Memanggil Alumni, Memuliakan Negeri?

Sabtu, 12 Oktober 2024 - 07:21 WIB
loading...
Memanggil Alumni, Memuliakan...
Bambang Asrini Widjanarko, Pemerhati Sosial dan Budaya, Pemateri di Salah Satu Program Tegalboto Memanggil ke-3, 2024. Foto: Ist
A A A
Bambang Asrini Widjanarko
Pemerhati Sosial dan Budaya, Pemateri di Salah Satu Program Tegalboto Memanggil ke-3, 2024

"MAKSUD pengajaran dan pendidikan yang berguna untuk kehidupan bersama adalah memerdekakan manusia sebagai anggota persatuan (rakyat)." - Ki Hajar Dewantara

Alumni sebuah Perguruan Tinggi seharusnya seperti yang dicita-citakan Ki Hajar Dewantara, yakni menjadikan manusia ‘merdeka’ sebagai anggota masyarakat. Alumni itu manusia Sujana, Sarjana, yakni bijak, pintar dan berbudi. Yang membebaskan kebodohan dan memberikan pencerahan-pencerahan serta berkontribusi untuk kemaslahatan bersama di masyarakat.

Sementara itu tugas negara, tentu dengan cita-cita yang tinggi mengelola entitas besar bernama bangsa Indonesia, seperti diamanatkan di UUD 1945 untuk mencerdaskan serta mengentaskan kemiskinan pun akhirnya menyejahterakannya.

Namun realitas berbicara lain, masih ada ketimpangan besar antara ‘kata-kata melangit’ Ki Hajar Dewantara bertumbukan hari ini dengan para alumni yang kebetulan menjadi bagian dari penyelenggara negara. Manusia Sujana, yang disebut ‘Alumni’ itu, tak menjadi bijak malahan membiarkan bangsa kehilangan ‘kecerdasannya’, dengan bukti berdasarkan laporan World Population Review dengan judul Average IQ by Country tahun 2022.

Skor IQ negara-negara yang terdapat di kawasan Asia Tenggara, Indonesia menjadi negara di peringkat ke-10 di kawasan Asia Tenggara dengan capaian rerata skornya sebesar hanya 78,49. Sementara itu, dalam pemeringkatan dunia, rerata skor IQ Indonesia berada di posisi ke-130.

Saat sama, pada Desember 2022 laporan miris terjadi, dengan aktivitas investigatif Harian Kompas menyebut lebih dari separuh penduduk Indonesia, sekitar 183,7 juta orang atau 68 persen populasi, ternyata tidak mampu memenuhi kebutuhan gizi harian mereka. Pangan bergizi masih sulit dijangkau warga Indonesia.

Litbang Harian ini menghitung biaya yang perlu dikeluarkan orang Indonesia untuk membeli makan bergizi seimbang atau sehat sebesar Rp 22.126 per hari atau Rp 663.791 per bulan. Harga tersebut berdasar standar komposisi gizi Healthy Diet Basket (HDB), yang juga digunakan Organisasi Pangan dan Pertanian (Food and Agriculture Organization/FAO). Dengan biaya sebesar itu, ada 68 persen atau 183,7 juta orang Indonesia yang tidak mampu memenuhi biaya tersebut.

Kecerdasan dalam pengertian, setidaknya pada perspektif skor IQ manusia Indonesia; selain juga ketakmampuan sebagian besar populasi bangsa mendapatkan asupan makanan bergizi memang cukup memprihatinkan saat ini.

Ketimpangan dan Upaya Solusi

Tak hanya mempertentangkan ‘utopia Ki Hajar Dewantara’ tentang hasil Pendidikan dan Alumni Perguruan Tinggi, selain juga dengan amanat UUD 1945 yang masih jauh dari harapan dengan realitasnya, sebab penyelenggara negara tentu memiliki cacat selama ini; alumni selayaknya terus-menerus belajar menghadapi kenyataan dan berbenah diri.

Sebab itu, mengingat kembali cawan intelektual masa lalu, dari founder Universitas Jember, yaitu berupa Sesanti “Karya Rinaras Ambuka Budi, Gapura Mangesti Aruming Bawana”. Yang bermakna bahwa Pendidikan Tinggi Universitas Jember selayaknya menghasilkan para alumni yang berkarya berlandas nalar dan budi pekerti yang baik dan membuka gerbang kemaslahatan bagi semesta.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1277 seconds (0.1#10.140)