahasiswa Magister S2 Ilmu Komunikasi UPN Veteran Jakarta, Muklis Efendi. FOTO/DOK.PRIBADI
A A A
Muklis Efendi
Mahasiswa Magister S2 Ilmu Komunikasi UPN Veteran Jakarta

PERISTIWA terkait konflik seakan tak pernah berakhir di Bumi Pertiwi Indonesia. Konflik perebutan lahan yang menimpa warga Kampung Dago Elos, Dago, Coblong, Bandung, Jawa Barat yang disengketakan oleh keluarga Muller sejak Desember 2016 belum berujung pangkal.

Lahan seluas 6,3 hektare tersebut diklaim merupakan kepemilikan dari George Hendrik Muller seorang warga Belanda yang pernah tinggal di Bandung, Jawa Barat pada masa kolonial dahulu. Keturunannya kemudian mengaku memiliki hak waris atas tanah dengan bukti surat Eigendom Verponding yang dikeluarkan oleh Kerajaan Belanda pada 1934.

Sebagai cucu George Hendrik Muller, Heri Hermawan Muller dan Dodi Rustandi Muller bersama PT Dago Inti Graha mengultimatum ratusan warga yang berada dalam area tersebut untuk segera pindah secara sukarela dari tanah yang mereka akui sebagai hak miliknya.

Warga Dago Elos yang telah tinggal selama puluhan tahun selama tiga generasi di atas tanah tersebut, di mana sebagiannya telah memilik sertifikat tanah resmi dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Bandung dan juga melakukan kewajiban lainnya sebagai warga negara, tidak terima dengan klaim sepihak tersebut.

Melalui jalur hukum warga melakukan perlawanan balik dengan mengsengketakan keluarga Muller. Begitupun keluarga Muller juga mengajukan proses hukum guna membuktikan keabsahan tanah tersebut sebagai hak warisnya.

Sejumlah proses persidangan telah mereka lewati dengan hasil putusan yang berbeda-beda pemenangnya, di antaranya Pengadilan Negeri Bandung, banding Pengadilan Tinggi Bandung, hingga tingkat Kasasi di Mahkamah Agung dan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung.

Tidak hanya lewat jalur hukum warga juga menggalang kekuatan melalui gerakan bersama dengan tagar #Dagomelawan yang membagikan sejumlah informasi serta foto maupun video aksi gerakan melalui postingan di berbagai media sosial seperti Facebook, Instagram dan Tiktok guna mendapatkan simpati dan memberikan informasi yang akurat.

Setelah proses panjang melelahkan yang berjalan selama delapan tahun lamanya, kemudian kabar baik menghampiri warga Dago Elos dengan ditetapkannya Heri Hermawan Muller dan Dodi Rustandi Muller sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemalsuan surat dan dokumen lahan di Dago Elos serta memasukkan keterangan palsu dalam akta otentik.

Kedua tersangka kemudian ditahan oleh penyidik Ditreskrimum Polda Jabar sejak 18 Juli 2024 dan dijerat Pasal 263 ayat 2 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP atau Pasal 266 ayat 2 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Setelah penahanan tersebut warga mendesak polisi untuk segera mempercepat proses persidangan dan juga menahan pihak lain yang ikut terlibat seperti PT. Dago Inti Graha beserta sindikat mafia tanah lainnya.

Namun perjuangan warga Dago Elos belumlah selesai, karena diduga kuasa hukum keluarga Muller telah menyiapkan skema perlawanan balik melalui gugatan praperadilan.

Teori Manajemen Konflik dalam Komunikasi

Konflik lahan yang telah berlangsug lama tentunya secara langsung akan mengguncang psikologis dari warga yang bersengketa. Kenyamanan untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari menjadi terganggu akibat permasalahan yang tak menentu. Lamanya penyelesaian konflik menunjukkan adanya gap atau hambatan terkait kepentingan dan tujuan berbeda dari kedua belah pihak.

Berdasarkan teori manajemen konflik dalam komunikasi yang dicetuskan oleh William Wilmot dan Joyce Hocker mengungkapkan bagaimana konflik itu dapat dikelola secara efektif dengan berbagai strategi yang bisa digunakan untuk menyelesaikannya.

Wilmot dan Hocker mengidentifikasi beberapa pendekatan dalam manajemen konflik, di antaranya:
1. Gaya Kompetitif, fokus pada kemenangan satu pihak diatas pihak lain.
2. Gaya Kolaboratif, mencari Solusi yang saling menguntungkan bagi kedua belah pihak.
3. Gaya menghindar, menghindari konflik atau menunda penyelesaian masalah.
4. Gaya Akomodatif, mengalah demi keinginan pihak lain guna menjaga hubungan.
5. Gaya Kompromi, mencari jalan Tengah diantara kedua belah pihak dengan sedikit mengorbankan keinginannya.

Apabila merunut penjabaran tersebut, di mana konflik yang terjadi antara warga Dago Elos versus keluarga Muller, maka pendekatan pertama adalah langkah yang tepat untuk diterapkan oleh warga Dago Elos. Karena permasalahan sengketa lahan menuntut bukti kepemilikan tanah yang sah dan diakui oleh negara.

Dalam gaya kompetitif, pendekatan yang dilakukan fokus pada kemenangan satu pihak tanpa memperhatikan kepentingan pihak lainnya. Pada kasus ini gaya kompetitif cenderung menghasilkan dinamika yang lebih agresif dimana pihak keluarga Muller ingin menguasai lahan yang ditempati oleh warga Dago Elos.

Kemudian dikarenakan permasalahan sengketa lahan menuntut bukti kepemilikan tanah yang sah dan diakui oleh negara, maka warga Dago Elos juga melakukan upaya-upaya perlawanan dengan memberikan bukti-bukti yang sah atas lahan tersebut.

Pelaksanaan berbagai proses peradilan memang dibutuhkan untuk menentukan siapa pemilik sesungguhnya yang sah di mata hukum, walaupun akan melelahkan dan membutuhkan waktu Panjang.

Seperti diketahui tanah atau kepemilikan tanah memiliki arti yang sangat penting bagi setiap individu dalam masyarakat dimana tanah adalah tempat beradanya tiap manusia dalam lingkungan demi kelangsungan hidupnya.

Proses komunikasi penyampaian pesan dan penerimaan pesan melalui media pengadilan memang harus dilaksanakan sebagai tempat bagi pencari keadilan untuk mendapatkan haknya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Pengadilan sebagai institusi resmi yang melaksanakan sistem peradilan pastinya memiliki tahapan tersendiri dan juga berjenjang dalam memeriksa, mengadili dan memutuskan suatu perkara dari pihak-pihak yang terlibat.

Gerakan perlawanan warga Dago Elos memang melelahkan dalam memperjuangkan hak atas tanah mereka. Namun mereka selalu meyakini bahwa usaha yang dilakukan secara terus menerus dengan segala macam tantangan, gangguan dan ragam peristiwa lain yang dihadapi pada akhirnya akan membuahkan hasil yang membahagiakan.

Tentunya para pejuang #DagoMelawan selalu meyakini bahwa yang benar adalah baik sementara yang salah pasti akan kalah. Keyakinan akan terus mereka pupuk dan sirami dengan aktivitas perlawanan demi keadilan dan kepastian hak. Tidak ada kata menyerah bagi warga Dago Elos, sesuai dengan tema tagar sebagai aksi pesan kekompakkan bersama yang selalu dibunyikan #Dago Melawan Tak Bisa Dikalahkan.
(abd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0690 seconds (0.1#10.140)