KPK Ungkap Alasan Belum Tuntasnya Kasus RJ Lino
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan penyebab belum tuntasnya kasus dugaan korupsi proyek pengadaan tiga unit QCC di PT Pelindo II yang menjerat mantan Dirut PT Pelindo II Richard Joost (RJ) Lino. Adapun alasannya, karena Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) hingga saat ini belum selesai menghitung kerugian negara kasus tersebut.
"Kami kemarin menanyakan kira-kira kapan hasil audit kerugian negara itu selesai. Dijanjikan pertengahan tahun selesai oleh BPK. Nah kalau itu sudah selesai, itu bisa kita limpahkan, karena itu yang jadi kendala," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (27/11/2019).
Hal senada diungkapkan Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif. "Pertama begini, menurut aturan dari BPK ataupun BPKP mereka baru mau menghitung jumlah kerugian negaranya itu ketika sudah ditentukan ada perbuatan melawan hukum," kata Laode.
Laode menegaskan bahwa KPK sudah mengantongi dua alat bukti dalam menetapkan RJ Lino sebagai tersangka kasus tersebut. Akan tetapi, kata dia, jaksa perlu menghitung kerugian negara terlebih dahulu sebelum melimpahkan kasus itu ke pengadilan.
"Tapi BPKP lama-lama hampir satu tahun lebih, dua tahun, enggak mau hitung. Saya kurang tahu apa yang terjadi. Setelah kita masuk, kita putuskan, kita pindahkan ke BPK. Setelah kita pindah ke BPK, ini ada Pak Panca nih, sampai hampir bertahun-tahun di sana. Tapi selalu hanya untuk menghitung," tutur Laode.
Dia pun membeberkan lebih detail. "Alasan pertama, karena harga pembandingnya tidak ada, karena dokumen dari China tidak ada. Betul. Waktu itu saya dengan Pak Agus sudah di Beijing mau minta itu dicancel pertemuannya. Itu ya pak ya, ini supaya jelas saja, supaya jangan jadi kemana-mana," imbuhnya.
Kemudian, lanjut dia, pihak otoritas China tidak kooperatif. Karena, Mutual Legal Assistance (MLA) yang diajukan KPK tiga tahun lalu tak juga direspons oleh otoritas China. Adapun MLA dengan otoritas China ini diperlukan KPK untuk menghitung kerugian keuangan negara akibat korupsi yang diduga dilakukan RJ Lino.
"Akhirnya kita minta ahli menghitung komponen satu dua tiga empat per komponen. Nah setelah itu kita bandingkan dengan harga di pasar dunia itu berapa. Itu pun setelah kita guide pak, kita guide. Jadi jangan anggkap KPK itu tidak melakukan upaya maksimum. Bahkan ada satu tim forensik kami pergi, pretelin itu semuanya ke tempat lain. Akhirnya kami mendapat ahli," ungkapnya.
Berdasarkan perhitungan ahli itu, kata dia, dihitung lah harga wajarnya. "Jadi jangan sampai ditulis oleh media bahwa RJ Lino ditetapkan sebagai tersangka belum ada dua alat bukti," pungkasnya.
Sekadar diketahui, KPK telah menetapkan RJ Lino sebagai tersangka kasus itu sejak akhir 2015 lalu. Namun penanganan kasus tersebut seolah jalan di tempat. Bahkan, KPK belum juga menahan RJ Lino.
"Kami kemarin menanyakan kira-kira kapan hasil audit kerugian negara itu selesai. Dijanjikan pertengahan tahun selesai oleh BPK. Nah kalau itu sudah selesai, itu bisa kita limpahkan, karena itu yang jadi kendala," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (27/11/2019).
Hal senada diungkapkan Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif. "Pertama begini, menurut aturan dari BPK ataupun BPKP mereka baru mau menghitung jumlah kerugian negaranya itu ketika sudah ditentukan ada perbuatan melawan hukum," kata Laode.
Laode menegaskan bahwa KPK sudah mengantongi dua alat bukti dalam menetapkan RJ Lino sebagai tersangka kasus tersebut. Akan tetapi, kata dia, jaksa perlu menghitung kerugian negara terlebih dahulu sebelum melimpahkan kasus itu ke pengadilan.
"Tapi BPKP lama-lama hampir satu tahun lebih, dua tahun, enggak mau hitung. Saya kurang tahu apa yang terjadi. Setelah kita masuk, kita putuskan, kita pindahkan ke BPK. Setelah kita pindah ke BPK, ini ada Pak Panca nih, sampai hampir bertahun-tahun di sana. Tapi selalu hanya untuk menghitung," tutur Laode.
Dia pun membeberkan lebih detail. "Alasan pertama, karena harga pembandingnya tidak ada, karena dokumen dari China tidak ada. Betul. Waktu itu saya dengan Pak Agus sudah di Beijing mau minta itu dicancel pertemuannya. Itu ya pak ya, ini supaya jelas saja, supaya jangan jadi kemana-mana," imbuhnya.
Kemudian, lanjut dia, pihak otoritas China tidak kooperatif. Karena, Mutual Legal Assistance (MLA) yang diajukan KPK tiga tahun lalu tak juga direspons oleh otoritas China. Adapun MLA dengan otoritas China ini diperlukan KPK untuk menghitung kerugian keuangan negara akibat korupsi yang diduga dilakukan RJ Lino.
"Akhirnya kita minta ahli menghitung komponen satu dua tiga empat per komponen. Nah setelah itu kita bandingkan dengan harga di pasar dunia itu berapa. Itu pun setelah kita guide pak, kita guide. Jadi jangan anggkap KPK itu tidak melakukan upaya maksimum. Bahkan ada satu tim forensik kami pergi, pretelin itu semuanya ke tempat lain. Akhirnya kami mendapat ahli," ungkapnya.
Berdasarkan perhitungan ahli itu, kata dia, dihitung lah harga wajarnya. "Jadi jangan sampai ditulis oleh media bahwa RJ Lino ditetapkan sebagai tersangka belum ada dua alat bukti," pungkasnya.
Sekadar diketahui, KPK telah menetapkan RJ Lino sebagai tersangka kasus itu sejak akhir 2015 lalu. Namun penanganan kasus tersebut seolah jalan di tempat. Bahkan, KPK belum juga menahan RJ Lino.
(kri)