Peta Perdamaian Baru, dari Riyanto hingga Paus Fransiskus

Senin, 02 September 2024 - 15:54 WIB
loading...
Peta Perdamaian Baru,...
Ahmad Riyadi, pengurus GP Ansor. Foto/Ist
A A A
JAKARTA - Ahmad Riyadi
Pengurus Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor


Tahun 2000 di Mojokerto, seorang kader Banser memeluk bom yang akan meledakkan Gereja Jemaat Pantekosta Indonesia Eben Haezer. Tubuh Riyanto hancur, kepingan-kepingannya menjadi reinkarnasi kemanusiaan yang abadi.

Menjaga gereja bagi Banser adalah menjaga Indonesia. Sejak perintah itu dikeluarkan Gus Dur pada 1996 kala kerusuhan di Situbondo terjadi, Banser tetap berada dan menjaga Gereja, diminta ataupun tidak.

Perintah itu menemukan tubuh ideologisnya, karena menjaga gereja yang ada di Indonesia sama juga menjaga Indonesia, karena gereja yang dijaganya berada di Indonesia. Konstruksi yang koheren dengan semangat wathaniyah, persaudaraan kebangsaan atau mencintai negara adalah praktek dan sikap dalam iman.

Buktinya, kendati tubuhnya sudah hancur, tidak sedikit pun membuat getir sahabat Banser untuk tetap pada pendirian menjaga gereja, bahkan di tengah makian kelompok-kelompok lain.

Mungkin ini juga yang menjadikan umat yang ingin melakukan ibadah di gereja tak merasa khawatir. Mereka penuh penghormatan merasa aman karena ada saudara-saudara kemanusiaannya yang berpartisipasi secara sukarela mengakui perbedaan yang diyakininya.

Etalase harmoni antara yang berbeda dari Sabang hingga Merauke jelas menunjukkan welas asih dengan hidup berdampingan. Dan inilah yang kian menegaskan, bahwa paksaan, persekusi hingga kekerasan tidak lagi relevan dilakukan di tengah kebhinekaan.

Karena kekerasan demi kekerasan yang dilakukan untuk tujuan ekspansif dan menguasai, atau bahkan memperoleh kebenaran sepihak, justru menghadirkan sebaliknya. Mereka menjadi rahim lahirnya kebencian, disintegrasi hingga permusuhan yang beban madaratnya lebih banyak.

Tidak heran, jika Israel tak banyak memperoleh kedamaian setelah habis-habisan membombardir Palestina. Militansi rakyat Palestina, hingga pejuang kemanusiaan, mayoritas negara dunia malah tebal mengutuknya.

Maka demikian dalam konteks masyarakat yang dirundung konflik, Gus Dur (2002) memandang jalur perundingan lebih mulia untuk menyelesaikan tumpukan masalah, ketimbang besing rudal dan kekerasan yang justru menimbulkan korban lebih banyak dengan kerusakan-kerusakan mengorkestrasi kesedihan.

Christus Vivit


Apabila kekerasan justru menimbulkan konflik yang lebih buruk lagi bagi kemanusiaan, maka jalur-jalur dialog dan perundingan bisa menjadi pintu dibukanya perdamaian. Sedikitnya itulah yang penulis amati saat organisasi kepemudaan lintas iman bekunjung mendatangi Paus Fransiskus menjelang kehadirannya ke Indonesia pada 3-6 September. Mereka para pemuda membawa Deklarasi Jakarta-Vatikan yang merupakan kristalisasi poin 3 Dokumen Abu Dhabi, tahun 2019 silam.

Deklarasi Jakarta-Vatikan berisi komitmen anak muda Indonesia untuk menyerukan Pancasila sekaligus seruan bagi anak muda seluruh dunia untuk menggerakkan energi posistif peradaban dunia yang damai, utamanya dalam hal membangun masyarakat dunia yang penuh toleransi, soliditas dan gotong royong.

Selain kepada Paus Fransikus, kelompok anak muda lintas iman ini akan terus mengampanyekan ke seluruh dunia. Mereka akan bertemu dengan para tokoh-tokoh berpengaruh, termasuk peraih nobel perdamaian dunia hingga membentuk poros anak muda Asia-Pasifik, sebagai komitmen untuk mengorbitkan api perdamaian.

Ini menjadi angin segar dalam upaya perdamaian dunia. Keterlibatan anak muda sangat penting menggerakkan seruan-seruan perdamaian dan kampanye menghentikan permusahan. Jumlah penduduk kaum muda yang mencapai 1,2 miliar menjadi potensi besar apabila dikonfigurasikan dengan isu-isu perdamaian dalam konteks global.

Tentu saja Paus Frasiskus menyambut baik ikhtiar sekelompok anak muda dari Indonesia ini. Banyak literatur yang mengatakan bahwa beliau menyukai anak muda. Anak muda baginya adalah penerus masa depan.

Dalam Seruan Apolistik Paus Fransiskus, ia mengeluarkan Christus Vivit yang di dalamnya berisi transformasi anak muda. Terbit pada tahun 2019, 5 bulan setelah Sidang Umum Biasa kelima belas Sinode Para Uskup tentang Orang Muda, Iman dan Penegasan Panggilan Sukacita, Paus Fransiskus mendorong anak muda berkomitmen membangun dunia yang lebih baik. Terbukti, dengan kemurahan hatinya, Paus Fransiskus dengan segera menandatangai Deklarasi Jakarta-Vatikan. Satu padanan yang mungkin tepat ditamsilkan sebagai dukungan kepada anak muda sebagai ‘protagonis perubahan’.

Peristiwa ini menjadi pemicu peta baru menuju perdamaian dunia. Paus Fransiskus tentu dan sudah pasti mempunyai pengaruh yang sangat besar untuk mendudukkan perdamaian yang bisa dirasakan seluruh umat.

Makna bagi Ansor


Bagi Ansor, langkah ini menjadi titik tolak dari manifestasi penciptaan peradaban baru yang damai, sebagaimana gencar dicanangkan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, organisasi induk yang melahirkan Ansor.

Sebagai pandu, Ansor telah meneruskan tidak hanya cita-cita, tetapi juga metode perumusan perdamaian. Apabila ini terwujud berkelanjutan, bukan tidak mungkin perjalanan sekelompok anak muda ini akan menjadi peta baru dalam perumusan perdamaian. Sekaligus memudahkan mereka untuk membangun komunikasi dengan tokoh-tokoh dunia yang mempunyai pengaruh besar untuk mendudukkan dialog sebagai ujung tombak perwujudan perdamaian dunia.

Dengan cara membangun hubungan melalui dialog, mengatur perjumpaan-perjumpaan entitas perbedaan, serta berkelanjutan menarasikan ajakan perdamaian, Ansor bisa menjadi kreator kemanusiaan yang meluhurkan martabat setiap manusia baik di Indonesia hingga dunia global.

Seperti apa yang dikatakan Addin Jauharudin (2024) mengutip Paus Fransikus kepada Ansor: La mia benedizione per il movimento dei giovani Ansor … che possa essere sempre nella prima linea nel promuovere la fraternita tra le persone in Indonesia e anche al livello mondiale.
(msf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0939 seconds (0.1#10.140)